Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Cagar Alam Cornelis Chastelein: Pertama di Indonesia

27 November 2021   17:29 Diperbarui: 27 November 2021   17:33 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rotan endemik Jawa Barat, diameter 2-5 Cm, dilindungi duri-duri yang keras dan tajam; Cagar Alam Chastelein, Depok Lama. Foto : Parlin P

Cagar Alam Cornelis Chastelein : Pertama di Indonesia

Selayang Pandang Depok Bolanda

Depok yang adalah singkatan dari "de Eerste Protestante Organisatie van Chistenen" ("the First Protestant Organization of Christians"), dimana tempo doeloe Cornelis Chastelein menjadi tuan tanahnya dengan otoritas yang mandiri dari otoritas pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menjadikan daerah Depok sebagai "het gemeente bestuur van het particuliere land" (the municipal administration of the private land), sebagai pengakuan atas otoritas Cornelis Chastelein di daerah Depok.

Depok Bolanda sebuah kantong historis Cornelis Chastelein bukanlah bagian dari sebuah kota besar. Berawal pada akhir abad ke-17 ketika seorang saudagar Belanda, bernama Cornelis Chastelein (1657-1714) membeli tanah di Depok seluas 12,44 km2 (1.244 Ha) atau hanya 6,2% dari luas Kota Depok yang saat ini luasnya 200,29 km2.

Status tanah itu adalah tanah partikelir (pribadi) terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Cornelis Chastelein tercatat menguasai Depok sejak tahun 1696 hingga wafat pada tahun 1714. Dalam bukunya "Invallende Gedagten ende aenmerckinge over de Colonin" (Invading Thoughts and Notes on the Colonies), yang terbit pada 1705, Chastelein menyebut bahwa dia membeli lahan perkebunan 1.240 hektar di selatan Batavia pada 18 Mei 1696 yang kemudian dinamainya sebagai Depok.

Chastelein kemudian mewariskan seluruh lahannya di wilayah Depok itu kepada 12 budak-budaknya yang dinamainya al Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Zadokh, kecuali kl 7 Ha hutan tak jauh dari Stadel atau Setasiun Depok Lama sekarang.. Keturunan dari nama-nama yang kemudian menjadi marga itulah kini yang disebut sebagai "Kaoem Depok" atau Depok Bolanda.

Dalam wasiatnya bertanggal 13 Maret 1714, dituliskan bahwa lahan hutan tersebut tidak boleh dipindahtangankan dan harus dikelola sebagai cagar alam. Barulah pada awal abad 20, tepatnya pada 31 Maret 1913, lahan tersebut diserahkan ke Pemerintah Hindia Belanda untuk dikelola Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Vereeniging tot Natuurbescherming).

Setelah Chastelein meninggal pada tanggal 28 Juni 1714 tanah tersebut kemudian dihibahkan kepada pemerintah Hindia Belanda, selanjutnya kawasan ini ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7 tanggal 13 Mei 1926 (Staad Blaad No. 245). Kawasan ini merupakan kawasan cagar alam pertama yang ditetapkan dan kemudian menjadi cikal bakal ditunjuknya Kawasan Cagar Alam lainnya di Indonesia.

Pada tanggal 4 Agustus 1952 Pemerintah Indonesia memberikan ganti rugi tanah di Depok, sehingga seluruh tanah partikelir Depok menjadi Hak Milik Pemerintah Indonesia, kecuali hak eigendom atau hak milik dan beberapa bangunan seperti gereja, sekolah, pastoran, balai pertemuan dan pemakaman. Sejak itu Kawasan Cagar Alam Cornelis Chastelein, Pancoran Mas, Depok Lama, dikelola oleh pemerintah Indonesia.

Rumpun Bambu endemik Jawa Barat; Cagar Alam Chastelein, Depok Lama. Foto : Parlin Pakpahan.
Rumpun Bambu endemik Jawa Barat; Cagar Alam Chastelein, Depok Lama. Foto : Parlin Pakpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun