Beberapa penelitian memang pernah dilakukan untuk pengembangan produk berbahan dasar daun Bangun-Bangun, seperti pembuatan minuman ringan Bangun-Bangun, kapsul Bangun-Bangun, susu, risoles Bangun-Bangun, sayur Bangun-Bangun siap saji dalam kemasan; serbuk siap saji untuk PMT (Pemberian Makanan Tambahan) ibu menyusui dan Siomay Bangun-Bangun.
Lagi-lagi yang disesalkan upaya itu juga tak berlanjut dan lari-lari di tempat alias hanya tersimpan di lemari arsip universitas atau lembaga swadaya atau terhenti di komunitas profesi tertentu saja. Kita hanya tahu bahwa itu pernah dilakukan dalam rangka memberi nilai tambah pada Bangun-Bangun disertai harapan masyarakat akan dapat menerimanya. Apabila penelitian itu sukses besar dalam penerimaan masyarakat, maka betapa dahsyat pasar Bangun-Bangun yang bakal terbentuk di negeri ini.
Berpulang ke pariwisata Toba
Bangun-Bangun yang tempo doeloe diawali di tano Batak sebagai kuliner. Bisa disayur santan begitu saja dengan ditambah irisan tomat, sedikit rasa pedas dan garam secukupnya. Inipun sudah enak. Apalagi kalau digunakan sebagai pelengkap gulai ayam, sop sapi atau ayam. Ini akan lebih enak lagi karena sudah mengandung kaldu lezat dari ayam atau sapi.
Sayang pengembangannya sebagai kuliner yang diinovasi belum sampai ke tangan para chef terdidik di kepariwisataan kita. Bangun-Bangun lebih digalakkan promosinya sebagai herbal medicine. Maka kalangan luas lebih memandangnya sebagai herbal medicine. inipun pada kenyataannya mandeg, sekalipun sudah cukup banyak penelitian komprehensif yang dilakukan terhadap Bangun-Bangun seperti yang dirintis secara modern oleh Prof. Rizal Martua Damanik dari IPB Bogor.
Kita terpaksa memulangkan ini semua kepada dunia pariwisata Toba yang kini sudah mulai berkembang dengan baik. Siapa tahu di tangan para Ibu-Ibu Tano Batak, ada Inovasi lanjutan dalam dunia kuliner setelah jauh sebelumnya hanya menggunakan Bangun-Bangun sebagai pemicu ASI Ibu. Bagaimana kalau ditingkatkan menjadi salah satu kuliner yang dapat dibranding atas nama kuliner Toba.
Bukankah branding sebuah destinasi wisata bergantung pada potensi dan keunggulan komparatif daerahnya seperti kuliner, budaya masyarakat, selain obyek wisata alam yang jelas-jelas dalam hal ini adalah Danau Toba dan Batangtoru Forest.
Siapa tahu dari kuliner Bangun-Bangun, ekonomi kreatif dalam kepariwisataan Toba akan berkembang lebih pesat lagi. Dan di atas segalanya mental anak bangsa dapat diperbaiki agar lebih menghargai bahkan menghormati legacy leluhurnya sendiri.
Depok Bolanda, Tue', Nov' 23, 2021
Referensi :
Pengamatan pribadi di lapangan selama 10 tahun terakhir