ÂÂMengeluh kadang sering kita tanpa sadari lakukan dalam menjalani lika-liku perjalanan hidup kita. Parahnya, kadang 'mengeluh' sudah menjadi kebiasaan yang sudah sangat sulit kita tinggalkan. Ini ibarat jiwa kita sudah menyatu dengan kata mengeluh itu. Padahal, dengan mengeluh pikiran kita seakan terbungkus dalam plastik yang tertutup rapat. Pengap, hampa udara, gak bisa bergerak dan stop disitu saja; mengumpat!
Sedikit pengalaman saja. Beberapa hari yang lalu saya mendapat tugas keluar daerah untuk maintenance sebuah perangkat telekomunikasi. Oh iya, saat ini saya tinggal di kota Makassar. Dan Rantepao adalah daerah yang menjadi tujuan perjalanan tugas saya. Sekedar info, jarak tempuh perjalanan Makassar - Rantepao adalah 300 Km, sekitar 8-10 jam perjalanan menggunakan mobil. Rantepao adalah kota kecil di Toraja, Sulawesi Selatan.
Mungkin teman-teman juga sudah bisa membayangkan bagaimana jenuh dan penatnya badan menempuh perjalanan sejauh itu. Berangkat malam sekitar jam 8-an waktu Makasar dan tiba di kota sejuk itu sekitar pukul 4 subuh.
Seyogiyanya dan seharusnya seperti layaknya pada kerja sebelumnya, setelah sampai ditempat tujuan, pekerjaan biasanya langsung dilakukan. Akan tetapi, setelah saya mencoba menghubungi nomor kontak orang yang bertanggung jawab dikota Rantepao seperti mandat dari kepala dari Makassar, saya hanya bisa mendengar suara 'nomor yang anda tuju sedang tidak aktif' diseberang ponsel saya.
Saya coba lagi dan lagi. Tetap suara simbak cantik itu yang menyambut dial saya. Saya coba sugesti diri saja; mungkin yang punya nomor kontak sedang tidur. Wajar saja, jam segitu cukup enak untuk tidur. Lalu saya juga memutuskan tidur di mobil.
Tepat pukul 6, saya lalu terbangun dan mencoba menelepon nomor itu kembali. Dan.... Suara cantik itu yang masih membalas dial ponsel saya, yang sebenarnya pas coba menelepon saya juga masih dalam kondisi mengantuk. Tapi, mungkin dikarenakan badan yang sungguh penat saya tidak bisa lagi melanjutkan tidur. Saya coba saja mencari inspirasi dikota yang untuk pertama kalinya saya datangi itu.
Ya, jam 6 dikota itu sudah banyak aktivitas. Jangankan jam 6 pagi, sesampai saya dikota itu pukul 4 subuh saya sebenarnya sudah banyak melihat warga yang jogging di jalan raya utama dikota itu. Beberapa anak saya lihat bermain bola dibadan jalan. Hm,,, saya coba untuk keluar mobil dan menggerakkan badan kekiri dan kekanan. Sungguh menyegarkan memang udara dikota itu.
Setelah menikmati sarapan ditambah segelas kopi, sekitar pukul 7-an, saya coba telepon kembali nomor itu. Masih tetap disambut suara simbak. Mulai deh sedikit kesal. Saya putuskan untuk menghubungi kepala Engineer di Makassar. Ya ampun, nomor sibapak juga tidak bisa dihubungi. Simbak vero yang jawab telpon saya.
Saya coba untuk tidak mengeluh. Walaupun memang jujur badan sudah sangat capek. Mata ini hanya tidur 1 jam-an setelah sampai di kota itu. Diperjalanan Makassar - Rantepao, saya tidak ada tidur dikarenakan dimobil itu hanya ada saya dan driver. Saya kasihan tidak ada teman mengobrol si-daeng. Lagian, jalan juga sangat sepi, gelap dan tikungan-tikungan patah. Saya takut sidaeng supir mengantuk karena tidak ada teman cerita lalu hilang konsentrasi.
Saya kemudian mencoba menanyakan ke orang di kota itu. Apakah ada tempat yang bisa saya kunjungi untuk lebih mengenal kota itu. Saya sedikit penasaran dengan makam di bukit milik suku toraja seperti yang pernah saya lihat di televisi.
Tepat sekali, seorang warga (wanita berumur sekitar 60 lebih) menyarankan saya untuk mengunjungi Ke'te' Kesu' - Tempat wisata di Rantepao; Tongkonan (Rumah Adat) dan Makam dibukit. Tanpa banyak tanya lagi karena memang belum mengerti bahasa makassar, saya langsung berangkat kesana yang ternyata jaraknya sungguh dekat. Tidak sampai 5 Menit, saya sudah sampai diloket masuk Ke'te' Kesu'. Setelah menuliskan nama disebuah buku diloket dan membayar tiket masuk, saya lantas langsung saja masuk kearea tempat wisata itu yang masih sangat sunyi. Nanti tentang ke'te' kesu' saya buatin laporan tersendiri J
Kembali ke Judulnya:
Jika saja saya masih tetap mengeluh karena nomor kontak yang masih tetap belum bisa dihubungi, mungkin saya tidak akan bisa sampai mengetahui dan melihat langsung Ke'te' Kesu' itu. Saya tidak akan bisa melihat langsung erong (makam dibukit = belum beragama) dan patane (makam orang yang sudah beragama) suku toraja.
Mungkin saja, saya tidak bisa melihat tongkonan secara langsung. Mungkin saja saya akan sungguh menyesal jika sesampai di Makassar mengetahui bahwa Ke'te' Kesu' itu sangat dekat kekota Rantepao yang saat itu saya datangi. Mungkin saja saya akan bertambah bête melihat tingkah yang punya nomor kontak yang tidak bisa dihubungi.
Mungkin saja perjalanan ke kota Rantepao yang cukup jauh dari Makassar itu menjadi perjalanan yang sangat membosankan bagi saya.
Akan tetapi, karena sedikit bersyukur kepada Tuhan bahwa saya sampai dikota itu (saya berasal dari Medan) saya bisa mendapatkan manfaat ekstra dari tujuan utama saya untuk bekerja. Bayangkan jika banyak bersyukur.... ;)
So, let's say Thanks God. Saya yakin pikiran tidak akan terbungkus karena mengeluh. #StopMengeluh
Seperti yang saya tuliskan disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H