PP : Lapak Sei Babi Flobamora ini ada tiga kalau nggak salah. Itu info dari Faldi yang kebetulan saya lihat lapaknya di Jln.Surapati. Dari faldi-lah saya tahu bahwa anda adalah ortunya.
ML : Iya 2019 saya buka buat anak sulung saya Faldi yang waktu itu sudah semester akhir di Institut Asia di Soekarno-Hatta. Pas pandemi 2020 dia kan tidak bisa ke kampus. Ketimbang dia jalan kesana kemari, maka saya buka lapak Faldi yang anda lihat itu. Menyusul lapak kedua di Langsep yang dikelola anak saya yang kedua.
PP : Bagaimana usaha anda sejak itu?
ML : Puji Tuhan jalan terus. Meski ketika buka pertamakali saya sadar bahwa kuliner ini bukanlah makanan umum yang dikonsumsi semua orang. Kuliner ini dikonsumsi kalangan minoritas saja. Anda tau itu bukan. Saya hanya berasumsi orang NTT, khususnya mahasiswa dan sebagian kecil lainnya yi tentara asal NTT, asal kuliner sei ini pasti cukup banyak di kota Malang.
PP : I see.
ML : Asumsi itulah yang menggerakkan saya ke kuliner tradisional NTT sejak pertamakali menapaki hidup di kota Malang. Saya masuk Malang sudah sejak Oktober 2014. Tapi, karena masalah keterbatasan dana untuk modal usaha, saya ikut orang di Surabaya. Setelah berunding dengan isteri, kami memutuskan untuk buka usaha di Malang saja. Soalnya ada dua dapur kalau saya terus di Surabaya. Di Malang saya sempat kerja ikut orang juga. Ybs adalah keponakan Ratna isteri saya. Sayang dia tidak mau karyawan yang masih sekolah, sementara anak-anak saya masih sekolah. Mereka harus juga kerja agar tidak terlalu membebani. Karena aturannya seperti itu tak bisa ditawar, anak-anak pun berhenti, tak bisa lain saya pun berhenti, begitu juga isteri.
PP : Wah penuh liku-liku juga ini.
ML : Kita buka usaha sendiri. Awalnya sebelum buka sei, saya buka Es Kepal Milo yang lagi trending. Di Malang belum ada itu
PP : Seperti apa itu.