Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggal 23 Februari dalam Sejarah: Hari Pinokio

23 Februari 2023   15:44 Diperbarui: 23 Februari 2023   16:23 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                  (Pixabay.com/Jackmac34)

Siapa itu Pinokio? Generasi muda sekarang mungkin kurang familiar dengan nama ini. Tetapi bagi anak-anak di tahun 80-an sampai 90-an, Pinokio adalah figur yang cukup dikenal di layar kaca lewat kehadiran film “Pinokio si boneka kayu” yang dibintangi oleh Ateng “si pendek.” Film tersebut rilis pada tahun 1979 dan disutradarai oleh Willi Wilanto. Film ini bercerita tentang petualangan sebuah boneka kayu yang dihidupkan oleh seorang peri.

Namun sebuah sinetron di stasiun TV SCTV pada tahun 2005, mengangkat kembali cerita Pinokio namun dengan detail yang berbeda, judulnya "Pinokio dan Peri Biru." Sinetron ini disutradarai oleh Winaldha E Melalatoa dan dibintangi oleh Ricky Harun, Marini Zumarnis, Georgiana Claudie Wait dan Baby Gracia.

Kisah Pinokio sendiri sebenarnya adalah cerita yang dikarang oleh penulis Italia, Carlo Collodi pada tahun 1883. Melansir dari laman nationaltoday.com, kisah ini pertama kali diadapatasi ke dalam film animasi yang diproduksi oleh Walt Disney dengan judul: "Pinocchio,"  yang dirilis secara publik pada tanggal 23 Februari 1940 di New York. Itu sebabnya tanggal 23 Februari dikenal sebagai Hari Pinokio.

 

Kisah Pinokio

Cerita Collodi ditulis dalam beragam versi, namun memiliki garis besarnya seperti ini: Pinokio awalnya adalah sebuah boneka kayu yang dipahat oleh seorang pembuat jam bernama Gebetto. Pria tua itu telah lama mengharapkan kehadiran seorang anak. Ia berharap bahwa dengan kehadiran patung itu, kesepiannya sedikit terobati.

Gebetto memberi nama patung itu Pinokio. Peri biru yang menyaksikan hal tersebut merasa iba akan keadaan Gebetto. Ia menyulap Patung itu sehingga dapat memiliki kehidupan, walaupun ciri-ciri patung kayu masih terlihat jelas dan belum berwujud manusia seutuhnya. Tentu saja Gebetto senang sekali. Ia merawat dan memperlakukan Pinokio sebagai anaknya.

Gebetto menyekolahkan Pinokio dan berharap Pinokio dapat hidup dan berkembang sebagaimana anak-anak yang lain. Gebetto mengirim Pinokio ke sekolah. Ia menjual mantelnya untuk membeli buku sekolah untuk Pinokio.

Pagi-pagi benar, Pinokio dengan semangat pergi ke sekolah ditemani seekor belalang Ajaib yang dikirim peri biru. Di tengah perjalanan, Ia bertemu dengan seekor serigala dan seekor kucing. Kedua hewan itu menawarkan tiket untuk menonton sebuah pertunjukan. Pinokio menjual bukunya untuk membeli tiket itu. Belalang Ajaib telah memperingatkan Pinokio untuk tidak membeli tiket itu, tetapi malah diabaikan Pinokio. Belalang Ajaib itu malah ditutupi Pinokio dengan topinya agar tidak mengganggunya.

Sesampainya di tempat pertunjukkan, sadarlah Pinokio bahwa ia telah ditipu. Ternyata tiket yang dibelinya itu palsu. Menangislah ia tersedu-sedu. Seorang lelaki botak berewokan datang mendekatinya. Ia mengagumi Pinokio sebagai boneka yang tidak menggunakan tali pengatur. Nama laki-laki itu Tromboli. Ternyata dialah pemilik pertunjukan boneka kayu itu. Tromboli melihat Pinokio sebagai asset yang dapat ia manfaatkan dan mengajak Pinokio untuk naik ke panggung. Dengan percaya diri Pinokio naik ke panggung dan bernyanyi serta menari. Melihat kehadiran Pinokio sebagai boneka kayu yang Ajaib, orang-orang merasa senang dan bertepuk tangan. Mereka melemparkan koin. Awalnya Tromboli merasa sangat senang namun kegembiraan itu berubah menjadi kemarahan, tatkala hidung pinokio yang cukup panjang menyentuh tali pengatur boneka yang lain. Kekacauan terjadi dan pertujukan pun bubar.

Tromboli yang marah mengurung Pinokio di dalam sangkar. Boneka kayu itu sangat merindukan Gebetto, tetapi Tromboli menjadikananya tawanan. Sang belalang kembali mengingatkan Pinokio bahwa apa yang dialaminya adalah karena kebodohannya sendiri. Di tengah kesedihannya, sang peri datang. Melihat itu Pinokio menjadi senang karena ia berharap sang peri membebaskannya. Sang peri bertanya mengapa ia sampai terkurung di dalam sangkar tersebut.

Bukannya jujur, Pinokio malah mengatakan bahwa ia dirampok. Setiap kali menceritakan kebohongan, hidung Pinokio bertambah panjang. Akhirnya ia jujur. Diceritakannya bahwa ia telah menjual buku yang diberikan Gebetto. Ketika pinokio menceritakan yang sebenarnya, hidungnya kembali menjadi pendek seperti semula.

Sang peri memberikan kesempatan kedua dan Pinokio pun dibebaskannya. Tetapi bukannya bertobat, Pinokio malah membuat kenakalan lagi. Dalam perjalanan pulang ia bahkan pernah dikutuk menjadi keledai. Berkali-kali ia jatuh, dan sang peri datang menolongnya kembali. Sampai akhirnya suatu ketika ia terjebak ke dalam perut ikan hiu yang sangat besar. Ia sangat ketakutan dan sedih. Di dalam perut ikan itu ia merenungi semua kebodohan dan kesalahannya. Tanpa disangka, di dalam perut ikan raksasa itu ia melihat Gebetto di sana. Ternyata lelaki tua itu pun sedang mencarinya dan kapalnya ikut ditelan oleh ikan raksasa ini.

Mereka akhirnya mencari cara untuk lolos. Dengan membuat api unggun, akhirnya ikan besar itu memuntahkan mereka. Setelah lolos dari perut ikan besar itu, Pinokio benar-benar berubah. Ia merawat Gebetto dengan baik sampai tenaga lelaki tua yang lemah itu kembali pulih.

Melihat perubahan pinokio, sang peri pun merubahnya menjadi manusia seutuhnya. Gebetto dan pinokio pun hidup dengna Bahagia.

Cerita kanak-kanak dengan pesan yang mendewasakan

Ketika kita menonton kembali film kanak-kanak dahulu pada saat ini, kita akan menyadari bahwa pesan yang diusung oleh film-film ini tidak sesederhana yang kita pikirkan saat masih kecil dulu.

Pinokio menyajikan realitas manusia yang problematis, antara menaati komitmen awal atau tergoda dengan pilihan-pilihan lain yang datang ketika komitmen awal itu sementara dijalani.

Kebanyakan manusia tidak berhasil bukan karena ia tidak memiliki cukup sumber daya untuk mewujudkan mimpinya. Kegagalan manusia lebih diseabkan karena di tengah jalan, ia lengah dan lebih tergoda untuk memilih hal yang sifatnya membawa kesenangan sementara. Pada suatu titik tertentu, ia mungkin saja diingatkan oleh orang lain dan menyadari bahwa pilihannya telah salah. Ketika kesadaran ini mulai muncul, manusia tidak selalu bangkit dan kembali ke jalur yang benar, malah terperosok ke pilihan lain yang lebih menyesatkan.  Semua hal itu membuatnya jauh dari tujuan dan komitmen awalnya.

Memanjangnya hidung Pinokio ketika berbohong menunjukkan bahwa kejujuran adalah hal yang sangat penting dalam bertransformasi atau bertobat. Ada kalanya ketika manusia jatuh dan gagal, ia mencoba menutupi kenyataan pahit itu dengan berbagai pembelaan diri alih-alih mengakui kegagalan itu.

Kehadiran belalang ajaib menampilkan bebagai kritik dan teguran membangun yang mengingatkan manusia agar kembali kepada jalan yang benar. Memang tidak semua kritik dan saran itu benar dan cocok, tetapi setidaknya semua masukkan itu seharusnya disikapi dengan sikap mendengarkan. Kekerasan hati dan sikap masa bodoh ala Pinokio sangat berbahaya jika diterapkan dalam kehidupan. 

Dan yang terpenting dari semuanya adalah, perubahan dan pertobatan. Manusia perlu senantiasa mentransformasikan dirinya seturut cita-cita luhur yang telah ditetapkan, selagi diberikan kesempatan kedua. Kegagalan demi kegagalan akan menjadi suatu cerita menarik ketika manusia telah mencapai mimpinya. Jika manusia menolak untuk bangkit ketika jatuh, itulah kegagalannya yang sebenarnya. Padahal, kesempatan kedua selalu ada bagi mereka yang mau berubah ke arah yang lebih baik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun