Perusahaan dapat dikategorikan berdasarkan skala : ada yang tingkat CV, kelas lokal-kabupaten, hingga tingkat nasional. Ada yang berstatus swasta, tercatat pula yang pelat merah.
Salah satu perusahaan yang paling terkenal adalah PT Sudamanik. Wilayah eksplorasi mereka seluas 42 hektar di Desa Rengasjajar, Cigudeg. Disebut terkenal karena merekalah yang pertama kali mengeksplorasi wilayah ini pada tahun 1982. Di Parungpanjang ada Jalan Raya Sudamanik.Â
Tiga tahun setelah PT Sudamanik melakukan eksplorasi untuk pertama kali, perusahaan lain mengikuti yakni PT Gunung Maloko. Mereka bahkan membikin jalur sendiri di Rumpin yang melewati Kampung Ciaul, Banjar Pinang, Desa Mekar Sari, Malapar, Dangdang, hingga Cisauk-Tangerang.
Perusahaan ini berubah jadi PT Holcim tahun 2000-an. PT Holcim Beton adalah perusahaan tingkat nasional yang tercatat mengeksplorasi wilayah ini dengan IUP seluas 42,6 hektar, demikian Dinas ESDM Jabar. Berdasarkan catatan tahunan Holcim Indonesia tahun 2015, tambang agregat di Maloko adalah fasilitas sejenis satu-satunya dan terbesar di Pulau Jawa.Â
Mereka mengklaim menghasilkan 3 juta ton agregat berkualitas setiap tahun. Selain swasta, perusahaan pelat merah juga mengambil untung dari sana. Salah satunya adalah PT Prayoga Pertambangan dan Energi, berstatus BUMD Kabupaten Bogor. Mereka menguasai konsesi seluas 12,5 hektar, juga menurut Dinas ESDM Jabar.
Ada juga tercatat BUMN PT Waskita Beton Precast Tbk, anak usaha PT Waskita Karya (Persero) yang dibentuk pada Oktober 2014, menguasai lahan seluas 8,5 hektar. Menurut laporan tahunan 2018, selain di Rumpin, bisnis batu mereka juga ada di Pekalongan dan Sragen.Â
Total, seperti yang diungkapkan Ka. ESDM Jabar, jumlah perusahaan ini ada 64 sampai dengan akhir 2019. Sebanyak 53 teregistrasi sebagai perusahaan produsen andesit, sisanya pasir sampai galena atau galenit, mineral sumber utama perak. Uang hasil galian tambang ini turut berkontribusi terhadap PAD Kabupaten Bogor yang mencatatkan diri paling tinggi dibanding kabupaten lain di Jawa Barat sepanjang 2018-2021. Angkanya mencapai Rp 2,74 triliun.
PT Prayoga Pertambangan dan Energi sebagai BUMD yang belum maksimal. Perusahaan ini dilaporkan tidak lagi beroperasi dan terancam bangkrut.Â
Tapi angka itu belum maksimal sesuai potensi penambangan. Pemkab Bogor belum bisa mengatasi masalah terkait kinerjaDirut PT Prayoga Pertambangan dan Energi Radjab Tampubolon malah mem-PHK karyawan, kecuali satpam, di tanah berstatus Eldorado seperti itu dengan alasan klise perusahaan terus merugi. Pemkab Bogor pada akhirnya memutuskan menghentikan penyertaan modal untuk perusahaan sampai ada evaluasi dari manajemen.Â
Rajab pun dicopot dari jabatannya dalam RUPS tahun 2019. Melihat sepakterjang BUMD di tanah Eldorado seperti itu, kita pun curiga ada apa di balik uang trilyunan itu, apakah alasan merugi yang digembargemborkan hanyalah karena pita merah Eldorado itu sendiri. Sayang, info lebih jauh tentang ini masih belum terjangkau dan status perusahaan daerah itu pun masih jalan di tempat sampai sekarang.