"Kupukir tentara Jerman yang mengenakan seragam keren itu juga berpandangan begitu bukan?" kata-kataku yang barusan bertentangan dengan apa yang ia harapkan.
"Bukankah kita sekarang sedang mempertahankan demokrasi dari orang kejam Seperti Hitler?..."
"Ya,ya tetapi kupikir tidak semua orang Jerman sependapat dengannya. Mereka hanya mengikuti perintah seorang monster."
"Bukankah mereka bebas untuk menolak perintahnya?" Will tak mau kalah ...
"Seorang prajurit hanya melakukan apa yang diperintahkan. Mereka telah bersumpah untuk setia kepada Fuhrer mereka," kataku menjelaskan.
Will tersenyum kecut. "Nampaknya kau membela para prajurit dengan sepatu bot ketat itu Sam. Pantas saja kau kurang bersemangat melawan mereka..."
Tak kusangka kesimpulanku membuat Will memandangku seperti itu. Aku tak mau berdebat dengannya. Jelas ide yang berbeda sedang berputar di kepala kami masing-masing. Will berpandangan bahwa perang ini adalah kesempatan untuk memusnahkan Jerman. Jerman adalah negara yang sepenuhnya jahat. Ia tak peduli kalau mereka hanya mengikuti perintah diktator kejam seperti Hitler.
Aku berpandangan berbeda. Menurutku perintah Hitler sulit ditolak oleh tentaranya. Para Jendralnya saja gemetar berhadapan dengannya, apalagi prajurit di lapangan yang hanya tahu mengokang dan menembak. Sudah jelas tidak ada pilihan lain selain bertempur habis-habisan.
***
Rentetan senapan mesin terdengar di kejauhan. Dan beberapa ledakan juga terdengar sahut menyahut. Nampaknya peperangan terus berkobar walaupun tentara Jerman sudah mundur ke arah pedalaman negerinya sendiri. Aku yakin, dalam beberapa hari lagi Prancis akan bebas.
"Apa yang ingin kau lakukan setelah perang Will?" aku bertanya lagi, mengganti topik pembicaraan sekedar memastikan bahwa ia masih dapat berpikir.