(pixabay.com)
Namanya Grisela. Gadis manis berkulit sawo matang itu sering sekali duduk termenung di perpustakaan dengan tumpukan buku yang menggunung.
Sorot mata tajamnya tersembunyi diantara lebatnya uraian poni yang menutupi sebagian wajahnya. Setiap orang yang melewati perpustakaan kampus tahu kalau Grisela sudah ada di sana sebelum orang lain menyerbu masuk ke ruangan bersuhu tiga-belas derajat Celsius itu.
Di kelas, ia hanya duduk diam dan sesekali didapati menatap kosong pada papan tulis. Tangan kirinya memengang pena dengan coretan-coretan yang tak jelas.
"Dia itu tak normal. Aneh," tukas seorang gadis teman sekelasnya.
"Mungkin dia seorang alien,' seorang gadis lainnya menimpali.
"Dia tidak aneh. Hanya saja tidak biasa." Kini seorang lelaki membela Grisela. Namanya John, juga teman sekelas Grisela. Tidak seperti teman-teman lainnya, John sang pria tampan yang menjadi idola banyak gadis ini sangat berempati pada Grisela.
"Hmm... John, dia itu memang aneh. Untuk apa kita membela orang asosial seperti dia. Aku bahkan meragukan kalau dia mengalami datang bulan seperti wanita lainnya."
"Apa? Jangan gegabah Barbara, kamu menuduh tanpa bukti. Ingat, asumsi adalah dasar dari segala keburukan. Jangan mengira yang bukan bukan. Selama ini kamu tidak pernah menyapanya bukan? Apa yang kamu tahu tentang dia?"
Sudah beberapa bulan ini Grisela memang menjadi buah bibir kebanyakan orang kampus. Entah sejak kapan julukan "aneh" melekat pada dirinya. Diam, kaku, jarang tersenyum, suka menunduk, ekspresi wajah yang datar dan seakan tak bersemangat, semuanya itu membuat dia tampak berasal dari dunia lain.
***