Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cagar Alam Cornelis Chastelein: Pertama di Indonesia

27 November 2021   17:29 Diperbarui: 27 November 2021   17:33 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Legacy Yang Tergusur Zaman

Perkembangan Depok setelah Otda diberlakukan tahun 1999 lalu luarbiasa pesat. Depok membesar dengan jumlah populasi sekarang kl 2,5 juta jiwa dan densitas penduduk per Km sudah overload, kl 12.452 jiwa per Km2 untuk wilayah otonom seluas 200,29 Km2.

Depok yang tadinya hanyalah salah satu kecamatan di kabupaten Bogor - setelah dimekarkan kl 20 tahun lalu menjadi kota otonom dengan 11 wilayah kecamatan dalam administrasi pemerintahannya - sekarang sudah menggembung bahkan overweight dalam artian sudah melampaui apa yang dipersyaratkan Otda yi keseimbangan ekologis.

Wilayah hutan legacy Chastelein yang semula kl 7 Ha itu berangsur-angsur mengalami penyempitan akibat pertumbuhan permukiman di sekitarnya. Bahkan ada yang menaksir paling banter luasnya sekarang hanya tinggal kl 3 Ha. Selain itu, keanekaragaman hayatinya boleh dikatakan sudah nyaris punah, sehingga dinilai tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai kawasan cagar alam.

Perkembangan Depok dinilai tidak lagi kondusif bagi kelestarian Cagar Alam Chastelein. Maka pada 1999, melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Cagar Alam Chastelein diubah statusnya menjadi Tahura atau Taman Hutan Raya. Kini, Tahura dikelola Pemkot Depok untuk tujuan pelestarian berbagai macam flora dan fauna, baik endemik Tahura atau bukan endemik. Di samping itu, Tahura dimanfaatkan bagi kepentingan umum untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Prasasti dari BLH setempat  yang di bagian penghujung sudah tidak relevan lagi; Cagar Alam Chastelein, Depok Lama. Foto : Parlin Pakpaha
Prasasti dari BLH setempat  yang di bagian penghujung sudah tidak relevan lagi; Cagar Alam Chastelein, Depok Lama. Foto : Parlin Pakpaha

Cagar Alam Pertama di Indonesia

Siapa sangka Depok-lah yang pertama menerima kehormatan sebagai Kawasan Cagar Alam di Indonesia, persis di sebuah kantong legacy Cornelis Chastelein di Jln. Cagar Alam Raya, Pancoran Mas, Depok Lama.

Tanah legacy Chastelein itu sudah tepat sebagai paru-paru kota Depok yang menerima luberan polusi dari Jakarta dan dari internal Depok sendiri. Tapi jauh sebelum Depok berkembang di era Otda, spekulan tanah bahkan mafia tanah banyak yang bermain untuk menggerogoti legacy  Chastelein. Tak heran di kantong-kantong Chastelein di kitaran Jln. 

Pemuda dan Jalan Siliwangi, banyak terlihat keturunan non-Depok Bolanda tempo doeloe bahkan mereka yang sempat mau menghabisi Kaoem Depok di awal revolusi kemerdekaan. Cukup banyak keturunannya kini menguasai bedeng-bedeng yang kini direntalkan atau dijadikan ATM puak mereka. Kalau area Stadel atau Setasiun Depok Lama tak usah lagi disebut, karena semua legacy Chastelein yang ada disitu sudah berpindahtangan dari Kaoem Depok ke para petualang dari luar Depok yang kini telah settled di area Stadel. 

Demikian juga di Margonda yang telah berubah jadi kantor Pemkot Depok, ITC, Apartemen Saladdin, Ramayana dan eks terminal sebelah ITC yang kini sedang dibangun untuk menjadi salah satu pusat niaga Depok dst. Apalagi kawasan cagar alam yang ntah ditahurakan sekalipun, kalau dilihat tampak satelit dari google map, lahan yang tinggal 3 Ha itu sudah terkepung dari segala penjuru oleh kepentingan ekonomi-bisnis ntah itu perumahan, area niaga dst.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun