Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jalannya Sejarah (3): Iklim dan Cuaca

21 Desember 2023   21:49 Diperbarui: 21 Desember 2023   22:44 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan penting yang mungkin sekali diajukan oleh para pembelajar sejarah adalah, mengapa orang-orang Eropa mengalami kemajuan yang pesat sementara orang-orang Afrika dan Asia selatan tidak? Para pendukung ide rasial kesempurnaan bangsa-bangsa Eropa akan menjawab bahwa Eropa memiliki faktor genetik yang jauh lebih unggul dibandingkan bangsa-bangsa lainnya. Namun dalam penelitian-penelitian selanjutnya didapati bahwa anggapan ini keliru kalau tidak benar sama sekali. Orang Eropa bahkan kalah dalam tingkat IQ dibandingkan dengan orang Asia Timur.

Kita tidak dapat menunjukkan faktor tunggal namun kiranya kita akan setuju bahwa iklim yang berbeda dapat ikut memengaruhi perubahan sejarah. Orang-orang Asia yang dimanjakan dengan kesuburan, menganggap hidupya sempurna. Mereka tidak perlu bersusah-susah untuk mengatur kapan waktu untuk menanam dan kapan waktu menuai. Alam telah mengatur semuanya dengan tepat. Mereka hanya perlu menikmati hal itu. 

Keadaan alam yang teratur dan makmur seperti ini sangat memengaruhi filosofi di Tiongkok serta pandangan waktu yang bersifat circle. Keadaan masyarakat yang sangat nyaman dan kemapanan kemakmuran seperti ini menimbulkan ajaran atau ide tentang memelihara alam dan tidak boleh mengubah apa-apa pada alam. Ajaran seperti ini ditemukan dalam seluruh peradaban di Timur. Dalam ajaran Taoisme di Tiongkok, dikenal ajaran wu wei. Ajaran serupa juga terdapat di India dan Nusantara. 

Alam pada dirinya dianggap sudah memiliki tatanan yang sempurna secara kodrati dan tidak boleh diubah dan direkayasa oleh hasrat manusia demi kepentingannya. Keharmonisan, kestabilan dan keseimbangan adalah nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi. Paradigma semacam ini menutup kemungkinan tindakan rekayasa atau intervensi manusia terhadap alam secara drastis. Alam hanya diubah seperlunya saja tanpa mengubah tatanan dasar yang ada padanya. Oleh karenanya, teknologi tingkat tinggi tidak lahir di dalam peradaban Timur, karena teknologi dibatasi untuk mengabdi keteraturan dan keharmonisan abadi yang telah dimiliki oleh alam secara asali.

Kondisi yang berbeda dialami oleh masyarakat Eropa. Alam dan iklim mereka kurang bersahabat dan tidak memanjakan masyarakatnya. Eropa memiliki iklim yang kurang hangat dengan musim dingin yang panjang. Musim dingin dapat menjadi sangat dingin dan hal ini dapat menghambat orang-orang Eropa memanen hasil pertaniannya. Tak jarang, musim dingin dapat mengakibatkan kematian. Masyarakat yang tidak mempersiapkan datangnya musim dingin akan mengalami kematian secara literal. Maka di Eropa timbul pengaturan waktu/manejemen waktu yang lebih ketat. Teknologi produksi dan penyimpanan makanan pun dibuat dengan saksama untuk menghadapi musim dingin yang panjang. 

Teknologi dalam bidang pertanian ini merambah ke bidang lainnya seperti industri dan militer, dua bidang yang bukan saja membuat Eropa kuat tetapi juga mampu menguasai peradaban lainnya selama masa penjelajahan samudera dan kolonialisasi.

Iklim yang kurang bersahabat juga membuat warga Eropa sering mengunci diri di rumah. Keadaan ini membuat warga Eropa memiliki banyak waktu untuk membaca buku dan merenungkan pemikiran dan penemuannya. Dari sinilah muncul berbagai pemikir, penyair, penemu dan filsuf yang menentukan kemajuan zaman.

Iklim dan cuaca juga dapat memengaruhi hasil sebuah perang penting yang nantinya menentukan arah sejarah. Kekalahan Napoleon dan Hitler dalam menyerang Rusia dikenal sebagai titik balik dalam peperangan masing-masing diktator ini. Dan kekalahan mereka diakibatkan oleh musim salju Rusia yang mematikan. Orang yang memelajari Sejarah pasti akan mengetahui bahwa riwayat umat manusia saat ini akan sangat lain jika saja musim salju tidak ikut ambil bagian dalam kekalahan dua diktator besar tersebut.

Iklim dan cuaca juga ikut ambil bagian dalam menyelamatkan Eropa dari serbuan bangsa Mongol. Eropa yang tidak terbiasa dan tidak terkesan dengan daerah bersalju ala Eropa memutuskan untuk tidak menyerang daerah yang "asing" bagi mereka itu. Andai saja Eropa memiliki iklim yang serupa dengan daerah Asia Tengah atau Timur, bukan tidak mungkin Eropa telah dikuasai dengan mudah oleh Mongolia, dan sejarah dunia saat ini akan sangat lain wujudanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun