Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Natal 2021 dan Kampung Putih Malang

28 Desember 2021   14:29 Diperbarui: 29 Desember 2021   20:03 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lorong pas kenderaan roda dua di Kampung Putih, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Natal 2021 dan Kampung Putih Malang

Orang sibuk mau Natalan pada 24 Desember ybl, meski ada ancaman Omicron, saya malah harus ke bumi Arema atau kota Malang, Jatim. Ngelongok si bungsu Adrian Aurelius Pakpahan yang sudah kl 3 bulan ini di Malang. Masa bodohlah, pikir banyak orang, apalagi pemerintah tak jadi memberlakukan PPKM level 3. Tak kurang saling mengirim ucapan Natal pun sudah dimulai ketika saya pagi itu bersiap-siap berangkat ke setasiun Pasar Senen. Biasalah kenderaan kebangsaan kalau ke Malang yi KA Matarmaja.

 Tapi karena "peak seasons" ya ongkosnya lumayan halma yi Rp 260 ribu. KA Jayabaya lebih gendeng lagi Rp 560 ribu, apalagi KA Eksekutif Bima sudah sama dengan ongkos pesawat. Bagaimanapun itu adalah pilihan. 

Dan di setasiun masih ada satu lagi yang harus saya lalui yi test Antigen. Lumayan murah hanya Rp. 45 ribu ketimbang dilayani RS Swasta, praktek dokter yang juga melayani test antigen dan PCR, bahkan di RS Pemerintah sendiri. Tes antigen ala setasiun Pasar Senen ternyata cepat dan syukurlah hasilnya negatif alias tak ada masalah, meski masih terasa sakit dicolok hidung tadi. Lumayan dalam dicoloknya.

KA Matarmaja berangkat tepat waktu Pk.10.20. Diluar dugaan meski lapis terbawah dari berbagai pilihan tadi, ternyata Matarmaja Ok juga. Ada 9 gerbong kalau nggak salah. Semuanya gerbong tua, tapi sudah dipoles lumayan bagus.

 Duduk berhadapan dua-dua dan toiletnya bersih. Frequently KA isi air di setasiun-setasiun tertentu. Dan petugas kebersihan keliling secara berkala untuk mengumpulkan sampah dari kantong-kantong plastik yang disediakan KAI untuk itu. Kali ini poin untuk KA Matarmaja selaku transportasi massal untuk rakyat Ok banget setelah berabad-abad saya tinggalkan, karena ingat dulu : kumuhnya itu lo.

Kampung Putih Malang tampak atas. Foto : INDANA.
Kampung Putih Malang tampak atas. Foto : INDANA.

Setelah makan malam, saya pun tertidur nyenyak berkat AC KA yang bagus. Saya tiba di Malang juga tepat waktu yi Sabtu 25 Desember dini hari Pk. 02.24. Woaduh, karena terlalu dini hari, saya terpaksa nongkrong dulu di pintu timur dekat patung Singa Arema. Apalagi kalau bukan ngopi, sambil tunggu waktu Pk. 04.00. 

Maklumlah Adrian bakal kaget kalau dini hari itu saya sudah di Joyogrand, Merjosari, tak jauh dari kampus Unisma,  Uniga dan Unibraw. Pk 04.00 saya sudah di Grabcar dan merasa lega sampai di rumah yang lama kami tinggalkan itu. 

Rumah itu kami kontrakkan silih berganti kepada mahasiswa Unibraw, UMM dan siapapun selama kl 15 tahun. Sekarang Adrian sudah di istananya sendiri kl 3 bulan ini. Ia studi di salah satu Sekolah Tinggi Teknik Terapan di Malang.

Setelah istirahat full satu hari persis Natal 25 Desember 2021, maka esok paginya Minggu 26 Desember, meski masih terasa letih, saya keluar dengan online car ke Oen Corner di Jln. Ijen. Besar. 

Dapat sih sesuai pin map-nya. Tapi yang disitu sekarang adalah Kentucky Fried Chicken, bersebelahan dengan Starbuck Coffee. Oen sudah menghilang dari peredaran. 

Padahal saya ingat sekali Oen selaku tempat nostalgia Malang tempo doeloe. Kuliner khas Malang dan roti-roti basah Oen Corner adalah asli resep Belanda tempo doeloe. Tanpa pengawet. Pengawet natural mereka hanya gula secukupnya. 

