Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kongres Rakyat Batak dan Momentum Pemekaran Propinsi Tapanuli

16 Juli 2016   16:05 Diperbarui: 16 Juli 2016   16:13 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa sudah 7 tahun ini kericuhan pemekaran Protap (Propinsi Tapanuli) berlalu. Masa cooling down 2009–2016 untuk Pemekaran Protap sepertinya sudah lebih dari cukup. 

Hanya saja, perkembangan yang terjadi selama 7 tahun terakhir ini sangatlah mengecewakan. Pemekaran Protap yang semula diharapkan telah menjadi milik angkatan muda dan bukan lagi milik angkatan tua, di masa cooling down yang relatif panjang ini justeru telah memicu lunturnya semangat angkatan muda Batak multikultur untuk segera memiliki rumah besar bernama Protap. 

Tiga hal pokok tetap mengikutinya. Pertama mereka yang anti Protap tetap menyuarakan bahwa Protap yang kemarin diperjuangkan adalah sebuah calon Propinsi Rasis yang didominasi umat Kristen sekawasan Toba. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa perjuangan pemekaran Protap 2009 hanyalah milik elite Toba tertentu yang samasekali tak mewakili orang Batak multikultur secara keseluruhan. Ketiga, kalangan pesimis yang tetap meragukan apakah SDA tano Batak dapat mendukung keberadaan Protap.

Di luar semua itu, satu hal yang pasti bahwa tano Batak sampai sejauh ini tetaplah daerah terbelakang yang memprihatinkan di jajaran NKRI. Meski keterbelakangan itu sekarang beroleh penghiburan dengan janji pemerintah untuk mengembangkan kepariwisataan Danau Toba, bahkan Menko Kemaritiman Rizal Ramli lebih jauh lagi dengan mengatakan akan mengembangkan kawasan Danau Toba menjadi Monaco-nya Asia.

Tapi tak urung inipun masih juga menggelisahkan, terbukti Perpres 49/2016 tentang BODT (Badan Otoritas Pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba) yang dikeluarkan awal Juni lalu masih menjadi bahan polemik sampai sekarang. Tokoh dan aktivis setempat gelisah, karena rakyat di lingkar Danau Toba tak pernah diajak bicara, terutama untuk membicarakan kawasan seluas 500 Ha di Tobasa yang konon harus disediakan sebagai pusat BODT.

Juga, ada 4 hal penting lainnya yang tetap membayangi pemekaran daerah ini, yaitu para Bupati sekawasan tano Batak lebih memilih diam ketimbang memotivasi rakyat untuk melakukan tekanan politik terhadap pemerintah pusat; putera-putera Simalungun dan Karo terkesan lebih mengambil jarak sebagai penonton; yang paling mencolok para elite politik Batak di pusat juga lebih memilih bungkam dan para miliuner Batak tak mau lagi ambil pusing tentang pemekaran Protap begitu GM Panggabean dipermalukan, bahkan telah meninggal dunia beberapa waktu yang lalu dan Chandra Panggabean sebagai pentolan Protap telah lama dilupakan rakyat.

Yang masih bersuara konsisten sampai sekarang hanya tinggal Gelmok Samosir. Itupun mulai sayup suaranya dan lambatlaun akan menghilang dibalik cakrawala politik negeri ini.

Sulit Bersatu

Terlihat, betapa sulitnya orang Batak itu bersatu. Ini tak hanya di kalangan angkatan tua saja, tapi juga di kalangan angkatan muda Batak itu sendiri. Mereka telah kehilangan patriotisme terhadap tanah legacy-nya. Buat apa sih Protap? Otonomi Daerah saja tak bisa dimanfaatkan, apalagi berumah sendiri dalam sebuah propinsi. Andai berumah besar Protap pun, apa tak gontok-gontokan mereka nanti? Itulah kurang lebih keraguan yang mencabik benak mereka. 

Protap sesungguhnya hanyalah pilihan nama yang moderat untuk semua orang Batak. Term Tapanuli (Tapian na uli) merujuk pada sebuah wilayah yang meliputi eks Karesidenan Tapanuli (di masa reformasi dimekarkan menjadi Taput, Tobasa, Samosir, Humbanghas, Tapsel, Sibolga, Madina, Palas, Palut, Tapteng, Nias, Nias Selatan, Dairi dan Pakpak Barat) dan juga merujuk pada sebuah kemajemukan karena sebuah proses asimilasi dan afiliasi kultural sepanjang sejarah pintu terbuka tano Batak di lingkar Bukit Barisan terhadap dunia luar.

Karenanya perlu penegasan khusus bahwa di wilayah ini terdapat berbagai suku bangsa seperti Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera), Melayu dan berbagai varian lainnya di sepanjang pantai barat dan di sepanjang wilayah Tapanuli yang berimpit dengan kawasan pantai timur Sumut. Semuanya itu adalah warga Tapanuli yang kini sepenanggungan-sependeritaan karena keterbelakangan ekonomi dan politik.

Kalau memang itu arti dan makna politis yang terkandung dalam term Tapanuli. Mengapa daerah ini tak kunjung bisa diperjuangkan untuk berdiri sendiri sebagai sebuah propinsi? 

Pertama, para Bupati sekawasan tano Batak lebih memilih bungkam selama ini. Bagaimana mungkin mereka bersikap lain di luar sikap resmi pemerintah pusat yang telah menghentikan laju Protap di meja pengadilan pada 2009 yang lalu. Tapi kalau mau jujur, jauh di dalam hati kecilnya mereka tak bisa mengingkari bahwa di dalam rumah Propinsi Sumatera Utara (Sumut) di mana mereka berkiprah selama ini toh tak ada kemajuan yang berarti untuk seluruh kawasan tano Batak. 

Setelah moratorium panjang diberlakukan pemerintah, saya pikir sekaranglah kesempatan bagi orang Batak di manapun untuk mendorong para politisi Batak di pusat sana agar segera bersinergi satusamalain untuk melakukan finishing politik terhadap pemekaran Protap. Dalam konteks ini, kita hanya perlu Negosiator dan Komunikator Ulung untuk meyakinkan regime yang berkuasa sekarang. Tak ada yang perlu diragukan, karena pemekaran Protap sejak awal sudah disetujui pemerintah pusat.

Yang perlu sekarang adalah bagaimana agar keculasan politik para poliyo (politisi sontoloyo) di Sumut tidak lagi terulang. Dengan kata lain, menetralisir pentas politik Sumut dengan nucleus Medan. Itulah tugas terpenting politisi Batak yang berkiprah di pusat maupun Sumut (mereka yang menghormati Visi Batak Unity tentu). Entah itu Ruhut Sitompul dari PD, Panda Nababan dari PDIP, Parlindungan Purba, Ali Wongso Sinaga, para Jenderal purnawirawan atau Jenderal aktif dst.

Kedua, para miliuner Batak pun tak jauh berbeda dengan para bupati sekawasan tano Batak. Pada umumnya miliuner Batak ini adalah miliuner yang besar di ladang pemerintah. Mayoritas di antaranya adalah rekanan pemerintah. Seperti DL Sitorus misalnya yang bergerak di bidang sawit dan perkayuan. Luhut Panjaitan meski pengusaha besar tapi juga orang pemerintah bahkan berjabatan penting sebagai Menkopolhukam di kabinet Jokowi sekarang.

Martua Sitorus lebih banyak berdiam diri meski tercatat sebagai salah satu orang terkaya di negeri ini. Kemajuan bisnis mereka tak lepas dari dukungan dan kemitraan dengan pemerintah. Ini semua membuktikan kemiliuneran para miliuner Batak ini tidaklah berdiri sendiri. Tapi kemiliuneran yang diperoleh dari ladang konsesi pemerintah, bahkan seringkali dari hasil perselingkuhan dengan oknum-oknum tertentu di pemerintahan.

Dengan kenyataan seperti itu, kesenyapan para bupati sekawasan tano Batak pasca kericuhan Medan, juga sama halnya dengan kesenyapan para miliuner Batak. Mereka tak mau ambil risiko. Biarlah GM Panggabean dengan segala pergulatan dan penyesalannya, biarlah Chandra Panggabean, Gelmok Samosir dkk dipenjarakan dulu. Kami akan bersuara setelah semua itu selesai.

Tapi itulah, dalam perjalanan waktu terbukti mereka tidak perduli sama sekali terhadap kelanjutan Protap. Mereka benar-benar tidak perduli dengan Protap yang masih tergantung di langit biru, karena bungkamnya kalangan politisi dan aktivis yang justeru wajib menyuarakannya. 

Batak Karo dan Batak Simalungun terkesan kuat semakin menjauh dari visi Batak Unity. Perjalanan waktulah nanti yang membuktikan apakah mereka tetap berkultur Dalihan Natolu seraya menampik sebuah kebersamaan meski sadar sepenuhnya akan alasan sejarah dan kultural yang melatarbelakangi pemekaran Protap. Atau mereka pasti akan bergabung apabila kelak terbukti Protap adalah rumah bersama yang akomodatif untuk keragaman Batak dan juga akomodatif untuk kemajemukan sub-etnik lainnya yang settled di seluruh kawasan tano Batak.

Omong Kosong

Dan bagi mereka yang sinis dan kemudian membombardir pemekaran Protap sebagai sebuah omong kosong karena SDA di tano Batak tak menjanjikan apapun. Setelah menelusuri siapa mereka? Ternyata mereka ini adalah angkatan muda yang tak punya pengetahuan memadai tentang SDA tano Batak. Mereka adalah generasi yang gelagapan mencari jati diri di rantau orang, karena mereka memang lahir dan besar di tanah Diaspora. Karenanya dapatlah dimaklumi mengapa mereka begitu sembrono dalam memandang Protap sebagai daerah yang tak punya SDA yang mumpuni.

geothermal-taput-5789f7dd1f23bd5407327c3e.jpg
geothermal-taput-5789f7dd1f23bd5407327c3e.jpg
Mereka tak pernah tahu betapa potensi Geothermal dari sejumlah titik energi panas bumi di Taput akan dapat melayani seluruh kebutuhan energi Sumut di masa datang. Mereka juga tak pernah tahu bahwa bukan sawahladang seperti di pulau Jawa yang menjadi hari depan industri agro cikalbakal Protap, melainkan tanaman ekonomi yang laris di pasar dunia seperti Kopi, Sawit, Karet, Pinus, Tembakau, Kakao, Haminjon (Styrax/Kemenyan), Kayu Manis, Kemiri, Aren, Andaliman; tanaman buah-buahan seperti Jeruk, Marquica, Terong Belanda, Mangga, Nenas, Durian dst.

Belum lagi potensi pertambangan yang masih tidur semuanya seperti Mika, Pasir Kuarsa, Zeolit, Kaolin, Feldspar, Batu Gamping, Sulphur, Emas di Parlilitan dll.

Jangan pula dilupakan harta karun tano Batak di Batang Toru Forest yang begitu kaya dengan keanekaragaman hayati dan juga Emas. Tano Batak pun punya lautan. Coba cermati kekayaan laut di pantai barat Sumut yang terentang mulai dari Natal hingga perbatasan Aceh.

Cermati juga potensi pariwisata dengan seluruh obyek wisata alam di kawasan Bukit Barisan dengan nucleus Danau Toba dan obyek wisata budaya yang tinggal digali dari khasanah kebudayaan Batak secara keseluruhan.

Ini bukanlah apologi, tapi selayang pandang tentang kekayaan alam di seluruh kawasan tano Batak dengan maksud agar angkatan muda yang lahir dan besar di tanah Diaspora tidak lagi salah dalam menakar SDA di rumahnya sendiri.

Di balik kegagalan pemekaran Protap pada 2009, dalam hati kecilnya semua orang Batak merindukan Batak Unity. Hanya saja syakwasangka antar ke-5 puak utama Batak selalu muncul di saat kerinduan itu hendak mewujud menjadi kenyataan.

Inilah sisa keterpecahbelahan masa lalu warisan politik Pemerintah Kolonial Belanda yang sangat mudah dimanfaatkan oleh siapa pun yang tak menyukai hadirnya Batak Unity di bumi Sumut. Kita sebut saja mereka ini sebagai petualang politik, petualang ekonomi dan petualang agama dengan metoda kanak-kanak bahwa agama kamilah yang terbenar dan agama kamu yang tersalah.

Atas dasar ini semua, keterpecahan dimaksud memerlukan sebuah metoda penyatuan. Saya pikir, KRB (Kongres Rakyat Batak) adalah alternatif yang perlu dicoba dan sudah saatnya digelar dalam pentas politik Sumut dan Indonesia. Di era yang serba terbuka dan transparan sekaranglah momentum yang tepat untuk itu.

Ulos 

Tegasnya, kalau klan Tobing tahun 2009 lalu bisa begitu entengnya menyelempangkan Ulos terbaiknya ke bahu Prabowo dan kemudian yang bersangkutan dikukuhkan menjadi warga kehormatan Batak dengan hak penuh menyandang marga Tobing. Kemudian Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono juga telah ditahbiskan menjadi Patuan Sori Mulia Susilo Bambang Yudhoyono Siregar beberapa waktu yang lalu yang dalam hal ini disponsori oleh TB Silalahi via Museum Bataknya di Balige sana.

univ-ssm-xii-5789f767d17a611a07c18485.jpg
univ-ssm-xii-5789f767d17a611a07c18485.jpg
Mengapa tidak ulos adat seperti itu diselempangkan juga ke bahu tokoh-tokoh adat dan politik yang mewakili seluruh puak Batak dalam sebuah silaturahmi nasional komunitas Batak. Ini sekaligus mengawali KRB bermusyawarah dalam rangka menghasilkan konvensi bersejarah tentang Batak Unity yang berlandaskan Filsafat, Kultur dan Sejarah. Inilah saya pikir perekat Batak Unity itu.

Pelembagaan KRB di tano Batak sangatlah penting dan strategis artinya. KRB sudah saatnya dijadikan wadah musyawarah besar komunitas Batak dalam rangka penyempurnaan Protap menjadi PTB atau Propinsi Tano Batak. Melalui KRB kita akan dapat mengawal ketat rekrutmen politisi dan birokrat di masa datang. Kita dapat mengawal ketat Pemilihan Gubernur PTB dan pemilihan kepala daerah sePTB.

Kita dapat mengawal ketat Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Pemerintah PTB dan Baperjakat serupa di Kabupaten sePTB untuk menseleksi para birokrat Batak multikultur dalam menduduki berbagai jabatan yang tersedia di pemerintahan daerah. Kita pun dapat mengawal ketat kehadiran partai-partai politik di tano Batak agar selalu konsisten berjalan di rel politik yang benar demi kemajuan tano Batak dan bisa menjadi partai kader dan bukan partai super mie seperti yang kita lihat sekarang.

Singkatnya kita harus kembali ke Deklarasi awal bahwa Protap atau sekarang kita ubah menjadi PTB itu adalah eks Karesidenan Tapanuli warisan Hindia Belanda. Mengapa ragu? Yang dicabik Belanda di masa lalu dari Batak Unity kan hanya puak Batak Karo dan puak Batak Simalungun, sedangkan selebihnya yang dihuni 3 puak utama lainnya plus Nias adalah eks Karesidenan Tapanuli. Saya pikir Karo dan Simalungun akan dengan sendirinya bergabung dalam Batak Unity apabila konsolidasi awal dalam rumah besar PTB ini dapat kita wujudkan.

Akhirnya, wacana terakhir yang perlu disampaikan di sini adalah bahwa demokrasi di negeri ini hanya bisa matang dan berkarakter kuat apabila kita berani menggunakan instrumen politik yang digali dari khasanah budaya bangsa sendiri sebagai penyempurna demokrasi. Dan KRB adalah salah satu dari khasanah kebudayaan dimaksud. KRB digali dari Demokrasi Bius khas tano Batak yang telah ada ratusan tahun sebelum kedatangan Belanda ke tano Batak pada akhir abad 19.

Untuk itu semua kembali saya ulang, kita perlu pejuang yang konsisten semacam Gelmok Samosir dan kita butuh Negosiator dan Komunikator Ulung seperti Akbar Tanjung untuk meyakinkan pemerintahan baru Jokowi bahwa PTB atau Propinsi Tano Batak itu tidak hanya penting bagi orang Batak, tapi juga penting dan strategis untuk NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun