Mohon tunggu...
Anggitsari Parendra
Anggitsari Parendra Mohon Tunggu... -

Ketika sesuatu tak terungkapkan oleh lisan, menulis adalah pilihan yang menyenangkan :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teatime

6 Mei 2012   04:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mana? Mana Tam bintang jatuhnya?" tanya Nach sambil matanya menyisir langit mencari-cari bintang jatuh itu.

Tam membuka sebelah matanya, melirik ke arah Nach, "Sssttt... jangan berisik, aku mau berdoa duluuu!" Tam kembali memejamkan matanya dan terlihat lebih khusyuk dari sebelumnya. Ia nampak begitu serius melakukan sebuah percakapan dengan Tuhan. Percakapan yang langsung disambar oleh bintang jatuh itu untuk disampaikan kepada Tuhan.

"Yaaaah, beruntungnya... Ya Allah, kenapa aku tidak melihatnya?" gumam Nach sambil melirik ke arah Tam yang masih khusyuk berdoa.

Tam membuka mata. Senyumnya mengembang begitu lebar. Ia kembali merebahkan tubuhnya disamping Nach. Keadaan kembali hening. Mata Nach masih menyisir langit luas, masih berharap bisa menemukan bintang jatuh seperti Tam. Tam membuka percakapan kembali.

"Nach... aku takut kalau suatu hari nanti aku membuat keputusan hanya karena..." kata-kata Tam terhenti.

"karena apa Tam?" tanya Nach penuh dengan rasa penasaran.

"Hanya karena kata demi..." jawab Tam lirih.

"Aduh, jangan deh Tam, jangan ada kata demi, ikuti kata hatimu Tam." Nach mencoba mengarahkan Tam agar tidak membuat keputusan konyol.

Tam melemparkan senyum kepada sahabatnya. Dalam hati ia berbisik, ya smoga tidak pernah terlintas membuat keputusan konyol itu, keputusan yang hanya berlandaskan kata demi. Jangan sampai itu terjadi. Dalam hati ia juga mengutuki orang-orang yang telah membuatnya begitu takut, muak, dan bisa dibilang sedikit trauma untuk melangkah lagi dalam hal itu. Orang-orang yang telah membuat hatinya nyaris mati. Ibarat buah pepaya, sebagian besar telah membusuk dan harus dibuang, dan hanya tersisa sedikit sekali bagian yang bisa dimakan. Namun tanpa Tam sadari, justru apa yang telah terjadi di masa lalunya telah menjadikan sebagian hati kecilnya yang tersisa itu menjadi semakin kuat, tangguh, dan semakin siap menghadapi segala cobaan yang akan terjadi di hari esok.

"Ayo Tam, hadepin! Hajar!" Ujar Nach dengan nada bicara menggoda.

"Ya iyalah dihadepin! Masa mau ngabur, cemen banget!" jawab Tam sok-sokan dengan melipat kedua tangannya di dada bak jagoan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun