Mossad, badan intelijen Israel merupakan salah satu badan intelijen yang disegani di dunia. Agen Mossad yang direkrut adalah orang-orang pilihan yang wajib memiliki sederet kemampuan, antara lain menguasai beberapa bahasa secara fasih, cerdas secara akademis, dan tentu saja punya keahlian mengoperasikan berbagai jenis senjata, serta dikenal 'berdarah dingin' yang tak punya belas kasihan kepada lawan.
Namun tahukah Anda, Mossad ternyata diarsiteki oleh seorang yang jauh dari aksi-aksi mematikan seperti banyak tersaji dalam film-film bergenre spionase. Dialah Avraham Dar, yang belum lama ini meninggal dunia dalam usia 94 tahun.
Dar, adalah seorang jenius yang fasih berbicara dalam 5 bahasa (Arab, Spanyol, Inggris, Ibrani, dan Prancis) hingga membuatnya mudah bergaul dengan siapapun. Kelebihan inilah yang kemudian menjadikan Dar kerap terhindar dari masalah, bahkan dari kematian saat menjalankan tugas intelijennya.
"Ayahku sangat piawai berakting. Tak satupun yang akan menduga kalau dia adalah seorang agen intelijen. Dia sangat cerdas dan mencintai sejarah. Mampu menyesuaikan dirinya saat berbicara dengan pihak lain. Ketika berbicara dengan orang Arab, maka ia akan bertingkah seperti orang Arab. Begitu juga bila berhadapan dengan orang Inggris, selalu disesuaikan dengan budaya Inggris. Memahami Dar memang tak mudah, meski dibesarkan dalam budaya Eropa tetapi ia juga sangat cocok dengan budaya Arab hingga ujung hayatnya," ujar Gidi Dar, anak Avraham Dar yang berprofesi sebagai sutradara dan produser film.
Sebagai salah satu arsitek Mossad, mayoritas operasi yang pernah dijalankan Dar di Mossad hingga kini masih menyisakan misteri. Dar yang lahir di Yerusalem pada 1925 memiliki darah campuran dari ayah dan ibunya. Ayahnya adalah campuran Inggris-Yaman yang bekerja di kesatuan militer Inggris. Sementara ibunya berasal dari keluarga veteran Yerusalem.
Masa anak-anak Dar dihabiskan di Yerusalem dalam masa 'Mandat Inggris' dan sebelumnya di bawah kekuasaan Raja Ottoman. Masa kecil Dar banyak berteman dengan berbagai suku bangsa seperti Kurdi, Inggris, dan Arab. "Semua orang tahu ayah saya seorang jenius dan lebih cepat menyelesaikan sekolahnya," tambah Gidi.
Petualangan Dar di dunia intelijen dimulai ketika ia ditempatkan sebagai penjaga gudang militer Inggris. Kepiawaiannya berbahasa Inggris membuat Dar semakin dicintai pihak Inggris. Saat negara Israel resmi berdiri pada 1948, tugas pertama Dar adalah berangkat ke Mesir untuk memastikan apakah negara tersebut berniat menyerang Israel.
Sayangnya, Dar malah tertangkap di Siprus hingga giginya rontok terkena popor senapan pihak Siprus. Beruntung, Dar akhirnya berhasil meloloskan diri dengan berpura-pura sebagai orang Inggris. Sekembalinya ke Israel, Dar melaporkan bahwa Mesir sama sekali tak punya niat menyerang Israel.
Pada kesempatan lain, Dar juga pernah selamat dari penyerangan prajurit musuh setelah berpura-pura menjadi orang Skotlandia. Alhasil, prajurit Skotlandia yang 'tertipu' akhirnya bersedia menyelamatkan Dar. "Kami selalu bercanda, seandainya Dar tidak menjadi agen intelijen, ia pasti akan menjadi seorang kriminal," kata Gidi menggambarkan kelihaian ayahnya bermain peran.
Dar bergabung dengan Palmach, pasukan tempur elit Haganah pada masa 'Mandat Inggris'. Kemudian pada umur 25 tahun, Dar resmi diangkat sebagai agen intelijen Mossad dengan berbagai macam penugasan.
Dar terlibat dalam pembunuhan pasukan Fedayeen di Mesir, mendirikan pasukan pengintai Israel (Sayeret Matkal), termasuk membangun jejaring intelijen di Mesir. Dar juga terlibat dalam 'Operasi Susannah' di Mesir pada 1954, sebuah operasi Israel yang ternyata salah sasaran.
Namun menurut Gidi, Dar merupakan satu-satunya agen yang sebetulnya tidak ikut secara langsung dalam operasi Susannah. Itu karena tugas Dar hanyalah merancang jalur pelarian dan Dar terbukti berhasil melakukannya sendirian. Lagi-lagi, Dar melakukan itu dengan berganti nama menjadi John Darling berkewarganegaraan Inggris. Kemudian Dar pergi ke Mesir dan menjalin persahabatan dengan keluarga Muslim di sana.
Sekembalinya ke Israel, setelah kegagalan Operasi Susannah, Dar kemudian diminta untuk membentuk dua jaringan spionase, termasuk diminta memimpin Unit 131, unit paling bergengsi di Mossad. Namun ia menolak tawaran itu dan memberikannya kepada agen yang lebih banyak memiliki pengalaman militer. Dar rupanya masih menyimpan kekecewaan dan kekesalannya akibat kegagalan Operasi Susannah.
Salah satu prestasi Dar yang dikenal menghindari secara langsung adalah saat operasi menghabisi Komandan Fedayeen Mesir, Mustafa Hafez. Sebelumnya, Israel telah cukup lama ingin menghabisi Mustafa tetapi selalu gagal. Mustafa adalah orang yang sangat piawai menghindari jebakan pihak Israel. Sampai suatu ketika, Dar merancang metode baru yang dikenal dengan 'bom kertas' atau 'bom buku'.
Dar kemudian meninggalkan dunia intelijen setelah Gidi lahir, dan memilih menetap di pegunungan Carmel. "Masa kecil saya ada di pegunungan dengan banyak senjata di rumah. Saya tahu ayah saya seorang mantan intelijen meski ia melarangnya untuk memberitahukan kepada siapapun. Orang-orang menjulukinya 'sang petani'.
Disadur dari: Mossad dad: A true hero of Israel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H