Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dua Penyebab Bobby Nasution Sulit Menang di Pilwalkot Medan

16 Februari 2020   15:10 Diperbarui: 16 Februari 2020   15:12 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata orang, hidup ini penuh dengan misteri. Sulit menebak apa yang akan terjadi di kemudian hari. Walau bukan berarti kehidupan harus dijalani tanpa rencana. 

Bobby Nasution, misalnya, yang perjalanan hidupnya berubah drastis usai memperistri Kahiyang Ayu, puteri Presiden Jokowi. Bobby mungkin sama sekali tak pernah menduga bahwa ia akan berstatus sebagai menantu Presiden. Tetapi itulah misteri hidup. Seperti kata orang-orang.

Setelah berstatus orang 'Istana', peristiwa politik otomatis menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang Bobby. Perlahan, Bobby pun tertarik atau mungkin sengaja 'ditarik-tarik' keluarga Istana. 

Lumrah terjadi. Ibarat kata pepatah, di mana kaki dipijak di situ langit dijunjung. Kira-kira begitu. Sehingga ketika Bobby selanjutnya tertarik berlaga di pentas politik lokal Sumatera Utara, itu merupakan hal yang sangat wajar.

Hitung-hitung, pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Medan (Pilwalkot) menjadi pintu masuk bagi Bobby untuk menjajal dunia politik, dunia yang sama sekali baru untuknya. Siapa tahu, jalan itu menjadi awal bagi Bobby untuk beranjak ke tingkat yang lebih tinggi seperti Pilgub Sumut berikutnya. Syukur-syukur, naik kembali ke pentas nasional. Menjadi Wapres atau bahkan Presiden pada masa mendatang. Siapa yang tahu, bukan? Namanya juga hidup yang penuh misteri.

Hanya saja, saat ini momentumnya kurang tepat. Bahkan cenderung merugikan bagi Bobby. Meski mengantongi restu politik dari Presiden Jokowi, itu saja tidak cukup. Ada beberapa faktor yang tampaknya sama sekali tidak pernah diprediksi oleh Bobby. Termasuk tim sukses di sekelilingnya. Paling tidak, terlambat diperhitungkan. Apa itu?

Pertama, kampanye Mandailing bukan Batak yang belakangan semakin masif. Terkini, Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merevisi sebutan "Batak Mandailing" menjadi "Mandailing" saja. 

Dengan kata lain, Bobby yang berdarah Mandailing secara politik telah 'dipisahkan' dari suku lainnya terutama dari suku Batak Toba. 

Pengaruh politik dari pemisahan ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab tak bisa dipungkiri ego masyarakat Batak Toba akan timbul dengan sendirinya, lalu perlahan menjauhi Bobby.

Sementara di Kota Medan, penduduknya banyak dihuni masyarakat Batak Toba, selain Melayu, Mandailing, Tionghoa, dan banyak suku lainnya. Sehingga secara statistik, dukungan masyarakat Toba kepada Bobby bisa dikatakan akan merosot jauh, sebagai pengaruh dari kampanye Mandailing bukan Batak, tadi. 

Apalagi, bukan ingin bermaksud menonjolkan diri, pengaruh politik masyarakat Toba di Medan harus diakui masih sangat kuat, meski secara populasi bukan yang terbesar.

Kedua, kampanye #savebabi yang baru saja berlangsung di Kota Medan. Kendati skala aksi demo itu adalah tingkat provinsi, akan tetapi dampak politiknya akan ikut menurunkan elektabilitas Bobby, yang kebetulan berdarah Mandailing dan beragama Islam. 

Pada titik ini, Bobby tidak bisa berbuat banyak karena berada di posisi yang serba salah. Bobby tak mungkin terang-terangan mendukung kampanye #savebabi, karena hal itu akan merugikan dirinya sendiri.

Di sisi lain, masyarakat Toba di Medan akan cenderung mendukung calon wali kota yang mendengarkan aspirasi mereka yakni yang bersedia melindungi ternak babi dari spekulasi kepunahan. 

Maka dalam hal ini, calon wali kota yang beragama Kristen dan Batak, kalau ada, akan lebih diuntungkan. Atau paling tidak calon yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan masyarakat Mandailing, seperti etnis Melayu atau Tionghoa, misalnya.

Dua penyebab itulah yang menurut saya akan menyulitkan Bobby meraih kemenangan di pentas Pilwalkot Medan. Begitu pun, tak salah untuk mencoba. 

Namanya juga politik, tidak ada yang pasti seratus persen. Terlebih lagi, seperti disinggung di awal, hidup ini penuh dengan misteri. Tak seorang pun yang mampu mengarahkan jalan hidupnya sendiri.

Demikian menurut saya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun