Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Arsitektur Hati Nurani Romo Mangun, Bacalah Dulu Buku Humanisnya

18 September 2017   00:19 Diperbarui: 18 September 2017   00:35 2658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangunwijaya, salah seorang Arsitek hebat Indonesia. (Foto: dok. pribadi)

Tatkala seseorang atau serombongan orang datang, melihat, dan menyimak serius karya arsitektur Mangunwijaya, niscaya mereka sudah setengah gagal paham apabila sebelumnya tidak pernah membaca buku tentang Romo Mangun. Mereka (terutama anak-anak muda, mahasiswa) yang merupakan kategori ini cukup banyak. Inilah alasan utama tulisan ini harus ditulis.

Seluruh aktivitas dan karya tangan terampil Romo Mangun di berbagai bidang adalah hasil olah akal sehatnya yang 'dijaga ketat' oleh hati nuraninya. Kalimat ini perlu digaris bawahi tebal-tebal sebagai mukadimah memasuki dan mempelajari karya arsitektur Romo Mangun. Artinya, seluruh karya arsitekturnya dilatari semangat humanis, dari manusia, oleh manusia, untuk membahagiakan manusia dan alam semesta. Itu ditegaskan oleh kredonya: arsitektur adalah seni menyumbangkan suasana. Bangunan baru tidak boleh menjadi agresor bagi lingkungan sekitarnya. Bangunan baru itu memberi lipat ganda kebahagiaan bukan malah menyakiti lingkungan yang sudah ada terlebih dahulu. Bangunan yang dirancang oleh akal sehat dijaga oleh hati nurani: arsitektur hati nurani.Menurut Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia Gunawan Tjahjono, Romo Mangun sebagai contoh paling menonjol dari arsitek katalis. Sang Profesor menyatakan ada lima jenis arsitek. Pertama, arsitek berbakat tetapi lugu. Kedua, arsitek kurang berbakat tetapi lugu. Ketiga, arsitek pelayan. Keempat, arsitek kontekstual. Kelima, arsitek katalis. Arsitek katalis adalah perancang sekaligus pegiat. Mereka ini berjiwa pelopor bersemangat agen perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik. Profesor Gunawan juga menjelaskan bahwa arsitek katalis sering disebut oleh rekan seprofesinya sebagai arsitek radikal yang meminggirkan dan menurunkan citra mereka sebagai perancang. Arsitek katalis mau turun ke lapangan membina para tukang dan masyarakat. Benar apa yang dikatakan profesor Gunawan, memang Romo Mangun acap berdiskusi egaliter dengan para tukangnya ketika membangun sebuah karya arsitektur.

Supaya mampu 'membaca' bangunan arsitektur Mangunwijaya, perlu terlebih dahulu membaca sisi lain Romo Mangun di luar arsitektur. Sisi humanisnya ini sangat mempengaruhi sisi arsitekturnya. Menyimak sisi humanisnya lebih memudahkan menyimak sisi arsitekturnya. Mangunwijaya sudah wafat pada tahun 1999, anak-anak muda di era sekarang salah satunya dapat menapak tilasi melalui sejumlah buku yang menceritakannya. Karena Romo Mangun tidak mau menulis buku otobiografi maka kita hanya bisa membaca semacam biografinya yang tersebar di sejumlah buku antologi dan tentu buku yang ditulis oleh Mangunwijaya sendiri.

Buku-buku tersebut menjadi fasilitas membantu mengeksplorasi inspirasi arsitektur Mangunwijaya. Contohnya, sekelompok mahasiswa arsitektur datang mempelajari pemukiman Kali Code Yogyakarta, salah satu karya arsitektur Mangunwijaya yang mendapat apresiasi internasional, Aga Khan Award. Bagaimana mereka bisa maksimal merebut inspirasi dari melihat bangunan di sana jika sebelumnya tidak memahami akar sejarah kiprah Romo Mangun di Kali Code? Opsi pertama untuk mencari tahu secara lengkap bisa dengan mewawancarai narasumber. Namun untuk menemukan narasumber merupakan upaya yang susah. Opsi yang lebih realistis salah satunya dengan membaca buku Menuju Kampung Pemerdekaan, karya Darwis Khudori (sahabat dan murid Mangunwijaya). Buku yang diterbitkan Yayasan Pondok Rakyat tahun 2002 ini sangat lengkap mengupas perihal pemukiman Kali Code karena Darwis Khudori adalah seorang arsitek pelaku langsung yang menemani Romo Mangun membenahi pemukiman di Kali Code.

Selain buku tersebut, sejumlah buku non arsitektur menjadi alternatif bacaan sebab menguatkan benang merah memahami konsep berarsitektur Mangunwijaya. Di antaranya adalah buku: Surat Bagimu Negeri (penerbit Kompas, 1999), Mengenang Y. B. Mangunwijaya, Pergulatan Intelektual Dalam Era Kegelisahan (penerbit Kanisius, 1999), Saya Ingin Membalas Utang kepada Rakyat (penerbit Kanisus,1999), Politik Hati Nurani (penerbit Grafiasri Mukti, 1997), Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan(penulis Ado Bintoro, 2014), dan juga novel Mangun (penerbit Elex Media Komputindo, 2016).

Barisan ribuan kalimat dalam berbagai buku tersebut mengantar lebih dekat mengenal sisi humanis Romo Mangun dan menemukan akar karya-karyanya. Namun, guna lebih tercerahkan pemahaman tentang yang disebut karya hati nurani, kita perlu mensitir apa yang digariskan Romo Mangun dalam esainya yang berjudul Sastrawan Hati Nurani.Pada esai ini Romo Mangun mengutip kata-kata filsuf Thomas dari Akuin: pulchrum est splendor veritas (keindahan adalah kecerlangan kebenaran).Kata-kata ini memudahkan Romo Mangun mengonfirmasi apa yang dimaksudnya dengan sastrawan hati nurani, bahwa kedudukan sastrawan hati nurani pada hakekatnya sama dengan posisi setiap manusia intelektual yang sejati yang berpijak pada tradisi manusia humanis, yang selalu berusaha untuk tidak menyamakan tolok ukur baik atau tidak hanya dengan nafsu ego suka atau tidak suka belaka, menguntungkan diri atau tidak.

Justru di sinilah fungsi hatinurani: mencari dan menjaga kebenaran. Bagi kehidupan praktis mungkin lebih tepat: mencari dan menjaga kesejatian. Yang dicari dan diperjuangkan ialah: yang benar, yang adil, yang mengangkat harkat martabat manusia, yang menopang perdamaian, persaudaraan, peri kemanusiaan, peradaban. Etis berhati nurani. Seperti dikatakan pepatah Belanda: bukan untuk memenangkan kelereng sebanyak mungkin, tetapi demi (mutu dan kenikmatan) permainannya itu sendiri. Kualitas di atas kuantitas. Bukan yang mahal, melainkan yang indah. Dan indah di sini berarti: terdukung oleh kebenaran.

Karena di sini kita menginjak daerah sikap (jadi soal moral) maka hati nurani sangatlah berperan; hati nurani sebagai keseluruhan dari pertimbangan rasional, perasaan, intuisi, pendeknya manusia seutuhnya. Maka kita dapat meraba, bahwa sastrawan hati nurani dari kodratnya memang adalah 'sastrawan terlibat dan pelibat diri'. Dan ini dalam situasi tertentu sering terungkap dalam sebentuk perlawanan terhadap segala yang lalim, jahat, atau korup. Dengan kata lain, politis. Namun, politis dalam arti asalnya: demi kepentingan dan kebaikan umum manusia banyak atau masyarakat.

Apa yang digariskan Romo Mangun di esai itu bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan arsitektur hati nurani, dan itu membuat seluruh penikmat arsitektur Mangunwijaya bisa lebih fasih dan percaya diri 'membaca' karya arsitekturnya itu. Percayalah, pasti berbeda pemaknaan Anda jika sebelumnya sudah mengenal sisi humanis Romo Mangun. Ketika menyimak tanpa lebih dahulu membaca buku, kita sebenarnya hanya 'melihat' karya arsitektur Romo Mangun secara fisik belaka, kering makna, tidak tertangkap inspirasi yang bisa menjadi preseden. Mengenal pribadi Romo Mangun adalah penting karena sikap humanisnya sangat kental mewarnai arsitektur rancangannya.

Saran untuk para dosen

Rombongan mahasiswa arsitektur tingkat dasar kerap datang ke rumah Romo Mangun. Tujuannya keren dan sangat mulia, untuk melihat, menyimak, dan merebut inspirasi kreativitas bangunan karya Romo Mangun. Ini sangat bagus. Sebuah proses belajar yang optimal beranjangsana meluaskan wawasan dengan secara langsung mengenal dan mengenali bangunan. Tidak sekadar mendengar kata-kata dosen atau memperhatikan gambar-gambar di buku. Namun, menjadi berkurang kebagusannya, dan mengusik karena ketika ditanya, sebagian besar dari mahasiswa itu belum memahami secara utuh siapa sebenarnya Romo Mangun. Padahal dari keterangan yang mereka sampaikan, "Tujuan kami datang untuk belajar dan menjadikan karya Romo Mangun sebagai preseden."

Bagaimana mahasiswa itu memperoleh inspirasi secara utuh dan melebarkan optimal cakrawala berpikir apabila mereka belum mengerti pribadi sosok perancang bangunan yang dikunjungi? Apabila sekadar memenuhi perintah tugas dosen maka yang tercapai adalah cuma melihat, melihat, dan melihat, (dan seolah-olah) menyimak. Bagaimana mau menyimak jika tidak paham mengapa dan apa latar belakang gagasan besar bangunan itu? Bagaimana mau menyimak jika hanya melihat mengandalkan mata kepala dan tidak menggunakan mata hati? Mata hati hanya bisa melek jika sudah membaca narasi biografi Mangunwijaya. Idealnya para dosen mewajibkan mahasiswanya lebih dulu membaca sejumlah literatur sisi humanisnya Romo Mangun. Supaya misi para mahasiswa mempelajari gedung karya Romo Mangun bisa optimal.

Wastu Citra sebuah buku karya Romo Mangun yang mengupas detail arsitektur, sepakat wajib dibaca. Tetapi tidak kalah penting membaca buku humanisnya. Ini seumpama botol minuman ketemu tutup, klik! Maka jika menugaskan mahasiswa 'belajar' bukan sekadar berkunjung ke bangunan arsitektur Romo Mangun, pertama sekali wajib membekali para mahasiswa dengan referensi yang cukup mengenai sosok humanis sang legendaris Mangunwijaya. Tentu berbeda jika datang hanya untuk sekadar melihat. Jika bertujuan menyimak, memaknai, dan apalagi menjadikan sebagai preseden, tidak cukup datang berbekal pikiran serupa kertas kosong. Perlu terlebih dahulu mengisi pikiran dengan pemahaman sisi humanis Mangunwijaya.

Idem ditto saran bagi siapapun yang menjadi juru bicara (pemandu). Perlu terus menerus menghebatkan pemahaman mengenai sisi humanis Romo Mangun supaya lebih mumpuni menjelaskan kepada para pengunjung perihal gagasan besar di balik karya arsitektur Romo Mangun. Tidak cukup sekadar membekali diri dengan ilmu arsitektur. Karena itu tadi, sisi humanis mendominasi seluruh karya Mangunwijaya, bahkan terutama di bidang arsitektur.                                                                                     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun