Muhammad adianto namanya, namun lebih akrab aku memanggilnya dengan panggilan Antoe. Ya, pemuda paruh baya inilah yang banyak menginspirasiku untuk menginjakan kaki ke Pare, yang kemudian orang-orang sepakat menamainya Kampung Inggris. Sebenarnya jauh sebelum Antoe mencatatkan namanya sebagai alumnus kampung Inggris, aku sudah pernah mendengar kabar tentang desa itu dari beberapa guruku. Namun, waktu itu berita tentang kampung inggris baru sebatas dongeng penghibur semata, ya sebagai bumbu penyedap dalam pelbagai perbincangan di dalam kelas bahasa inggris.
Antoe, aku mengenalnya bukanlah termasuk orang yang bersahabat dengan bahasa inggris, bahkan sesekali pernah ku dapati pemuda kelahiran Timor-Timor ini absen dari mata pelajaran bahasa inggris. Entah itu karena alasan izin sakit ala santri ataupun karena memang terlalu asyik bercengkrama dengan seperangkat bantal dan kasur.
Bukan kampung inggris namanya, jika menghadapi tantangan orang seperti itu saja tidak bisa. Ataupun mengubah mindset para pegunjungnya from hate to love english. Suasana di kampung inggris pun dapat menjadikan bahasa inggris menjadi our habit. Seperti yang terpajang di sebuah banner milik Global English , salah satu lembaga kursus yang ada disini dengan jelas dituliskan “ It’s no matter we speak different language,or we come from different culture.Isn’t too important who you are or where you are’’, yang terpenting adalah memiliki keinginan belajar bahasa inggris. Karena ditempat inilah kita akan didoktrin untuk lebih sering mengucapkan kata “Yes we Can” dan akan dijauhkan dari kata-kata negatif yang justru akan membelenggu, ya seperti kata-kata “gue nggak bisa ato gue emang udah stupid dari sononya”.
Hari demi hari kulewati sambil sesekali merenung dengan tatapan yang dalam, ”Kapan ya gue bisa ngelmu ke kampung inggris juga, ntar pulang-pulang udah cas cis cus kea mas-mas yang ada di tipi-tipi itu loh (eits..maksudku kea mister-mister bukan mas-mas,..dikira tukang angkot kali yee..^_^)
Ya, impian baru itulah yang mengubahku menjadi orang yang hemat seketika, tak jarang perut pun menjadi organ tubuh yang paling terintimidasi oleh kehematanku demi menggapai impian baruku (Kampung Inggris). Maklum aku memang bukan berasal dari kalangan yang serba ada, yang dengan sim salabim semua keinginan bisa langsung terwujud, ditambah lagi aku dan adikku bersekolah di tanah Jawa yang jauh dari orang tua.Mungkin para pembaca sekalian sudah mafhum dengan bagaimana kehidupan di daerah ibu kota dan sekitarnya, (mohon maaf) sampai kencing pun harus bayar. Hanya orang-orang yang memiliki kelebihan lah yang mampu bertahan hidup di daerah ini, mulai dari kelebihan harta, ilmu , mental, ataupun kepercayaan dirinya yang berlebihan alias tidak mempunyai rasa malu lagi.
Rasanya tidak ada cara lain kecuali menghemat uang kiriman dari orang tua. Jika tidak, kampung inggris hanya akan menjadi goresan tinta kecil yang menghiasi lembaran kertas diary ku semata. Pasalnya kampung inggris memang sudah menjadi cita-citaku sejak masih berseragam putih-biru.
Awal Mei 2012 aku dan beberapa orang rekan seperjuanganku waktu mengenyam bangku SMA, terlibat perbincangan kecil mengenai mau diisi dengan apa liburan panjang kami ini, sembari menunggu pengumuman hasil Ujian Nasional keluar. Sehingga ada salah seorang dari kami yang mengusulkan bagaimana jika liburan pasca UN ini diisi dengan mengunjungi “England van Java”. Yups, bagaikan memasukan kunci ke dalam gembok. Cucok bangetz,(truss gue harus bilang jokowow geto). Akhirnya kampung inggris yang sedari dulu memang menjadi bagian dari mimpiku, ternyata mulai muncul kepermukaan, menjadi trend topik pembicaraan kami sore itu. Dengan bermodalkan semangat kekeluargaan yang tinggi, meski satu orang pun diantara kami belum ada yang pernah menginjakkan kaki ke “Planet Impian” yang bernama kampung inggris Pare-Kediri. Namun hal itu tidaklah menyurutkan semangat kami yang memang sudah sering dibakar oleh manuskrip-manuskrip sejarah para pejoeang ’45 ataupun semangat jihad perang Badar. Sekali layar terkembang,pantang badan memutar haluan. Atau biasa kami menamainya Jurus Tandur (Maju Terus Pantang Mundur).
Setelah terlibat perbincangan yang cukup lama, akhirnya sore itu kami sepakat untuk berencana mengeroyok kampung inggris dengan jumlah serdadu kurang lebih 9 orang.^_^ Tentu sore itu pembicaraan kami baru berkutat pada sebatas perencanaan sedangkan waktu keberangkatannya akan dieksekusi 2 buan yang akan datang. Ya, begitulah jika para remaja “Laskar pelangi” sedang menyusun sebuah perencanaan yang membutuhkan biaya yang cukup lumayan, tentu tidak bisa serta merta langsung terwujud. Butuh loading terlebih dahulu. Nampkanya lirik lagu dari mas Bondan Prakoso sangat seirama dengan perjalanan cita-cita besar kami. Hidup berawal dari mimpi. Ya, memang untuk sesuatu yang harus ditunda terlebih dahulu, kami biasa memimpikannya terlebih dahulu.Toh, Nabi Yusuf as pun pernah bermimpi ada 11 bintang,matahari dan bulan yang ‘’bersujud’’ padanya, yang mana dikemudian hari mimpi itu diwujudkan dengan ditunjuknya beliau menjadi Mentri perekonomian Mesir pada waktu itu yang disertai dengan sadarnya para saudara beliau yang telah membuangnya kedalam sumur ketika masih kecil.
Bermimpilah! Karena tidak ada satu undang-undang pun yang melarang anda untuk mempunyai impian. Teringat dengan nasehat yang pernah disampaikan oleh seorang guruku yang mengatakan “Gantungkanlah cita-cita (impianmu) setinggi angkasa, karena sekalipun kamu terjatuh maka akan jatuh diantara bintang gemintang. Filosofis dan sarat akan makna.
Pertengahan Mei 2012, perizinan pulang pun tiba. Masing-masing dari kami pun bertekad untuk kembali ke sekolah pada akhir Juni. Selain untuk menghadiri acara pengumuman kelulusan, juga ingin merealisasikan planning yang telah kami susun, yakni English village.
Hari-hari berlalu begitu cepat, tak terasa sudah hampir satu setengah bulan keberadaanku dirumah, hingga 3 hari menjelang keberangkatanku untuk kembali ke pondok, akhirnya aku mencoba untuk memberanikan diri menyampaikan keinginanku ini kepada kedua orangtua ku bahwasanya aku ingin kursus bahasa inggris di Pare-kediri. Sontak suasana di malam itu pun menjadi sunyi sepi, ada rasa penyesalan yang menghantuiku. Betapa merepotkannya diriku. Mungkin saat itu orangtuaku cukup tersentak mendengar keinginanku itu. Betapa tidak, bulan-bulan itu merupkan bulan yang sangat krusial bagi keluarga kami (meskipun pada bulan-buan yang lain tidak terlalu jauh berbeda). Membayar uang Ujian Nasional, transportasiku pulang-pergi dari Jawa-Sumatra, biaya sekolah adikku di Bogor, juga biaya hidup sehari-hari mulai dari mengisi lambung sendiri sampai dengan lambungnya sepeda motor yang dipakai usaha.Tak ketinggalan handphone pun harus diberi makanan yang bernama pulsa,sekilas nampak kurang penting,namun sangat urgen sekali guna memperlancar komunikasi. Hufth,mengherankan! Uang memang bukan segala-galanya, tapi nyatanya segala sesutu harus pakai uang.
Bukan pejuang namanya jika mudah menyerah, aku tetap mengutarakan keinginanku kepada kedua orangtuaku sembari berkata,’’Abi,aku punya sedikit tabungan untuk berangkat kesana. Seketika itu ummiku menyahut, ’’emangnya cukup uang tabunganmu buat kursus disana,nak? kalo kurang gimana? perlahan-lahan semangatku pun mulai goyah, rasanya pupus sudah harapanku untuk menginjakan kaki ke kampung inggris. Setelah tertegun beberapa waktu akhirnya dengan mantap aku sampaikan kepada kedua orangtuaku bahwa aku akan tetap berangkat ke Pare, seandainya jika uang yang kumiliki ini kurang,maka disana aku masih memiliki zat yang bisa kumintai pertolongan yakni Allah SWT. Ya, aku masih punya Allah disana. Bukankah Allah yang ada di Sumatra sama dengan Allah yang ada di Pare? Dengan bermodalkan keyakinan yang disertai restu dari orang tua akhirnya aku tetapkan langkah menuju kampung inggris.
Akhir Juni 2012 aku mulai meluncur menuju sekolahku di Jawa Barat. Setibanya disana akhirnya cobaan datang lagi, rekan-rekanku yang di awal perencanaan berjumlah 9 orang ternyata banyak yang batal berangkat, yang tersisa hanya 3 orang saja. Itu pun harus menunggu sampai satu minggu kemudian. Dengan perasaan sedikit kecewa akhirnya aku menunggu rekanku hingga satu minggu. Pada akhirnya waktu yang dinantikan pun tiba, tanggal 7 Juli 2012 aku kembali menanyakan prihal keberangkatan kami. Tapi sayang seribu sayang, kembali aku harus menelan pil kekecewaan, satu diantara dua orang rekanku batal berangkat bersama ke Pare dikarenakan satu alasan yang memang layak untuk ditolerir. Tinggalah dua orang yang akhirnya tetap berangkat ke kampung inggris Pare-Kediri.
8 juli 2012 kami berangkat dari stasiun Pasar Senen menuju stasiun Kediri dengan menggunakan kereta Senja singosari. 9 Juli 2012 sampailah kami di stasiun Kediri, dan langsung melanjutkan perjalanan menuju desa Tulungrejo,Pare-Kediri dengan menggunakan angkutan bermerk P.
Perjalanan pun tidak semulus yang diinginkan, karena kepolosan wajah kami akhirnya kami diturunkan di Tugu Garuda, yang artinya tujuan kami masih belum sampai pada tempat yang dituju. Akhirnya kami harus melanjutkan perjalanan kami dengan berjalan kaki, untuk orang yang membawa koper cukup besar perjalanan dari Tugu Garuda menuju Tulungrejo cukup membuat keringat bercucuran. Untungnya saya sudah mempunyai seorang kenalan disana, meskipun belum pernah bertemu secara langsung, tapi nomor handphone yang saya miliki sudah lebih dari cukup.
Malam itu kami belum bisa langsung mendaftar, karena para officer sudah pulang dan tentu jam kantor pun sudah berakhir. Untungnya Mr.Jewel seorang kenalanku itu memperbolehkan kami untuk menginap di office. Keesokan harinya pun kami mendaftar di lembaga kursus Global English dan ditempatkan di camp yang penuh kenangan yakni Saigon Boarding House.
Hari-hari kami lewati dengan ceria di bumi yang “baru” ini, berbagai kisah indah pun terukir disini. Mulai dari hangatnya persaudaraan di Saigon yang sampai hari ini masih tetap terjalin kuat, hingga serunya pelajaran di kelas. Dan tak kalah dahsyat juga kenangan Modus forTOEFL, Meskipun sejatinya aku tidak terlibat dalam program yang terakhir ini,melainkan hanya sebatas pengamat setia saja, karena hari-hariku padat dengan program.^_^
Kedatanganku ke Pare pada periode itu dengan memasang target utama yakni Speaking. Karena menurut pandanganku ribuan kosa kata yang tersimpan rapi di memori otak akan kurang berarti jika tidak di praktekan secara lisan. Bahkan seiring berjalannya waktu ia akan hilang sedikit demi sedikit.
Tanggal 7 Agustus 2012 adalah akhir periodeku menuntut ilmu di kampung inggris, berbagai kenangan indah telah terukir disana. Bahkan setengah dari ibadah puasa ramadhan ku pun dihabiskan ditempat ini. Meskipun harus ku akui kualitas ibadahku sedikit menurun, tapi puasa tidak pernah ku jadikan alasan untuk tidak semangat dalam menuntut ilmu. Jika di zaman Rasulullah mereka mengangkat senjata ketika ramadhan,begitupun pada detik-detik menjelang kemerdekaan RI juga terjadi pada saat bulan suci ramadhan. Lantas kenapa kita yang berada pada kedamaian tidak mampu hanya sekedar mengangkat sebatang pulpen, ataupun tak kuasa sekedar memerangi rasa kantuk pada saat jam belajar. sungguh benar-benar Ramadhan yang indah.:-)
Sebelum hengkang dari kampung inggris, sejenak aku memanjatkan do’a dengan harapan suatu saat aku bisa kembali lagi ke kampung inggris guna menuntut ilmu lagi disana. Sebagaimana yang pernah aku baca bahwasanya ada dua hal yang ketika manusia sudah terebak didalamnya maka dia tidak akan pernah puas dengannya yakni Ilmu dan harta.
Setelah beberapa bulan kaki ku beranjak dari kampung inggris tercinta, ternyata Allah masih mentaqdirkanku untuk kembali lagi ketempat ini. Dengan segala kelemahan dan keterbatasan yang aku miliki aku mencoba untuk memberanikan diri mengikuti seleksi program Teaching Clinic yang diadakan oleh Global English , aku menaruh harapan besar terhadap program ini. Sebagai seorang pemuda yang memiliki semangat juang yang tinggi guna berbakti pada Agama,Negara dan keluarga tentu aku harus memilik skill/kemampuan yang dapat menunjang cita-citaku itu. Dan aku memilih dengan bahasa inggrislah aku akan mengabdi kepada ketiga komponen terbesar dalam hidupku itu,yakni Agama,Negara dan Keluarga.Tentunya disamping itu aku akan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah ditularkan oleh para guru-guruku. Sholat lima waktuku,sholat sunnahku, serta semua amalan-amalan yang pernah diajarkan kepadaku. English Yes,Religion Always! Seperti kata-kata yang sering kudengar dari guru-guruku “Berjihad tidak selalu dengan mengangkat senjata, dengan belajar karena Allah pun sudah termasuk Jihad.
Di Global English aku beruntung dipertemukan Allah dengan Mr.Agus, seseorang Manajer yang banyak membimbingku, menasehatiku, serta mengajariku bagaimana membuat perencanaan hidup yang matang.Di tempat yang sama meski dengan waktu yang berbeda aku juga dipertemukan dengan Mr.Toto seorang direktur muda yang banyak mengarahkanku dalam menentukan pilihan hidup yang tentunya tidak pernah terlepas dari koridor islam. Tak lupa pula para pemuda hebat yang dengan segudang pengalamannya, tak jarang kami menghabiskan waktu bersama mendiskusikan segala hal yang tentunya berguna untuk kehidupan dimasa yang akan datang,diantara pemuda-pemuda hebat itu yakni ada Mr.Bojeng, Mr.Rey, Mr.Nando dan lain-lain.Bang Irawan seorang pemuda enerjik yang sedang melanjutkan kuliahnya sembari menjadi imam di salah satu masjid di kampung inggris.Berangkat dari beberapa pertemuan dengan merekalah Sehingga aku tertarik untuk mendokumentasikan hikayat perjalananku menapaki hidup di kampung inggris ini, serta melalui secarik kertas ini pula aku mencoba menuliskan beberapa targetku jika seandainya Allah mengizinkanku untuk tetap berada di kampung inggris ini.
Pelajaran yang pertama yang ingin aku kuasai pada bulan pertama adalah Speaking, ya aku ingin seolah-olah menderita penyakit “anemia” terhadap bahasa daerah dan negaraku. Tanpa ada maksud ingin melunturkan jiwa nasionalisku. Targetku pada bulan yang kedua adalah menguasai Grammar,dengan maksud aku tidak hanya lancar dalam berbicara,tetapi juga diiringi dengan struktur kata yang baik dan benar. Selain itu aku juga ingin jika suatu saat nanti bisa berbagi tips and trik belajar grammar dengan cepat. tentu ketika aku sudah menguasainya terlebih dahulu. Sebagaimana yang disebutkan dalam pepatah Arab “Faqidhu syai’ La yu’thi’,maka barang siapa yang tidak memiliki sesuatu,bagaimana mungkin dia akan bisa memberi.
Pada bulan ketiga targetku sudah mampu menulis artikel-artikel berbahasa inggris. Target pada bulan yang keempat adalah tidak sekedar menguasai beberapa bidang tersebut, melainkan juga sudah mampu mengajarkannya.
Dan untuk target-target yang selanjutnya tentu aku ingin menguasai komponen-komponen bahasa inggris secara universal. Mulai dari pembendaharaan Vocabulary agar aku layaknya kamus yang berjalan, Pronunciation yang menjadikan bahasa inggrisku tidak seperti Mas Tukul arwana yang sering menciderai bahasa inggris aslinya, bahkan sampai nanti mendapatkan point yang tinggi pada TOEFL and IELTS.
Mungkin inilah ending dari goresan demi goresan yang dapat aku tuliskan, mungkin bagi orang-orang yang terbiasa dengan kehidupan yang serba berkecukupan dan keinginan yang serba mudah terwujud,kampung inggris bukanlah sesuatu hal yang istimewah.tapi bagi orang yang lika-liku kehidupannya sepertiku tentulah kampung inggris adalah hal yang luar biasa,sebagaimana yang dikisahkan dari sebuah novel “Sepatu Dahlan” yang ketika itu Dahlan Iskan kecil yang menganggap sepasang sepatu dan sepeda adalah impian yang sangat luar biasa,dan ternyata hari ini siapa yang menduga jika beliau akan menjadi seorang mentri BUMN yang sudah barang tentu hari ini dia bisa saja memenuhi satu pesantren Takeran dengan sepatu atau mungkin memadati kabupaten magetan dengan sepeda.
Begitulah roda kehidupan, tidak ada yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita di hari esok. Ingat kesuksesan itu bukanlah ditentukan oleh kapasitas otak kita, tetapi melalui karakter. Ketika kita kehilangan karakter kita, maka sudah pasti kita telah kehilangan diri kita sendiri. Oleh karena itu tetaplah pertahankan karakter-karakter mulia yang kita miliki, pantang menyerah, rendah hati, jujur, loyalitas, integritas, disiplin serta berbagai macam karakter yang akan menunjang masa depan lainnya.
Betapa banyak orang yang memiliki pendidikan yang rendah namun dengan karakter yang luar biasa mereka mampu mendulang kesuksesan.
Salam sukses,The Next Leader. Sebuah Catatan Dari Seorang Sahabat di Kampung Inggris,19 Oktober 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H