Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tol Bocimi: Mimpi dan Kedahagaan

18 November 2021   21:13 Diperbarui: 19 November 2021   05:52 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air terjun di Geopark Ciletuh, Sukabumi. Foto by IDN Times.

Bogor-Sukabumi (kl  68 Km) tercatat berwaktu tempuh kl 5 jam. Para pejalan bermobil selama ini terseok-seok karena harus melewati belantara industri di kawasan Kabupaten Sukabumi mulai dari Cicurug hingga Cibadak, bahkan Cisaat yi pinggiran wilayah kabupaten Sukabumi yang berbatasan dengan bagian barat kota Sukabumi. 

Itu semua full kenderaan nggak roda dua, roda empat, sampai tronton yang gede-gede. Tol Bocimi kalaulah selesai ntah kapanpun itu, akan memangkas waktu tempuh 5 jam itu menjadi menjadi hanya 1/2 - 3/4 jam saja. Apa boleh buat, efisiensi seperti itu baru sebatas mimpi. Pastinya tol itu sampai detik ini baru sampai Cigombong dan diresmikan Presiden Jkw awal Desember 2018. Itu saja sudah 3 tahun ke belakang.

Teringat perjalanan Minggu 25 Oktober lalu, ketika Saya dan isteri terburu-buru ke Sukabumi untuk melayat dan memberangkatkan adikku tercinta Niniek br Pakpahan (O. Alana boru) yang dini hari sebelumnya dinyatakan meninggal di RSUD R. Syamsudin, SH karena ya penyakitnya yang memang sudah complicated ya asma, ya rheumatoid dst.

Kami berangkat meninggalkan Jakarta kl Pk. 08.00 dengan Ertiga yang masih gres. Memasuki tol Bogor-Cigombong setelah melintasi underpass Ciawi memang nggak ada masalah. Ngegeleser dan sekelebatan rasanya menempuh jarak 15-16 Km Tol Bocimi seksi pertama yang sudah diresmikan Jkw sejak 3 tahun lalu itu. 

Nah keluar pintu tol Cigombong lalu ke Cicurug yang hanya 9,5 Km. Aduh biyung mulai lagi merayap seperti pengalaman ke Sukabumi selama ini melalui jalan tradisional. Belum lagi kemacetan di Cicurug, juga Cibadak, juga Cisaat. Sesudah melewati gereja HKBP persis di batas kota sebelah barat. Kami pun baru bisa bernafas dan saat itu waktu menunjukkan Pk 13.30. Coba, betapa repotnya urusan waktu dalam perjalanan ke Sukabumi ini hanya gegara baru ber-tol sampai Cigombong doang.

Tapi bagaimanapun itu, kami sempat mengikuti acara pemberangkatan adikku di rumahnya di Jln. Rumahsakit No. 1 nyaris berhadapan dengan RSUD R. Syamsudin, SH. Kulihat adik iparku Lucky Noor Lukman bersama 4 keponakanku sudah disitu, juga dari pihak keluarga besar kedua belah pihak sudah ada representasinya dalam acara pemberangkatan almarhumah. Sekitar Pk 14.00 adikku sudah selesai dikebumikan di pemakaman keluarga di Jln raya Selabintana sekitar titik Parungsea sesuai google map.

Air terjun di Geopark Ciletuh, Sukabumi. Foto by IDN Times.
Air terjun di Geopark Ciletuh, Sukabumi. Foto by IDN Times.

Menelusuri Fakta dan Masalah

Kembali ke laptop untuk menelusuri ada apa dengan Bocimi. Lagi-lagi O Biyung eh nggak deng diganti O Amang saja, pembangunan jalan tol Bocimi rupanya sudah ditetapkan sejak tahun 1997 dan sudah beberapa kali ganti investor. Artinya, Bocimi sudah 24 tahun dalam, mengutip istilah Batak, "nipi ni par sendor" atau mimpi tukang cendol. Jalan tol yang dikirakan hanya sepanjang 54 km itu ternyata telah memiliki sejarah panjang, dari mangkrak, hingga gonta-ganti investor.

Membaca data BPJT (Badan Pangatur Jalan Tol), sebagaimana dikutip Finance Detik Com, diketahui pemenang lelang investasi jalan tol yang diperkirakan bakal menelan biaya Rp 7,7 triliun itu telah ditetapkan sejak tahun 1997. Namun, tanda tangan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) oleh Konsorsium Bukaka Teknik Utama baru dilakukan pada tahun 2007, atau berselang 10 tahun sejak penetapan pemenang.

Konsorsium saat itu berkomposisi PT Bukaka Teknik Utama sebesar 35%, PT Graha Multitama Sejahtera 32,5% dan PT Karya Perkasa Insani (menguasai 32,5% saham PT Trans Jabar Tol). Itulah pengelola Jalan Tol Bocimi. Meski PPJT sudah diteken, namun pekerjaan konstruksi belum juga dikerjakan. Baru pada April 2011, pencanangan atau yang umum dikenal dengan istilah groundbreaking jalan tol Bocimi dilakukan.

Tapi itulah, pekerjaan konstruksi tak juga dimulai. Malah pada tahun 2011 itu juga terjadi perubahan struktur pemegang saham. Grup Bakrie menjadi pemegang saham pengendali atas PT Trans Jabar Tol. Komposisi pemegang saham pada oper alih berikut ini adalah Bakrie Toll Road 60%, PT Marga Sarana Jabar 25% dan PT Bukaka Teknik Utama 15%. Dengan pemegang saham baru, groundbreaking kedua tol Bocimi dilakukan pada Desember 2011. Namun, hal ini tak memberi banyak perubahan. Konstruksi tol Bocimi tetap belum bisa dilakukan.

Tahun 2014, Grup MNC mengakuisisi PT Bakrie Toll Road yang merupakan anak usaha Grup Bakrie yang menguasai 5 ruas jalan tol termasuk Bocimi. Bakrie Toll Road pun berganti nama menjadi MNC Toll Road. Sejak saat itu, penguasaan tol Bocimi secara resmi berpindah tangan dari Grup Bakrie ke Grup MNC. Pasca pengambilalihan, Grup MNC menargetkan groundberaking ketiga bisa dilakukan pada awal tahun 2015. Sayang, hal itu urung dilakukan hingga akhirnya terjadi lagi-lagi perubahan pemegang saham.

Tahun 2015, PT Waskita melalui anak usahanya Waskita Toll Road secara bertahap mengambil alih kepemilikan jalan tol-jalan tol yang dikuasai MNC Toll Road. Pengambilalihan dilakukan dengan cara membentuk perusahaan patungan antara MNC dan Waskita yang diberi nama MNC Trans Jawa Toll Road.

Air terjun di Geopark Ciletuh, Sukabumi. Foto by IDN Times.
Air terjun di Geopark Ciletuh, Sukabumi. Foto by IDN Times.

Terakhir, saham MNC Trans Jawa Toll Road diakuisisi sepenuhnya oleh Waskita Toll Road sehingga anak usaha BUMN ini menjadi pemilik utama sejumlah jalan tol yang di dalamnya terdapat jalan tol Bocimi. Struktur pemegang saham PT Trans Jabar Tol pun berubah lagi menjadi, PT Waskita Toll Road sebesar 81%, PT Bukaka Mega Investama sebesar 10,14% dan PT Jasa Sarana menguasai 8,22%.

Tak terbodoh lagi terlalu lama seperti perioda o'on sebelumnya, pada Pebruari 2015, groundbreaking dilakukan untuk konstruksi seksi I jalan tol Bocimi dengan rute Ciawi-Cigombong sepanjang 15,3 Km. Groundbreaking kali ini menjadi groundbreaking terakhir karena sejak saat itu, pekerjaan fisik jalan tol mulai benar-benar menunjukkan wujudnya. Juni 2016, Jkw mengunjungi proyek jalan tol ini dan memerintahkan pembangunan jalan tol Bocimi segera dikebut dan awal Desember 2018 Jkw meresmikan penggunaan Tol Bocimi seksi 1 Ciawi-Cigombong.

Taman Wisata Selabintana, Sukabumi. Foto by penawisata.com
Taman Wisata Selabintana, Sukabumi. Foto by penawisata.com

Berkembang dalam keterjepitan

Jalan Tol Ciawi-Sukabumi yang panjangnya 54 Km itu, dibagi menjadi empat seksi, yaitu : Seksi I Ciawi-Cigombong 15,3 km, Seksi II Cigombong-Cibadak 11,9 km, Seksi III Cibadak-Sukabumi Barat 13,7 km, serta Seksi IV Sukabumi Barat-Sukabumi Timur 13 km.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, sebagaimana dikutip Liputan 6 com,  mengatakan, pembangunan Tol Ciawi-Sukabumi merupakan inisiasi awal pembangunan Jalan Trans Jawa bagian selatan. Tol Ciawi-Sukabumi akan diteruskan hingga ke Cianjur terus ke Padalarang. Kemudian dari Bandung, Tasikmalaya hingga Cilacap dan akan dilanjutkan hingga Yogyakarta.

Tapi prediksi Kementerian PUPR bahwa keseluruhan Tol Ciawi-Sukabumi akan selesai pada 2021. Itu lagi-lagi kandas meski tak perlu lagi dikatakan disini sebagai "nipi ni par sendor".

Tak heran Kota dan Kabupaten Sukabumi yang cukup luas itu selama  40 tahun terakhir ini membangun dalam keterjepitan. Pada dekade 1970-an Sukabumi masih longgar banget dan serba nyaman sebagai kota dan kabupaten legacy Belanda. Untuk sekadar contoh, sebut saja Farid Hardja dengan grup band Bani Adam, Deasy Ratnasari si Tenda Biru, Karlina Leksono si akhli astrofisika. Semuanya itu anak Sukabumi. 

Farid malah masih berdarah Belanda. Saya teringat di masa awal remaja di Sukabumi sebelum Farid Berjaya di Bani Adam, ia paling jago menyenandungkan lagu-lagu Engelbert Humperdinck seperti There Goes My Everything. Lagu langka lainnya yang sudah hilang misalnya Jesamine dari The Casual. Farid Ok banget disitu. Farid pun menghilang di cakrawala nasional usai ngejreng dengan Karmila. Itulah dekade 1970-an, dengan sekadar cuplikan bahwa Sukabumi tempo doeloe itu indah dan anak-anaknya pintar dan berseni.

Dekade 1980-an dst inilah awal akumulasi masalah untuk kota dan kabupaten Sukabumi. Di satu sisi urbanisasi tiada henti dari daerah yang membuat kota Sukabumi yang tadi nyaman asri menjadi padat berjejal. Kota mungil yang indah itu dalam perjalanan waktu jadi nggak keruan lagi tata kotanya, sampai-sampai pemakaman umum ex Belanda yi Kerkhoff di pinggir kota dikanibal ntah itu batu-batu pualam ex meneer dan madame Bolanda, bahkan Pemkot Sukabumi sendiri menggunakan sebagian lahan itu untuk UPTD Persampahan pada Dinas Kebersihan Pemkot. 

Ya, satu per satu yang namanya histori itu mulai m'rutul. Lihat lagi misalnya setasiun KA Sukabumi yang terjepit habis oleh pasar tradisional Pelita yang sumpek bukan main, apalagi parkiran kenderaan roda dua memanjang di Jln Kapten Harun Kabir yang adalah salah satu akses ke pasar Pelita. Ke arah Selabintana sepanjang kl 7 Km, masih juga belum berupa atau tertata dengan baik.Andalannya masih yang itu-itu juga Taman Wisata Selabintana ex Bolanda.

Dekade 1990-an sampai sekarang kota Sukabumi muntah, demikian juga kabupatennya yang cukup luas, juga muntah. Muntahannya ya di kecamatan sepanjang jalan tradisional Sukabumi-Bogor, mulai dari Sukaraja di bagian timur kota Sukabumi, hingga Cisaat di bagian barat kota. Dan di area kabupaten mulai dari Cibadak, Parungkuda, hingga Cicurug. Belum lagi pelemparan area industri yang semula menumpuk di Jakarta dan Bogor, sebagiannya dialihkan ke Sukabumi seperti Cikembar, Cibadak, Cicurug dan Parungkuda. Berpadu dengan dampak dari pertumbuhan penduduk yang sudah seperti deret ukur, maka jadilah Sukabumi semrawut dan macet everywhere seperti sekarang.

Belum lama ini telah dikembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Sukabumi. Kawasan itu akan dijadikan pusat industri teknologi di Tanah Air. Lahan seluas 888 hektar di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi telah dipilih sebagai lokasi yang disebut Bukit Algoritma.

Kawasan tersebut dipilih di samping kedekatannya dengan ibukota, juga karena adanya infrastruktur pendukung yang sedang dibangun seperti akses Tol Bocimi, Pelabuhan Laut pengumpan Regional (PLPR) Wisata dan Perdagangan Pelabuhan Ratu, Bandara Cikembar yang akan dibangun, dan Double Track KA Sukabumi-Bogor-Bandung. 

Budiman Sudjatmiko selaku Ketua Pelaksana kepercayaan Jkw menyebut Bukit Algoritma diharapkan dapat menjadi pusat penelitian dan pengembangan teknologi, serta pusat pengembangan sumberdaya manusia di masa depan. Kawasan ini, kata Budiman, akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut, seperti misal kecerdasan buatan, robotik, drone (pesawat nirawak), hingga panel surya untuk energi yang bersih dan ramah lingkungan.

Tapi lagi-lagi bagaimanapun visi jauh ke depan itu melesat dalam kata-kata di hadapan kita, semuanya itu tetap terjepit dalam keberlarutan finishing jalan tol Bocimi. Apalagi 25 destinasi wisata andalan Sukabumi yang sudah masuk buku-buku traveling nasional seperti Geopark Ciletuh yang meliputi 8 kecamatan dan 74 desa; 

Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabandungan; Kampung Ciptagelar, Cisolok, seperti Kampung Naga di Tasikmalaya; Situ Gunung, Kadudampit; Jembatan Gantung Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango; Pantai Pelabuhan Ratu; Pantai Ujung Genteng; Pantai Batu Bintang; Pantai Cimaja; Pantai Citepus; Pantai Cibangban; Pemandian Air Panas Cisolok; Water Park Pelabuhan Ratu; Rafting Citarik; Tebing Panenjoan, Ciemas; Wisata Gunung Sunda, Cisaat; Bukit Karang Para, Kebon Manggu; Gua Lalay (Kalelawar), Pelabuhan Ratu; Gua Buniayu, Nyalindung; Danau Bacan, Cikembar; Curug Cigangsa, Ciletuh; Curug Awang, Ciletuh; Curug Sawer, Situ Gunung; Curug Cimarinjung, Ciemas; Curug Cikaso, Surade. Itu semua sulit disayang karena tak begitu dikenal, gegara mandegnya tol Bocimi untuk aksesibiltas kepariwisataan di DTW Sukabumi kota maupun Kabupaten.

Gunung Gede-Pangrango. Foto by Andang Kosasih, Flickr Photography.
Gunung Gede-Pangrango. Foto by Andang Kosasih, Flickr Photography.

Tak Ada Kendala : Klise atau Bagaimana

Soal pembebasan lahan yang banyak dituding sebagai faktor penghambat utama kelancaran pembangunan jalan tol Bocimi. Mengutip Hergun anggota Komisi XI DPR RI asal Fraksi Partai Gerindra kepada pelitasukabumi.com belum lama ini bahwa Kemenkeu telah menganggarkan dana untuk pembebasan lahan jalan Tol Bocimi  seksi III (Cibadak-Sukabumi Barat). Bahkan untuk tahun 2022, Kemenkeu melalui LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) telah menganggarkan dana pengadaan tanah tol Bocimi sebesar Rp 830,77 miliar.

Hergun dengan kata lain menepis kabar yang menyatakan bahwa pembebasan lahan Tol Bocimi seksi III macet karena terkendala refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.

Sebagaimana diketahui pembebasan lahan Tol Bocimi seksi III menjadi prasyarat penting untuk melanjutkan rangkaian pembangunan Tol Bocimi. Perkembangan termutakhir, pengerjaan konstruksi jalan tol Bocimi Seksi II (Cigombong-Cibadak) direncanakan selesai pada akhir tahun ini. Diharapkan, Seksi II dapat beroperasi pada awal 2022.

Bila pembebasan lahan Seksi III katakanlah selesai, maka rangkaian pembangunan jalan tol Bocimi bisa langsung dilanjutkan dengan pembangunan Seksi III Cibadak-bagian barat kota Sukabumi sepanjang 13,7 kilometer.

Bersamaan dengan pembebasan lahan seksi III, LMAN juga sedang menempuh proses tahapan pembebasan tanah Tol Bocimi seksi IV (Kota  Sukabumi Bagian Barat-Kota Sukabumi Bagian Timur) sepanjang 13,05 kilometer.

Mengutip pelitasukabumi.com tahun ini LMAN telah mengalokasikan anggaran pendanaan untuk pembebasan lahan proyek pembangunan tol Bocimi sebesar Rp 1,46 triliun yang realisasi pembayaran sampai dengan 10 September 2021 mencapai sebesar Rp 1,29 triliun. Jadi masih ada saldo untuk proyek tol Bocimi kira-kira Rp 0,17 triliun atau Rp 170 miliar.

Kalau itu memang harapan nyata, tinggal sekarang pelaksanaan pengadaan lahan di lapangan. Saya pikir, di samping menyesuaikan dengan proses pembangunan konstruksi tol Bocimi terkini, masalah pembebasan tanah yang adalah domain tim pembebasan lahan yang terdiri dari unsur BPN setempat, PPK Pengadaan Tanah, dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) perlu diawasi langsung oleh garda depan komunitas Bogor-Sukabumi pro percepatan Tol Bocimi. 

Ini pasti ada aktivisnya yang sungguh-sungguh dan tak punya niat apapun selain Tol Bocimi cepat selesai. Singkatnya domain strategis ini harus bebas dari konflik kepentingan di internal mereka dan terbebas sepenuhnya dari broker-broker tanah rakyat. Dan dalam rangka mencegah munculnya spekulasi dan informasi yang simpang siur terkait pembebasan lahan jalan tol Bocimi, sebaiknya para pihak terkait duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan di lapangan.

Diproyeksikan secara keseluruhan pembangunan jalan Tol Bocimi tuntas pada 2024. Keberadaan jalan tol yang membentang dari Ciawi hingga Sukaraja Kabupaten Sukabumi ini dipastikan dapat memacu perekonomian dan meningkatkan pariwisata di Kota dan Kabupaten Sukabumi. Pembangunan yang dekosentrik dan berkelanjutan di daerah Sukabumi pun dapat dilanjutkan dengan cara dan semangat baru yang tak boleh lagi dengan cara lama yang kumuh itu.

Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Foto by Andang Kosasih, Flickr Photography.
Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Foto by Andang Kosasih, Flickr Photography.

Setetes Air Di Gelas Besar Kedahagaan

Dengan segala kegemasan hati, karena sudah digadang-gadang sejak 1997 atau 24 tahun lalu, pemainnya pun gonti-ganti seperti pemain Srimulat sakit perut yang kerjanya ke belakang melulu. Pendeknya melelahkan begitu. Bagaimanapun ingatlah pengusahaan Tol Ciawi - Sukabumi dengan total panjang 54 Km itu kini dipegang oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Trans Jabar Toll yang saham mayoritasnya dimiliki oleh PT Waskita Toll Road.

Ingat juga, meski seksi 1 Bocimi yi Ciawi-Cigombong yang panjangnya 15,3 Km dan sudah berusia 3 tahun itu mampu secara signifikan memangkas waktu tempuh kedua daerah, tapi itu ibarat setetes air di gelas besar kedahagaan warga Sukabumi akan perlunya tol Bocimi segera rampung demi efisiensi daerah. Kasihan Sukabumi yang sangat potensial di bidang agro dan pariwisata, jangan pula dilupakan di area Cikidang-Cibadak sudah menunggu Budiman Sujatmiko dengan Bukit Algoritmanya yang penuh visi sains dan inovasi demi dan untuk masa depan Indonesia modern.

At the end, selamat jalan adikku Niniek, selamat tinggal adikku Lucky Noor Lukman dan keluarga, selamat tinggal Sukabumi, biarlah aku pulang sore ini disandera macet 2-3 jam-an begitu keluar Cicurug menuju gerbang tol Cigombong yang hanya berjarak 9,5 Km.

Depok Bolanda, Tue', Nov' 18, 2021

Tol Bocimi. Foto by Radar Sukabumi.
Tol Bocimi. Foto by Radar Sukabumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun