"Ayo nach, sadar dong. Sekarang tuh udah nggak jamannya buat ngabur! Hadepin semuanya! Hajar!"
Nach nyengir, "Halah, kamu tuh, nyuruh orang ngadepin masalahnya, tapi kamu sendiri aja nyatanya juga pengen ngabur!"
Tam juga hanya nyengir, kemudian gantian dia yang menumpahkan segala beban pikiran yang bersarang di otaknya.
Tam menghela napas panjang, "Apa yang harus aku lakukan Nach untuk menghadapi masalah yang satu ini?"
"Entahlah, kalau aku sendiri satu-satunya pilihan untuk menghadapi masalahku sekarang ini yang aku lakukan adalah berusaha menjalani dulu." Nach menjawab pertanyaan Tam dengan tanpa menatapnya, pandangannya masih tertuju ke langit luas yang masih gemerlap oleh bintang-bintang.
"Iya memang, aku juga gak bisa ngapa-ngapain selain menjalani. Tapi itu kalau menikmati. Nah kalau nggak? Menjalani sesuatu yang aku sendiri nggak menikmatinya benar-benar membuatku tertekan. Ah, mungkin itu yang membuatku sering merasa mual akhir-akhir ini!"
"Iya, kamu tuh kebanyakan pikiran itu. Sudahlah Tam, jalani saja. Kita tuh kadang cuma dihantui sama pikiran kita sendiri, padahal kenyataannya seperti apa nanti kita juga belum tau kan. Apa yang kita takutkan itu belum tentu terjadi. Nyatanya sampai sekarang apa yang kamu takutkan juga nggak terjadi kan? Semuanya baik-baik saja kan? Tuhan itu tergantung bagaimana prasangka kita!" ujar Nach dengan bijak (benar-benar bijak bukan sok bijak).
"Sejauh ini aku juga jalani semuanya. Nyatanya mau nggak mau, semuanya tetep dihadepin juga. Ya ampun Nach, kalau kamu tau ya, April kemarin tuh rasanya bener-bener kayak naik jetcoaster, mengerikan, menegangkan, menakutkan, dan sayangnya aku gak bisa turun, jadi nggak ada pilihan lain selain menikmatinya." Tam menjelaskan pada Nach dengan ekspresi wajah yang meyakinkan bahwa ia benar-benar sedang tertekan.
Nach hanya tersenyum dan sedikit geli mendengarkan perkataan Tam.
Malam semakin gelap dan itu membuat bintang-bintang di langit menjadi terlihat lebih bersinar terang. Suasana hening kembali. Tam dan Nach betul-betul terbuai dengan indahnya langit malam. Sesekali mereka menyeruput sirup markisa yang sudah tidak hangat lagi. Tam menjulurkan tangannya ke atas, mencoba meraih bintang-bintang itu namun tak juga teraih. Dari penglihatannya ia hanya nampak membelai-belai bintang itu.
Tiba-tiba Tam menangkap gerakan di langit yang begitu cepat berwarna kuning terang kemerah-merahan dan nampak berekor. "Hey bintang jatuh!" seketika itu juga Tam langsung duduk, memejamkan kedua matanya dan menengadahkan tangannya di depan dada.