Gurunya guru adalah dosen yang mengajar para calon guru ketika di universitas. Sampai sekarang saya tetap menganggap bahwa guru SD senior, guru SMP senior, guru SMA senior adalah manusia yang paling ideal efektif untuk mengajar dan mempersiapkan para calon guru.Â
Seharusnya prosedur yang sehat dan benar adalah: guru-guru senior itulah naik level menjadi dosen mempersiapkan para calon guru supaya lebih mumpuni. Para calon guru kan nantinya mengajar murid. Mengajar murid bukanlah sekadar mengandalkan penguasaan teori melainkan terpenting itu pengalaman. Supaya efektif dan optimal dalam menyelesaikan masalah atau menghadapi dinamika yang sering di luar teori sebaiknya seseorang pernah mengalaminya terlebih dahulu. Pernah mengalami langsung merupakan kata kunci dalam menuntaskan masalah atau kendala. Ini sangat membantu memberi solusi.
Mengajar murid-murid SD itu adalah sebuah praktek keterampilan yang 'sangat' berdinamika. Nah, para guru SD senior itu yang sudah 'mengalami mengajar murid SD' memiliki tabungan pengalaman yang siap dibagikan kepada para calon guru.Â
Interaksi di kelas akan berjalan efektif dan berdampak manfaat. Sedangkan para dosen (yang sekarang mengajar para calon guru) di kampus, minim pengalaman mengajar. Lantas bagaimana si dosen bisa mencapai proses belajar mengajar optimal jika tidak memiliki kekayaan pengalaman yang mau dibagikan?
Sejumlah tahun lalu pada sebuah diskusi bulanan di Dinamika Edukasi Dasar (rumah Romo Mangun) saya pernah bertanya kepada narasumber.
"Bagaimana Anda menyikapi kemumpunian dosen yang mengajar para calon guru sekolah dasar di universitas padahal sang dosen tidak pernah menjadi guru sekolah dasar?Â
Maksud saya, sebaiknya dosen yang mengajar adalah guru senior sekolah dasar supaya lebih memahami seluk-beluk permasalahan dinamika di kalangan murid. Toh mereka nantinya menghadapi murid-murid SD bukan menghadapi mahasiswa.Â
Sedangkan para dosen mereka sehari-harinya menghadapi mahasiswa bukan murid sekolah dasar. Artinya kan lebih pas apabila dosen yang terbiasa mengajar mahasiswa itu justru mempersiapkan para calon dosen, bukannya mempersiapkan calon guru." Narasumber tidak menjawab secara gamblang.
Logika Sepak Bola
Jose Mourinho pernah merespon wartawan perihal dirinya yang tidak pernah menjadi pemain sepakbola profesional hebat namun bisa menjadi pelatih profesional yang hebat. Jose menjawab bahwa dia punya dokter gigi langganan. Sang dokter itu sangat piawai memeriksa, merawat, dan mencabut gigi padahal sang dokter 'belum pernah mengalami' sakit gigi.
Analogi yang disampaikan Jose sebenarnya kurang relevan. Dokter gigi yang dimaksudnya lebih kepada keahlian menghadapi pasien, bukan mengajar atau melatih orang atau sekelompok orang. Sedangkan pelatih sepakbola adalah sebuah praktek berhadapan dan melatih pemain sepakbola.Â