AA : Warkop Klodjen Djaja ini, karena dekat ke pasar, maka pastinya konsep kerakyatan yang utama. Meskipun merakyat, kopi yang kami sajikan disini adalah kopi terbaik Malang dan kopi terbaik dari daerah lain penghasil kopi. Kopi asli yang kami sajikan itu bermutu tinggi tanpa harus menjitak para pengunjung, ntah itu yang mau minum kopi sambil cangkrukan atau mereka yang hanya ingin membeli kopi bubuk yang siap kami giling, timbang dan bungkuskan kepada para pembeli. Kami disupport para petani, khususnya petani kopi di lereng Arjuno, disamping Kopi Dampit yang sudah lama terkenal.
PP : Apa anda juga menyediakan kopi Arabika disini?
AA : Kalau Arabika, itu kita ambil dari Buleleng dan Bedugul, Bali. Kalau dari Malang sekitar ya Arabika Ijen. Sejauh yang saya tahu Arabika Buleleng-lah yang terbaik. Kalau yang lain masih ada rasa mocca-nya.
PP : Semua pernak-pernik yang menggelantung di kedai ini menggambarkan suasana apa kurang lebihnya?
AA : Itu hanya asesori saja sejalan dengan konsep awal kami bagaimana agar pengunjung mudah mengingat Klodjen Djaja 1956 yang seakan tampilan studio tempo doeloe  dari depan dan di dalam dapat larut dalam suasana jadul yang merakyat. Mereka hanya tinggal tarik kursi dan duduk cangkruk minum kopi di depan klodjen djaja dan bisa memanjang hingga ke pasar klodjen.
PP : Ok Mas Andi, saya kira obrolan kita sudah lebih dari cukup. Terimakasih atas waktu anda.
AA : Baik dan jangan lupa kapan waktu mampir tuk mencicipi kopi Klodjen Djaja 1956.
Demikian obrolan 12 pas kita dengan Andi Arifudin yang ke depannya malah akan mengembangkan perkopian Malang di bilangan Tanjung Barat tak jauh dari Antham. Kiat terpenting percafean di kota wisata Malang adalah bagaimana agar merakyat dan bagaimana menciptakan suasana non-psikedelik di warkop tsb agar kultur cangkruk Malang-an khususnya dan Jawa Timur-an pada umumnya memperoleh pijakan yang pas.