Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengembalikan Hakekat Musik Pendidikan dan Menghadirkan Tarian Pendidikan Mangunwijaya

5 Mei 2017   11:45 Diperbarui: 5 Mei 2017   12:29 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangun mempunyai konsep Musik Pendidikan yang berbeda dengan Pendidikan Musik.

Lalu dia meminta salah seorang guru yang mengajar di sekolah Romo Mangun untuk mempraktekkan di sekolah. Di sekolah Romo Mangun ada pelajaran khas diberi nama Musik Pendidikan.

Dari tiga sendok itu bisa menghasilkan musiK beraneka ragam. Bahan sendok juga akan membuat musik berbeda terdengar. Murid-murid akan senang mendengarnya. Daya eksplorasi mereka akan terpicu. Inilah hakekat musik pendidikan. Ketika anak-anak tidak cuma diajarkan suara musik yang dihasilkan alat-alat musik “resmi” seperti gitar, piano, dan bla bla bla.. Musik pendidikan mengajak mengeksplorasi bunyi-bunyian dari benda-benda yang ditemui dan ditemukan murid dalam aktivitasnya sehari-hari. Bisa kaleng bekas, gelas bekas, gelas baru, ember, botol aqua. Kemudian membentuk komposisi yang mengalunkan bunyi syahdu.

Musik pendidikan lebih sebagai fasilitas melatih kepekaan, kepedulian, dan kreativitas. Berbeda dengan pendidikan musik yang memang mengajari murid untuk menguasai alat musik dan mungkin menjadi pemusik.

Justru di situ asyiknya dan “capeknya” seorang guru yang menemani muridnya di musik pendidikan. Ini berpotensi tidak optimal dilakukan. Karena boleh jadi gurunya bukan tidak mampu melainkan tidak mau. Jadi cukuplah mengenalkan kulit-kulitnya saja: membuat komposisi musik dari barang bekas, lalu mengajari dan melatih untuk mampu memainkan formasi musik yang didesain. Kemudian murid-murid mengalir memainkan musik dari barang bekas tadi. Apakah ini musik pendidikan?
 Iya itu musik pendidikan. Tetapi bukan sekedar seperti itu yang dimaksud oleh Romo Mangun. Tampil terampil memainkan komposisi musik itu okay. Itu bagian dari musik pendidikan tetapi kurang derajat eksplorasinya. Apabila seperti itu apa bedanya dengan pendikan musik? Bukankah itu mirip pola memainkan musik umumnya? Bedanya mereka menggunakan barang bekas sebagai alat musik.

Jadi penanda musik pendidikan itu adalah senantiasa memberi ruang dan mengkatalasitor supaya murid peka “mendengarkan” bunyi-bunyian yang dihasilkan benda-benda di sekitarnya, sehari-hari. Dia kemudian mengeksporasi bunyi-bunyian itu. Guru menamani membentuk keteraturan dan kerapian musik itu. Jadi si murid tidak sekedar dilatih dan dikenalkan oleh guru kepada musik barang bekas. Melainkan si murid mencari bunyi dan membawa ke guru dan mereka mengeksplorasi supaya musik dari yang ditemukan dan diusulkannya itu bisa dirangkai sebagai alat musik dan kemudian dimainkan. Jadi penandanya jika semakin banyak komposisi bunyi-bunyi baru ini adalah keberhasilan pengajaran musik pendidikan. Musik hanya alat meresapi pesan terdalalam dari sebuah musik. Ini selaras dengan eksplorasi si murid.

Tari pendidikan

Setali tiga uang, konsep musik pendidikan bisa diadopsi pada pelajaran tari. Tari pendidikan merupakan upaya selaras mengoptimalkan konsep Eksploratif Kreatif Integral (EKI) Mangunwijaya. Jadi belajar tari bagi si murid bukan sekedar diajarin tari tradisionil dan kontemporer oleh guru tari. Tetapi guru tari lebih memposisikan diri sebagai fasilitator dan katalisator bagi murid memproduksi gerak tari. Guru membantu menyusun gerak supaya menjadi lebih rapi dan bisa dimainkan dengan artistik. Mendorong murid mengeluarkan ide dasar gerak tari berdasarkan gerak yang dia temukan di sekitarnya. Misal, si murid melihat gerak hewan, gerak angin, gerak pohon, gerak air di kolam, dan lain-lain.

Ini (sangat) memungkinkan munculnya gerak tari Mangunwijaya, misalnya. Coba saja guru mengajak murid menciptakan gerak tari Burung Manyar (terilhami novel terkenal karya Romo Mangunwijaya berjudul Burung-burung Manyar). Murid bisa diajak menonton aktivitas burung manyar melalui video atau langsung mencari keberadaannya di kawasan persawahan. Jadi bisa dihasilkan tarian burung manyar. Atau,  Romo Mangun itu kan seorang arsitek. Murid-murid diajak menonton aktivitas arsitek dan tukang. Gerak memaku, gerak menggergaji kayu, dan gerak mengecat atau gerak menggesek-gesek kertas pasir bisa menjadi komposisi tari yang hebatdan dinamis enerjik. Bisa menghasilkan gerak tari berjudul Tarian Tukang. Atau mengingat Romo Mangun sebagai seorang penulis. Coba deh diajak murid-murid menonton gaya orang lagi menulis dan membaca. Bisa menghasilkan tarian berjudul Tarian Orang Menulis.

Perlu dingat bahwa derajat imajinasi anak sekolah dasar itu luarbiasa. Mereka mampu menangkap variasi gerak-gerak yang mereka temukan di sekitarnya. Tarian yang dihasilkan mereka ini bisa menjadi khas tari pendidikan Mangunwijaya. Seorang guru tari tentu memiliki kemampuan untuk mencipta tarian bukan sekedar melatih tarian-tarian yang diperolehnya dari berguru di bangku kuliah. Artinya sang guru tari bisa menemani murid-murid mengeksplorasi memproduksi tarian, bukan cuma mengoperasikan tarian yang sudah ada. Memang lebih capek tetapi mengasyikkan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun