Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meletakkan Romo Mangun di Menara Gading Kedap Suara

27 Juni 2017   15:46 Diperbarui: 27 Juni 2017   16:05 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangun salah seorang Guru Bangsa yang selalu mendorong generasi muda berdiri di depan. (Foto: dok. pribadi)

Namun elok juga apabila tidak memungkiri bahwa sebagian kegiatan tersebut terjebak atau menjebakkan diri (mungkin tanpa disadari) ke dalam cakrawala nostalgia, sehingga makna dan pemaknaan hanya berputar-putar di seputar kegiatan diadakan. Makna dan gaungnya sekedar bergelora di areal lokasi kegiatan berlangsung. Menjadi inspirasi yang cenderung menjadi kata benda, bukan kata kerja yang berkesinambungan ketika peserta beranjak dari lokasi penyelenggaraan.

Semisal, kegiatan penerbitan buku yang layak diapresiasi karena hakekatnya mereaktualisasi sosok Mangunwijaya. Kegiatan ini sebenarnya bertujuan mulia mengenalkan kepada sebanyak-banyaknya anak muda (baca: generasi Y dan Z). Tetapi pada tataran riilnya, terkesan ironis, kurang memiliki benang merah yang kukuh dengan pikiran dan hati nurani anak-anak muda tersebut. Ini dapat ditelusuri mulai sesi proses penulisan buku yang 'cuma' mengajak para generasi senior dan kemudian meluncurkan buku itu dengan (juga) hanya mengajak hadir dominan generasi senior. Hanya sedikit anak-anak muda yang hadir.

Padahal apabila membaca (lagi) secara serius kegelisahan dan keluhan 'orang-orang dewasa' yang ingin mereaktualisasi nilai-nilai Mangunwijaya, jika menggunakan rumus: dari, oleh, dan untuk, maka yang tertangkap adalah buku dari generasi tua, oleh generasi tua, untuk (diberikan inspirasi peduli aktif kreatif kepada) anak-anak muda. Tetapi terealisasi adalah buku dari generasi tua, oleh generasi tua, untuk generasi tua. Artinya, meskipun (tidak dilarang) para penulis orang dewasa mendominasi, idealnya tetap ada perwakilan generasi muda yang ikut menulis di dalam buku itu. Toh, banyak anak muda yang memiliki kemampuan mumpuni dan hebat dalam menuangkan buah pikirannya. Keterlibatan anak muda, selain memberi saluran bagi suara anak muda sejajar dengan orang dewasa juga menjadi penambah daya tarik buku itu untuk dibaca generasi muda.

Seratus persen yakin kita semua sepakat bahwa nilai-nilai Mangunwijaya perlu dan sangat relevan direaktualisasi melalui sebanyak-banyaknya kegiatan dalam berbagai ragam aksi kreatif. Namun membaca realisasi yang tertangkap adalah kita pelan-pelan (tanpa atau belum menyadari) malah meletakkan sosok Mangunwijaya di menara gading kedap suara. Justru menjadi sosok role model yang susah diakses anak-anak muda dan tidak bisa 'didengarkan' inspirasinya oleh generasi Y dan Z. Artinya, perlu bersinerji lebih banyak pihak, terpenting sebaiknya semua kegiatan harus melibatkan anak-anak muda, baik dalam proses maupun ketika meresapi mengonsumsi hasil riil kegiatan itu. 

Para generasi senior, (meminjam kata-kata Romo Mangun), sebaiknya tut wuri handayani, dari belakang memberi dorongan dan dukungan. Membuka ruang eksplorasi sebesar-besarnya bagi generasi muda. Melibatkan lebih banyak anak muda adalah kunci memastikan Romo Mangunwijaya dan nilai-nilai keteladannya tidak berada di menara gading apalagi menara gading kedap suara. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun