Â
Kalimat terkenal "Saya berpikir maka saya ada" yang dalam bahasa Latin dikenal sebagai Cogito Ergo Sum, dicetuskan oleh filsuf dan matematikawan Prancis, Rene Descartes (1596-1650).
Setiap orang awam yang belum memelajari Filsafat mungkin akan dibingungkan dengan statement ini, namun ungkapan ini memiliki arti yang sangat mendalam. Apa yang menyebabkan Descartes mengungkapkan salah satu frase yang cukup sulit dimengerti tersebut?
Descartes awalnya adalah seorang tentara Kerjaan Bavaria (sekarang bagian dari Jerman). Pada suatu hari yang dingin di tahun 1916, ia berdiang di depan tungku perapian untuk menghangatkan dirinya. Pada saat itulah ia mulai merenungkan masalah filsafatis yang pelik, yang menurut kesaksiannya sendiri, jika permasalahan ini tidak diselesaikan ia mungkin akan berakhir di rumah sakit jiwa.
Ia hendak menemukan kebenaran hakiki yang tak terbantahkan lagi, yang tidak dapat diragukan dengan argumen apa pun! Untuk itu ia menggunakan metode keragu-raguan. Ia mulai meragukan semua hal, bahkan keberadaan dirinya sendiri. Menurutnya segala sesuatu pantas diragukan dan tidak boleh diterima begitu saja sebagai kebenaran. Bahkan kenyataan inderawi yang dialami sehari-hari pun harus diragukan, karena indera memiliki keterbatasan dan kadang menipu.
Hanya kebenaran yang lolos dari saringan metode keragu-raguan inilah yang pantas dipercayai sebagai kebenaran mutlak dan valid. Untuk meyakinkan bahwa tidak ada satu pun kenyataan yang lolos dari saringan keragu-raguannya, ia menyisir kenyataan dalam tiga lapisan eksistensi.
Pertama, ia meragukan kenyataan inderawi: seringkali mata kita ditipu oleh tampilan optik yang keliru misalnya oleh karena pembiasan cahaya dll. Kulit manusia juga tidak bisa membedakan secara baik manakah benda yang panas atau manakah benda yang dingin. Hal ini terjadi ketika tangan manusia secara tiba-tiba dicelupkan ke dalam air panas dan air es secara bersamaan.
Kedua ia meragukan pengetahuan umum tentang dunia: pengetahuan umum semisal benda akan jatuh ke tanah karena memiliki bobot/berat ataupun air akan mendidih jika dipanaskan dengan api dapat diragukan. Ia berargumen bahwa bisa saja kenyataan yang kita alami selama ini hanyalah mimpi.
Ketiga, ia meragukan kebenaran logika dan matematika: Bahkan kebenaran logika dan matematika pun harus diragukan. Menurut Descartes, bisa saja ada makhluk berkuasa yang memasukkan ilusi ke dalam pikiran kita. Katakanlah bisa saja kita hidup di dalam matriks pikiran suatu roh jahat yang ingin menipu kita.
Apa kiranya satu-satunya hal yang bisa lolos dari saringan keraguan ini? atau dengan kata lain, hal apakah yang tidak dapat diragukan sedikit pun?
Descartes menemukannya setelah beberapa tahun bergumul dengan masalah pelik ini. Ia menjawab: kenyataan bahwa ia sendiri sedang meragukan segala sesuatu. Ya, segala sesuatu dapat diragukan kecuali kenyataan bahwa ia sedang meragukan segala sesuatu. Bahkan sekiranya ia juga meragukan bahwa ia sedang meragukan segala sesuatu, itu sama sekali tidak dapat menyingkirkan kebenaran bahwa ia sedang ragu bahwa ia ragu!
Dengan kata lain, yang tidak dapat diragukan adalah subyek berpikir itu sendiri yang sedang meragukan segala sesuatu. Karena itulah ia mencetuskan pernyataannya yang terkenal: Je pense donc je suis; saya berpikir maka saya ada! Di atas landasan filosofi bahwa eksistensi subyek berpikir tidak dapat diragukan lagi kebenarannya; Descrates melanjutkan filsafatnya untuk membuktikan bahwa Tuhan dan benda-benda itu ada
Pemikiran Descartes dituangkan ke dalam buku Discours de la Methode. Buku ini sangat berperan penting untuk ikut membentuk metode ilmiah di kemudian hari. Semua kebenaran yang diyakini diletakkan di bawah keragu-raguan, sebelum diuji kebenarannya dengan menggunakan pengujian logis maupun eksperimental.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H