Saya pun terpaksa cari pekerjaan lain yi hunting foto. Tapi sorry saya nggak foto Kentucky atau Starbuck. Ngapain. Yang utama saya foto adalah gereja Katedral, Simpang Balapan, Ijen Boulevard dan he he jepret ternyata Sekretariat Komunitas Fiat kota Malang tak jauh dari simpang Ijen Boulevard, termasuk menjepret tempat praktek akhli penyakit dalam dan pembuluh darah yi Professor Djanggan Sargowo. 

Rumah sekaligus tempat prakteknya terpaksa saya shot. Bagaimana tidak, dokter tua yang satu ini betul-betul orang kerja disamping sebagai professor di FK Unibraw, juga praktek di berbagai rumahsakit yang ada di Malang seperti Lavalette, RKZ, RSSA dll. Tangannya dingin kalau menangani pasien, kata arek Malang pada umumnya.

Lorong pas kenderaan roda dua di Kampung Putih, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Lorong pas kenderaan roda dua di Kampung Putih, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Bosan di Ijen Boulevard, saya pun meluncur ke arah Kayutangan di Jln. Basuki Rachmat. Ini yang selalu digambarkan sebagai pusat kegiatan ekonomi kota Malang tempo doeloe. Walikota sekarang pengganti Abah Anton yi Sutiaji ternyata tau itu. Ia terbukti pro pariwisata kota. 

Saya lihat sepanjang Jln Basuki hingga Toko Avia yang legendaris di persimpangan Basuki menuju Arjosari kalau lurus dan kembali ke Ijen Besar kalau belok kiri dan belok kanan ke Tugu Kota Malang yang sekarang lebih dikenal sebagai Tugu Jan Pieterszoon Coen, termasuk obyek foto di sekitar tugu seperti Balaikota, DPRD kota Malang, Hotel Tugu atau Splendid-Inn dan ke sebelah barat yi Setasiun Kota Baru Malang yi di Jln. Trunojoyo. 

Ya, saya lihat trotoar sisi kiri dan kanan sepanjang jalan Basuki Rachmat nyaris rapi dan pada jarak tertentu sudah disediakan bangku untuk duduk istirahat masing-masing 2 bangku berhadapan. 

Rancangannya keren tempo doeloe yang diinovasi sesuai zaman now. Pokoknya Ok banget dan kita bisa merasakan sejatinya Malang, yi hangat dan bersahabat. Sore hari duduk santai disitu bersama keluarga dan teman-teman selepas wisata kota lihat legacy masa lalu di bilangan alun-alun kota. Tentu asyik. Sapaan hangat pun akan bergulir: Piye kabar e rek?

Karena sudah kadung sampai Toko Avia, sayapun meluncur menuju RSSA. Tapi karena melihat RSSA semakin membesar, saya malah batal mengunjunginya. Saya hanya ingat RSSA yang adalah RSUP-nya Jatim ini selalu full proyek. Singkatnya tiada tahun tanpa proyek. Proyek inilah, proyek itulah. 

Dan kini RSSA semakin menjulang dan lahan parkir di sisi Basuki Rachmat kelihatannya dimakan juga untuk pelebaran RSSA. Itulah kalau full proyek. Sepertinya urusan BPJS - sebagaimana amanat konstitusi utamakan wong cilik - yang tak kunjung full pelayanannya. 

Itulah yang harus kita check dan recheck, termasuk di RSSA tentu. Setelah numpang ngopi di kaki lima RSSA, dimana saya lihat disitu ada plakat bertuliskan Paguyuban PKL Kampung Putih. Dan di belakangnya ada saya lihat gerbang dengan tulisan besar di atasnya Kampung Putih. Ini barangkali pelayanan RSSA buat wong cilik itu. He He. 

Tak ayal, saya pun segera melaju meninjau kampung yang terletak di bawah di sisi Sungai Brantas itu, dengan sebelumnya  mencoba menatapnya dari atas jembatan Celaket. Warna putih rumah-rumah wong cilik dari atas terlihat tak terlalu dominan. 

Saya hanya berpikir kenapa dulu atapnya nggak sekalian dicat putih, kan benar-benar jadi Kampung Putih seputih salju. Saya frequently mengikuti perkembangan Malang dari Jabodetabek. 

Proyek pemutihan jadi Kampung Putih itu terjadi kalau nggak salah tahun 2017 lalu ketika Mbah Mohammad Anton masih Walikota Malang. Ada konsep-konsep tematik terkait perkampungan kumuh di kota Malang. Sponsor utamanya lagi-lagi kalau nggak salah adalah PT INDANA singkatan dari Inti Daya Guna Aneka Warna, sebuah perusahaan cat yang tengah meroket di kota Malang, bahkan akhir-akhir ini sudah ekspor segala.

Kampung Putih (kn) dipisahkan Sungai Brantas dengan tetangga sesama RW 06 yi RT 05, 06 dan 07 (kr). Foto : Parlin Pakpahan
Kampung Putih (kn) dipisahkan Sungai Brantas dengan tetangga sesama RW 06 yi RT 05, 06 dan 07 (kr). Foto : Parlin Pakpahan

Lepas dari Jembatan Celaket saya bersegera menuruni gerbang Kampung Putih dan jeprat jepret kiri kanan dan kebetulan ketemu Pak RT Sumari. Kami ngobrol dan menurut Pak Mari Kampung Putih adalah bagian dari RW O6 yang meliputi 7 RT. 4 RT ada di Kampung Putih dan 3 RT lagi di seberang Sungai Brantas sampai batas gedung BCA. Jadi kedua kampung dipisah Sungai Brantas yang cukup panjang berkelak-kelok melewati kota Malang.

Lagi menurut Pak Mari jumlah warga dari ke-4 RT di Kampung Putih kl 200 KK. Populasinya kl 800-an jiwa. Cukup rapat warga disini, memanjang dari titik Basuki hingga ke Pasar Bunga, cermati saja jika anda mengikuti lorong-lorong Kampung Putih sampai ke kolong jembatan Kahuripan sebagai pembatas Kampung ini dengan Pasar Bunga kota Malang, demikian Pak Sumari.

Pekerjaan warga utamanya betul PKL seperti tampilan mereka di trotoar RSSA, termasuk tentu di titik-titik lain seperti Pasar Besar Malang dan Alun-alun Malang di titik Basuki Rachmat. Tapi ada warga yang bekerja formal sebagai PNS, pegawai swasta, pramuniaga di toko-toko dan buruh-buruh serabutan. 

Menurut Pak Mari, juga ada yang pengangguran, meski tak banyak. Kesemua warga Kampung Putih itulah barangkali bagian dari yang disebut-sebut oleh Faisal Basri baru saja sebagai kl 148 juta rakyat Indonesia yang hidupnya masih pas-pasan. 

Inipun masih ada stratanya tentu. Penduduk Indonesia totalnya sekarang kl 275 juta jiwa. Seraya urut dada di bumi Arema ini, semoga dalam kondisi pas-pasan itu, tutup buku tahun 2021 ini pemerintah dapat menyelesaikan target vaksinasi nasional sebesar 75%. Artinya 206 jutaan manusia Indonesia sudah harus selesai divaksin tutup tahun ini. 

Kita hanya bisa berharap -- kalau memang target nasional itu tercapai - kekebalan nasional itu dapat membentengi bangsa ini dari ancaman pandemi Covid-19 yang belum juga keluar dari pandemic time kita. Baru saja Kemenkes siaran live via Kompas TV kasus Omicron sampai hari ini Selasa 28 Desember 2021 sudah 47 kasus. 46 warga asing dan 1 orang warga lokal. 

Meski lokal hanya satu, tapi ke-46 warga asing yang sedang di karantina sekarang ini kalau tidak terkawal dengan baik, mereka akan menjadi kawanan penular yang sangat berbahaya bagi kita.

Belakang Pasar Bunga, dekat Splendid-Inn, Malang. Jembatan Kahuripan adalah tapal batasnya dengan Kampung Putih. Foto : Parlin Pakpahan.
Belakang Pasar Bunga, dekat Splendid-Inn, Malang. Jembatan Kahuripan adalah tapal batasnya dengan Kampung Putih. Foto : Parlin Pakpahan.

Lepas dari itu, saya mencoba melihat lebih jauh lagi Kampung Putih ini. Apa pengembangan konsep tematik untuk pemberdayaan kampung-kampung kumuh di Malang 2017 lalu hanya untuk katakanlah memulihkan tampilan kusam berdosa. 

Lihat Kampung Warna Warni, Kampung Biru dst. Kemudian si pendosa itu kita cat putih atau apapun, maka terhapus sudah segala deritanya di portibi atau dunia ini. Berdosa karena pas-pasan atau defisit melulu. Saya pikir itu memang dosa kolektif anak manusia yang tak mudah diberantas begitu saja dengan mantera sim sala bim.

Apa yang saya lihat di Kampung Putih ya seperti itu. Tak ada mantera apapun yang akan memulihkannya dari kekusaman dosa karena faktor ekonomi. Kepariwisataan kota memang salah satu pengungkit. Itu pasti. Tapi untuk bisa mendongkrak warga, itu tak mudah. Terbukti hanya pada awalnya saja ada yang penasaran apa mengapa dan bagaimana Kampung Putih itu. 

Maka pengunjung yang berwisata kota lumayanlah. Tapi sekarang nyaris nggak ada lagi, kecuali warga setempat yang keluar masuk karena "golek mangan", kata wong Jowo. Apakah ada perubahan signifikan yang dapat mendongkrak mereka dari dosa brengsek karena kekumuhan dan kemiskinan mereka. Ada, boleh jadi, Tapi yang pasti signifikansinya dengan pemutihan si pendosa jelas nehi.

Sungai Brantas yang berkelak-kelok panjang melewati kota Malang memang DAS yang sudah lama kanan-kirinya banyak dihuni warga. Ini terus ber-evolusi. Secara teoritis seharusnya tak ada. Tapi anggaplah mereka ibarat benalu yang nenclok di pohon beringin. Sejauh tak merusak pohon, ya biarkan saja. Inilah barangkali kata-kata bijak legacy buat kita semua di kota manapun, meskipun dalam hati saya mengumpatnya sebagai tak bijak.

Sebuah lorong di Kampung Putih. Foto : Parlin Pakpahan.
Sebuah lorong di Kampung Putih. Foto : Parlin Pakpahan.

Saya pikir kalau perkampungan kumuh pinggir Sungai semacam ini mau dijadikan obyek wisata yang benar, sungainya dululah yang dinormalisasi dari hulu sampai ke hilir. Jangan pernah lagi ada sampah disitu, tak boleh lagi ada warga yang dibiarkan membangun pondok liarnya persis di bibir sungai. Harus ada semacam spasi kosong yang tak boleh diduduki. Kalau warga seenaknya menduduki bibir sungai, tentu berbahaya di saat musim penghujan. 

Sudah cukup banyak kejadian longsor di sepanjang Sungai Brantas yang berkelak-kelok melalui kota Malang. Inilah yang harus ditertibkan dengan tentu warga tetap bisa bermukim disitu sebagai bagian dari konservasi Sungai Brantas, dimana warga berkesadaran untuk menjaga dan merawatnya, seperti menanam pohon kanopi yang akarnya bisa menjadi konstruksi alam penahan longsor. 

Dan secara formal pemerintah setempat bisa melahirkan banyak proyek konstruktif seperti penyangga longsor dengan konstruksi basah yang berbobot. Bukankah ada akhlinya tetangga kita sendiri yi ITS yang sangat berkeakhlian soal konstruksi basah untuk sungai dan sebangsanya.

Saya yakin dengan normalisasi Sungai Brantas yang melalui kota Malang yang banyak dihuni warga itu, tiba saatnya nanti Sungai itu justeru diminati orang untuk katakanlah berperahu arung jeram di sepanjang Sungai Brantas, termasuk ketika melalui Kampung Putih. 

Para wisatawan pasti mau berkunjung ke destinasi wisata tematik seperti Kampung Putih, karena tak lagi kumuh dan Sungai Brantas pun sudah bersih dari segala macam sampah. Kan asyik.

Sekarang ini? Sial, saya saja hampir terpeleset ketika menyusuri Kampung Putih hingga ke tapal batas menuju Pasar Bunga di bawah Jembatan Kahuripan. Ada masalah disitu, air ntah dari mana terpancur dari konstruksi jembatan itu sendiri. Padahal itu jembatan peninggalan wong Londo yang biasanya tahan banting. Nah ini hanya bukti bahwa Pemkot Malang tidak mewaspadainya, karena inspeksi sungai yang dilakukan DPUPR setempat ternyata nehi.

Akhir kata bye Kampung Putih, sekarang saya menyeberang ke Pasar Bunga dari kolong Jembatan Kahuripan. Tak ada kata lain, gegara Kampung Putih saya untuk ke sekian kalinya mau menikmati aneka bunga yang indah di Pasar Bunga kota Malang, tak jauh dari Tugu Jan Pieterszoon Coen, Balaikota dan Splendid-Inn.

Joyogrand, Malang, Tue', Dec' 28, 2021

Logo Kampung Putih rancangan dan buatan Indana di tengah perkampungan. Foto : Parlin Pakpahan.
Logo Kampung Putih rancangan dan buatan Indana di tengah perkampungan. Foto : Parlin Pakpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun