Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Pribadi, Saya Sakit Jantung atau Sakit Jiwa?

10 Oktober 2020   19:24 Diperbarui: 10 Oktober 2020   19:28 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RSU HGA DEPOK (Dokpri)

Jantung berdebar-debar, telapak tangan berkeringat, panik luar biasa hingga takut mati. Fix, jika pernah mengalaminya, Anda tak sendiri. Masih ada saya dan belakangan saya tahu ternyata sangat banyak yang mengalami hal serupa.

Di sebuah channel YouTube milik dokter Andri, spesialis kesehatan jiwa, saya kemudian menemukan betapa banyaknya orang yang nasibnya hampir mirip dengan saya. Mereka disebut menderita psikosomatika. Sudah pasti, saya salah satu subscriber setia channel beliau.

Pun begitu, saya sebut mirip karena memang tidak seratus persen serupa. Itu karena saya juga sempat divonis mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung hingga 50 persen. Bahkan, kisah "sakit jiwa" ini pun bermula ketika saya mengalami serangan jantung mendadak dalam perjalanan naik motor dari kantor ke rumah. Tepatnya menjelang malam di sekitar Pasar Minggu, Jakarta Selatan, akhir Juni 2020. Beruntung, dalam kondisi jantung berdebar kencang dan panik luar biasa, saya masih sanggup mengendarai sepeda motor hingga ke RSUD Jatipadang.

Saya tak bisa membayangkan apa yang terjadi jika saya gagal menemukan rumah sakit secepat mungkin. Mau minta tolong ke warga sekitar? Rasanya kecil kemungkinannya mengingat di masa pandemi sekarang.

Anehnya, saya hanya dirawat di IGD RSUD Jatipadang selama kurang lebih 5 jam. Tak diberikan obat sama sekali kecuali cukup memasangkan selang oksigen. Oh ya, saya juga dipasangi alat EKG untuk memeriksa kondisi jantung. Hasilnya? Semua normal tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sebagai bekal pulang, saya diberikan obat lambung dan vitamin. Begitulah awalnya saya mulai curiga kena penyakit jantung.

Belum puas, beberapa hari kemudian saya kembali memeriksakan diri ke klinik dekat rumah. Hasilnya, lagi-lagi normal. Jantung yang berdebar kencang dipastikan aman. Tapi saya tetap saja belum puas hingga pergi ke IGD RSU HGA Depok. Di sana, kembali dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil yang sama: normal. Dalam hati, kok bisa normal ya, padahal jantung rasanya seperti berada di sirkuit balapan.

Masih belum puas, saya kembali ke rumah sakit yang sama beberapa hari kemudian. Kali ini saya menemui dokter spesialis penyakit dalam dengan berbekal surat rujukan dari klinik. Kembali, pemeriksaan EKG dilakukan yang hasilnya kembali dinyatakan normal. Oh my God, total tiga kali dipastikan aman. Tapi jantung kok berdebar kencang terus?

Baiklah, saya akhirnya menempuh jalan terakhir. Langsung ke dokter spesialis jantung dan menggunakan biaya pribadi alias non BPJS. Asumsinya, pemeriksaan EKG saya mungkin saja "ecek-ecek" karena menggunakan BPJS. Namun lagi-lagi, hasilnya EKG yang dilakukan atas biaya pribadi ternyata hasilnya tetap normal.

Namun, di sinilah keberuntungan saya dimulai. Ketika ditangani seorang dokter yang asli "anak Medan". Namanya dokter Munadi, SP. KKV. Dengan gaya Medan-nya, beliau menganjurkan saya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yakni CT SCAN.

"Kau urus surat rujukan ke klinik, bawa ke sini. Nanti kau periksa CT SCAN biar lebih akurat. Pakai BPJS saja karena ini mahal" begitu pesan dokter Munadi, seorang dokter yang menurut saya sangat menjiwai profesinya.

Titah dokter Munadi ternyata betul adanya. Saya dinyatakan mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung 40-50 persen usai menjalani pemeriksaan CT SCAN di RS Jantung Jakarta atau Jakarta Heart Center di Matraman, Jakarta Timur. Agar lebih pasti, dokter Munadi menganjurkan operasi kateterisasi jantung. Singkat cerita, saya akhirnya menjalani operasi kateter jantung yang dipimpin langsung oleh dokter Munadi. Itulah kali pertama dan semoga yang terakhir, saya melihat secara langsung ruang operasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun