Masalah Andesit Wadas Meroket, Masalah Andesit Parungpanjang Terjun Bebas
Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng sejak 8 Pebruari lalu tiba-tiba meroket menjadi berita nasional, dimana polisi menangkap sekitar 20 warga Desa Wadas pada Selasa 8 Pebruari ybl, karena situasi sempat memanas ketika petugas BPN dan Dinas Pertanian datang ke lokasi untuk melaksanakan pengukuran dan penghitungan tanaman tumbuh. Polisi berdalih, puluhan warga Desa Wadas ditangkap karena membawa senjata tajam saat sedang melakukan doa bersama di masjid sebagai salah satu bentuk penolakan terhadap pembangunan Bendungan Bener.
Bahkan LBH Yogyakarta menyebut yang ditangkap 64 orang. Menyusul Komnas HAM mengecam, apalagi Walhi yang langsung menuding kegiatan ini seharusnya dihentikan mengingat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Gubernur Jateng Ganjar telah turun tangan dan memulangkan warga yang ditahan di Polres Purworejo dengan 2 bus sewaan.
Persoalan ini sudah cukup lama untuk Jateng, tapi sontak sejak 8 Pebruari lalu  mencuat menjadi isu nasional. Ini semua berawal dari Proyek Bendungan Bener yang merupakan salah satu bagian dari PSN (Proyek Strategis Nasional) yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020.
Bendungan Bener merupakan bendungan tertinggi di Indonesia yang terletak di Sungai Bogowonto, Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng. Bendungan ini dibangun dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan air masyarakat. Bendungan ini direncanakan sebagai penyedia air baku bagi tiga wilayah kabupaten, mencakup Kabupaten Purworejo, Kebumen dan Kulonprogo.
Yang dipersoalkan warga adalah penggunaan batuan andesit sebagai bahan material utama proyek bendungan. Material batuan andesit tersebut diambil dari quarry atau penambangan di Desa Wadas yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari area konstruksi bendungan. Penambangan material andesit ini dilaksanakan dengan menggunakan metode peledakan (blasting).
Penambangan material andesit itulah yang sejak awal banyak disorot media karena kegiatannya menuai penolakan oleh mayoritas masyarakat Desa Wadas yang wilayahnya digunakan sebagai lokasi penambangan andesit. Mereka mengkhawatirkan dampak dari proses blasting dapat mengakibatkan hilangnya sumber mata air di desa tersebut serta penurunan kualitas tanah. Kekhawatiran tersebut tentunya sangat wajar mengingat sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.
Persoalan ini sebagaimana ditandaskan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo akan diselesaikan dengan membuka ruang yang lebih lebar untuk berdiskusi.