Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Situs Watu Gong

5 Januari 2022   14:14 Diperbarui: 6 Januari 2022   20:53 2699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan situs Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang, setelah diamankan dengan bangunan pendopo. Foto : Parlin Pakpahan. 

Situs Watu Gong

Malang memang takkan Malang nasibnya apabila dapat menggalikembangkan kisah masa lalu mereka sebanyak mungkin. Kalau hanya sebatas zaman Londo atau zaman Belanda. Itu mudah, karena banyak rekam tertulisnya. Maka ke depan setelah Kayutangan Heritage yang sudah finish dikerjakan Pemkot Malang penghujung tahun 2021 lalu, tinggal bagaimana para akhli dapat membantu Walikota Malang dalam menyambungkan zona tugu dengan alun-alun kota. Jadilah dia obyek wisata kota tempo doeloe. Mudah bukan.

Lain halnya dengan rekam jejak kuno. Ini terbilang sulit. Di kota Malang situs yang terlihat jejaknya hanyalah situs Ken Arok dan Ken Dedes di Singosari. Ini pun masih harus ditapaki lebih jauh lagi oleh para akhli, sehingga bisa dinarasikan dengan sebaik-baiknya dalam buku sejarah, dan tentu situs penting itu tiba pada momentnya harus dipugar disesuaikan dengan hasil penggalian arkeologis atau dari folklore warga yang bisa disarikan kembali.

Selain situs Singosari, Malang juga punya prasasti penting lainnya yang belum jauh ditelusuri yi Prasasti Dinoyo tahun 760 M. Prasasti seperti itu di zaman sekarang hanyalah pernyataan singkat bahwa katakanlah gedung ini dibangun pada tahun bla bla bla, bertujuan bla bla bla, semoga gedung ini bermanfaat buat masyarakat dan ttd ntah Walikota, Bupati, Menteri atau Presiden. Bergantung apa dan bagaimana kepentingannya. Prasasti kuno yang kebanyakan tertulis di lempeng batu atau daun lontar, juga memuat hal semacam itu, tapi lebih rinci sedikit, seperti Prasasti Dinoyo yang copy-nya ada di UNM. Prasasti dimaksud teruntai  dalam beberapa bait. Pada bait ketujuh Prasasti Dinoyo tertulis adanya "pembangunan rumah besar untuk kaum Brahmana".

Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Di tengah kesejukan dan keterlenaan Malang, rupanya ada Dwi Cahyono seorang peneliti dari UNM Malang yang diam-diam berkutat mencoba memecahkan misteri rumah bagi kaum Brahmana yang disebut-sebut dalam prasasti kuno tersebut. Misteri itu terkuak setelah Dwi berhasil menemukan lokasi situs. Lokasi itu persisnya di area parkir belakang McDonald, Jln. MT Haryono atau bagian belakang Unibraw. Jln di samping McDee itu kemudian dinamakan Jln. Watu Gong sesuai dengan hasil temuan berupa batu-batu kuno yang ditempa berbentuk gong atau alat musik pentatonik Jawa. Bagian belakang McDee yang dilingkari pagar tembok itu terdapat bangunan seperti cungkup yang syukurnya belum diapa-apain McDee. Itulah situs yang selama ini ia cari.

Cukup sulit mengenali situs ini karena tertutup pagar tembok yang melingkar. Situs kuno yang kemudian dinamakan Watu Gong itu lokasinya kini masuk lahan milik McDee. Tepatnya di area parkir belakang pojok kanan, tepat di samping musholla milik resto cepat saji tersebut.

Mengutip wearemania.net salah satu warga asli Ketawanggede mengatakan bahwa situs kuno ini merupakan peninggalan kerajaan Kanjuruhan. Sebelumnya batu-batu kuno ini terbagi menjadi dua bangunan yang bersebelahan, namun salah satunya terbongkar dan sudah menjadi Musholla. Selain batu-batu berbentuk gong, dulu ada sebuah patung kecil yang sekarang kabarnya telah berpindah dan tersimpan di Gedung Kelurahan Ketawanggede selama puluhan tahun. Dulunya juga terdapat batu berbentuk lesung dengan ukuran besar memanjang. Namun karena kurangnya kesadaran masyarakat sekitar, batu lesung dan beberapa batu berbentuk gong itu hancur dan dipergunakan sebagai bahan pembangunan rumah warga.

Watu Gong MT Haryono, Lowokwaru, Malang. Foto : aremania.net
Watu Gong MT Haryono, Lowokwaru, Malang. Foto : aremania.net

Situs ini dikelilingi oleh tembok yang berukuran sekitar 5x5 meter. Pagar tersebut digembok dan kuncinya dipegang oleh pihak McDee. Dalam bangunan yang berbentuk cungkup itu terdapat belasan batu-batu yang berbentuk atau menyerupai gong, salah satu alat musik tradisional gamelan, yang bercampur dengan batu-batu biasa sekitar lokasi. Selain itu terdapat 3 batu besar berbentuk kubus dengan lubang bagian tengahnya. Yang masih disyukuri, McDee menyadari bahwa itu adalah situs kuno yang harus dirawat dan dilestarikan. Dan sejauh ini Watu Gong masih tergeletak aman di dalamnya.

Tapi bagaimana hubungannya dengan situs Watu Gong yang ada di bilangan Tlogomas tak jauh dari Perumahan Joyogrand. Yang ramai diberitakan justeru yang tersembunyi di belakang resto cepat saji McDonald's di belakang Unibraw, padahal materinya sama.

Watu Gong Tlogomas, Hibah Pemprop Jatim, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Watu Gong Tlogomas, Hibah Pemprop Jatim, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Semula temuan Watu Gong pada 1980-an di Tlogomas itu digeletakkan begitu saja oleh warga setempat di laman kosong. Temuan itu 12 batu bulat yang bentuknya mirip gong. Ketika ditemukan di pekarangan rumah penduduk jumlah Watu Gong 13 buah. Ditemukan pula bejana batu, lumpang, lesung, dan bata merah yang tebal. Diameter Watu Gong sekitar 80 centimeter dan tebalnya sekitar 30 centimeter

Kemudian temuan Tlogomas yang dilaporkan itu diambil pemerintah dan untuk mengamankannya dibangun semacam pendopo dan diresmikan pada tanggal 18 Juli 1985 oleh Eddy Slamet, Bupati Malang pada waktu itu, sebab Tlogomas semula menjadi bagian dari Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. 

Baru setelah pemekaran di era Otda 2000-an area Tlogomas itu masuk kedalam Kecamatan Lowokwaru kota Malang. Para sejarawan memperkirakan fungsi Watu Gong untuk umpak (alas tiang rumah/ batu sendi) sebuah bangunan rumah yang besar, karena di sekitar temuan Watu Gong banyak ditemukan bata merah tebal yang membentuk struktur lantai. Sedangkan batu berbentuk Bejana diduga sebagai tempat untuk menampung air.

Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Prasasti Dinoyo memang kaya tafsir dan ini selalu ada kaitannya dengan folklore warga. Budaya verbal atau turi-turian atau bercerita ini berlangsung dari masa ke masa dan tentu kalau tidak hati-hati akan selalu ada bias disitu. Tapi kalau kita jeli substansi setiap folklore takkan pernah berubah. Hanya bagaimana kita melihatnya dalam konteks zaman dengan memfilter bagian-bagian cerita yang ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi dalam perjalanan waktu. Lihat misalnya folklore lain yang terkait dengan prasasti Dinoyo sebagaimana penuturan Kusno seorang warga Watu Gong. 

Folklore itu berkisah tentang seorang Pangeran rupawan bernama Jananiya. Pangeran ini berasal dari Paredeh yang konon termasuk Kerajaan Mataram. Ia beristerikan puteri Utteyana. Sang Pangeran kemudian mewarisi Kerajaan Kanjuruhan peninggalan Prabu atau Raja Gajayana. Pangeran Jananiya dan permaisuri Utteyana konon memerintah Kerajaan Kanjuruhan dengan arief dan bijaksana, sehingga dicintai rakyatnya. Kisah romantik ini tak ada dalam Prasasti Dinoyo. Tapi bagaimanapun prasasti penting tersebut harus dicross-check dengan folklore yang masih hidup di tengah masyarakat Malang. Bukankah folklore tadi berbasiskan Kerajaan Kanjuruhan Malang tempo doeloe.

Situs Watu Gong Tlogomas yang dibangun Bupati Eddy itu kemudian direnovasi oleh Pemprop Jatim dan dihibahkan pada 2020 kepada warga Watu Gong di Kelurahan Tlogomas. Sedangkan situs serupa di belakang McDee MT Haryono, statusnya masih di tangan McDee. Sejauh batu-batu kuno itu aman, saya pikir tak masalah. Tapi bagaimanapun McDee harus secepatnya urun rembug dengan Pemkot Malang bagaimana agar situs tersebut bebas diakses masyarakat dengan penjaminan pemeliharaan dan keamanannya dari pihak Pemkot Malang. Win-win solution kan.

Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Boleh dibilang situs temuan Dwi Cahyono di belakang McDee MT Haryono adalah serupa dengan situs Watu Gong di Tlogomas. Yang berbeda adalah lokasinya terpisah kl 3 Km. Situs McDee dekat sungai Brantas tak jauh dari jembatan Soekarno-Hatta, sedangkan Situs Watu Gong Tlogomas terletak di ketinggian, juga tak jauh dari anak Sungai Brantas. 

Batu-batu yang ditempa seperti Watu Gong dan bejana tempat air itu terbuat dari batu Lava medium yang tak membesi seperti batu Andesit yang banyak ditemukan di Parungpanjang Bogor misalnya. Batu medium seperti itu tak sulit ditempa. Berbeda halnya dengan batu andesit yang keras tak ubahnya besi, sehingga sulit ditempa sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Temuan di kedua situs itu dikirakan akhli dari peradaban Jatim era Megalitikum atau zaman batu besar, mirip dengan megalith di Nias dan di Inggeris yi Stonehenge yang konon kalau lagi gerhana bulan posisi Stonehenge pas berada di tengah gerhana itu.

Sementara ini kita hanya tahu batu-batu besar zaman Megalith yang berbentuk Bejana itu diduga tempat untuk menampung air, sedangkan lesung batu dipastikan digunakan masyarakat Malang kuno untuk menumbuk padi. Temuan ini dikuatkan catatan adanya pembangunan rumah besar untuk Brahmana yang tertulis di prasasti Dinoyo tahun 760 Masehi pada bait ke 7. Nah, rumah-rumah kaum Brahmana inilah yang harus dilacak dalam penggalian-penggalian arkeologis berikut, agar setidaknya Prasasti Dinoyo bisa dibuktikan kesahihannya. Ini tentu PR buat Dwi Cahjono dkk dari UNM.

Watu Gong, Bejana tempat air, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan
Watu Gong, Bejana tempat air, Lowokwaru, Malang. Foto : Parlin Pakpahan

Karena bentuknya yang menyerupai alat musik Jawa, banyak sekali isu misteri yang dikaitkan dengan situs Watu Gong, utamanya di Tlogomas. Menurut kepercayaan warga sekitar, Watu Gong dianggap keramat karena batu-batu kuno yang mirip gamelan itu dianggap alat musiknya makhluk halus. Makhluk ini diyakini sebagai penjaga kampung Watu Gong. Konon beberapa warga sering mendengar suara gamelan (gong) pada malam hari yang berasal dari situs Watu Gong tersebut.

Namun, ketika saya mencoba membuktikannya tadi malam, memang sepertinya lamat-lamat ada suara gamelan di sekitar situs, tapi setelah sidak-sidik pengen tau, ee ternyata bunyi gamelan itu dari rumah salah seorang warga di dekat jembatan anak Sungai Brantas. Padahal saya sudah kepincut bener pengen banget kenalan atau salaman sama makhluk halus penjaga situs tersebut. Oalahh!

Joyogrand, Malang, Wed', Jan' 05, 2022

Tampilan situs Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang, setelah diamankan dengan bangunan pendopo. Foto : Parlin Pakpahan. 
Tampilan situs Watu Gong Tlogomas, Lowokwaru, Malang, setelah diamankan dengan bangunan pendopo. Foto : Parlin Pakpahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun