Pemilu tahun ini menjadi Pemilu yang kedua setelah Pemilu 2009 yang menggunakan sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak. Sistem ini tidak terlepas dari keputusan Mahkama Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tentang Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD 1945 merubah tata cara penetapan calon legislatif pada pemilu 2009 yang sebelumnya berdasarkan nomor urut menjadi suara terbanyak.
Penetepan calon terpilih dengan sistem suara terbanyak secara tidak langsung mengarahkan Pemilu Legislatif 2014 yang cenderung individual mengingat persaingan tidak hanya terjadi antara calon partai yang satu dengan partai yang lain tetapi juga terjadi persaingan calon dalam satu partai. Keputusan MK tersebut seakan menjadi penyemangat bagi para caleg karena peluang untuk meraih kursi sangat terbuka bukan hanya caleg yang dicalonkan oleh partai besar tetapi juga partai kecil ataupun partai pendatang
Sudah diprediksi persaingan memperebutkan suara rakyat akan ketat termasuk persaingan memperebutkan kursi anggota DPRD Kabupaten Bone di setiap Daerah Pemilihan.  Dimana pada pemilu nanti Kabupaten Bone terbagi ke dalam lima daerah pemilihan. Persaingan yang ketat akan mendorong para caleg menggunakan strategi politik yang jitu untuk meraih kemenangan. Yang kita tidak inginkan adalah caleg tidak menjadi  machiavellian yang mengedepankan jurus menghalalkan segala cara untuk keluar sebagai pemenang karena akan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokarsi apalagi kalau kita beranggapan suara rakyat sebagai suara tuhan.
Pada pemilu 2014 yang tinggal lebih satu bulan lagi, celah menghalalkan segala cara dalam meraih suara tetap ada dan kemungkinan oknum caleg akan melakukan hal itu. Oleh karena itu penyelenggara pemilu dan seluruh masyarakat perlu mewaspadai bila kita inginkan pemilu yang berkualitas. Salah satu cara untuk meraih suara yang terbanyak dalam pemilu nanti adalah memobilisasi massa pemilih dari daerah pemilihan yang satu ke daerah pemilihan yang lain.
Keinginan pemilih untuk pindah TPS dalam memilih tidak dilarang, namun dengan pemilihan yang menggunakan sistem keterwakilan sejatinya dipilih oleh pemilih yang berasal daerah pemilihan dimana terdaftar sebagai penduduk yang dibuktikan dengan surat keterangan kependudukan yang sah. Oleh karena itu, untuk membatasi ruang gerak perpindahan pemilih ini, telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 26 Tahun 2013 dimana dijelaskan pemilih yangkarena keadaan tertentu tidak dapat memberikan suaradi TPS asal tempat Pemilih terdaftar dalam DPT dan dapat memberikan suara di TPS lain.Keadaan tertentu sebagaimanadimaksud meliputi: (a).menjalankan tugas di tempat lain pada hari dantanggal pemungutan suara; (b).menjalani rawat inap di rumah sakit; (c). menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembagapemasyarakatan; (d). tugas belajar; (e). pindah domisili; dan (f). tertimpa bencana alam.
Meski telah diatur namun peluang untuk melakukan mobilisasi pemilih diluar persyaratan diatas tetap ada dengan alasaan : (1). Adanya kebebasan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk mengeluarkan Surat Keterangan Pindah Memilih (Model A5. KPU) sehingga celah ini bisa saja dimanfaatkan oleh oknum caleg melakukan kongkalikong dengan  PPS; (2). Tidak adanya pengawasan dari Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) sebagai lembaga pengawas pemilu di tingkat desa, misalnya tidak adanya keterlibatan PPL dalam mengeluarkan Model A5 KPU oleh PPS; (3). Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) tdak bisa menolak setiap pemilih untuk memilih di TPS yang dituju selama pemilih memiliki Model A5. KPU; (4). PPS dalam posisi dilematis untuk menghalangi setiap orang dalam keadaan terpaksa untuk meninggalkan tempat pada tanggal 9 April 2014 dengan alasan diluar yang diatur oleh PKPU Nomor 26 tahun 2013, sehingga ketika tidak memberikan Model A5.KPU kepada orang berpergian pada hari pencoblosan justru akan menambah jumlah pemilih yang tidak memilih (golput) disisi lain KPU memiliki target peningkatan partisipasi pemilih sebanyak 75 %.
Mobilisasi pemilih dari daerah pemilihan yang satu ke daerah pemilihan yang lain untuk mendukung calon anggota legislatif (Caleg) tertentu pada 9 April mendatang, sangat rawan terjadi dan dapat dilakukan oleh semua caleg disetiap tingkatan pemilihan. Pola perpindahan pemilih dapat terjadi : pertama dimobilisasi oleh salah satu kandidat/caleg dengan tujuan memilih calon tersebut, yang kedua pemilih yang ingin pindah memilih di TPS lain atas keinginan sendiri dengan alasan untuk mendukung keluarga atau sahabat yang menjadi caleg di daerah lain ataupun di daerah pemilihan yang lain. Ketiga Mobilisasi pemilih melalui penyusupan kedalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Potensi mobilisasi pemilih kemungkinan sangat kecil dilakukan oleh caleg untuk pemilihan DPR RI, mengingat daerah pemilihan yang berjauhan sehingga membutuhkan biaya yang tinggi melakukan hal itu. Kalaupun dilakukan kemungkinan besar dilakukan di daerah perbatasan daerah pemilihan. Hal yang sama juga bagi caleg yang bertarung untuk memperebutkan kursi DPRD Provinsi. Berbeda untuk pemilihan Calon Anggota Legislatif Kabupaten/Kota potensi caleg untuk melakukan mobilisasi pemilih mengingat daerah pemilihan untuk pemilihan Caleg DPRD Kabupaten/Kota yang berdekatan dan sempit sehingga kebutuhan biaya untuk memobilisasi tidak terlalu tinggi.
Ada dua hal yang harus diwaspadai oleh penyelenggara pemilu dalam proses perpindahan pemilih yaitu pertama perpindahan pemilih akibat mobilisasi oleh oknum caleg dari daerah pemilihan yang satu ke daerah pemilihan dimana dicalonkan dengan tujuan untuk menambah suara calon. Kedua mobilisasi pemilih oleh oknum caleg yang berasal dari daerah pemilihan itu sendiri dengan tujuan untuk melakukan penyebaran jumlah suara di daerah pemilihannya. Hal ini dilakukan mengingat salah satu syarat penetapan calon terpilih dalam PKPU Nomor 29 Tahun 2013 adalah Apabila terdapat 2 (dua) atau lebih Calon Anggota DPRDKabupaten/Kota memperoleh Suara Sah yang sama disuatu daerah pemilihan, maka nama Calon AnggotaDPRD Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan jumlahdukungan suara yang lebih banyak persebarannya. Syarat ini berlaku bagi calon yang berjenis kelamin sama.
Pergerakan pemilih dari daerah pemilihan yang satu ke daerah pemilihan yang lain atau dari TPS yang satu ke TPS yang lain sepenuhnya ada tangan PPS sehingga dibutuhkan integritas PPS agar tidak dimanfaatkan oleh oleh oknum caleg maupun pemilih. Oleh sebab itu diharapkan PPS tetap selektifdalam mengeluarkan Surat Keterangan Pindah Memilih (Model A5. KPU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H