Sebuah tautan masuk ke layar ponsel saya, Selasa (11/2/2020) menjelang siang. Kuperiksa, pengirim tautan itu sama dengan pengirim undangan peliputan dua hari sebelumnya. Dua hari lalu, kepada si pengirim yang belum pernah kenal sebelumnya, saya memang bertanya apa kira-kira topik dalam undangan pers itu. Namun, si pengirim tak menjawab, yang lantas menyisakan tanda tanya. Undangan itu kurang lengkap menurut saya, sebab hanya menuliskan adanya draft surat keberatan masyarakat Mandailing terkait agenda sensus penduduk 2020.
Saking penasaran, saya kemudian mem-forward undangan itu kepada seorang kolega yang kebetulan berdarah Mandailing, berprofesi wartawan pula. Siapa tahu, menurutku, ia sudah lebih dulu mengetahui perihal undangan itu. Tetapi ternyata tidak. Sang kolega malah menduga undangan tersebut ada kaitannya dengan Pilkada 2020. "Kan Bobby (Nasution menantu Presiden Jokowi) ikut Pilkada, Lae," begitu jawab kolega tadi, lalu di belakang kalimatnya ditambahkan emoji tertawa. "Wah, bisa juga ya," balasku lagi.
Lega rasanya setelah rasa penasaran dalam dua hari ini akhirnya terjawab. Lalu tanpa terlebih dahulu mengeklik tautan itu, saya sudah tahu kira-kira apa isinya. Tak lain, penegasan kembali bahwa Mandailing bukan Batak. Tak meleset, dugaan saya betul adanya setelah membaca tuntas isi berita dalam tautan itu.
Ceritanya, seperti tertulis dalam tautan berita tersebut, masyarakat Mandailing merasa keberatan setelah Sensus Penduduk Online (SPO) Tahun 2020 yang dihelat Badan Pusat Statistik (BPS) kembali menuliskan 'Batak Mandailing'. Penambahan kata 'Batak' di depan 'Mandailing' itulah yang diprotes keras. Elemen masyarakat Mandailing kemudian meminta BPS selaku penyelenggara SPO 2020 untuk merevisi materi sensus dengan menjadikan "Mandailing" berdiri sendiri tanpa diawali penyebutan "Batak".
Agar seruan protes itu bergaung, sejumlah elemen masyarakat Mandailing kemudian berkumpul dan berdiskusi di sebuah restoran pada Senin (10/2/2020) malam di Medan, Sumut. Pertemuan itu dihadiri sejumlah tokoh antara lain, Wakil Ketua DPRD Sumut Harun Mustafa Nasution, H. Syahrir Nasution (Hikma Sumut), Ahmad Radja Nasution (Ikanas sumut), sejumlah akademisi, serta aktivis mahasiswa.
Pertemuan itu menyepakati agar gaung Mandailing bukan bagian dari sub-etnis Batak terus dikumandangkan. Selain itu, akan dilakukan beberapa upaya melalui BPS agar materi SPO 2020 bisa diubah. Sebab menurut mereka, frasa Batak Mandailing adalah ciptaan kolonial Belanda dan sudah dibantah masyarakat Mandailing sejak 1922.
Masyarakat Mandailing juga menegaskan pelabelan Batak Mandailing merupakan sebuah kekeliruan dalam memahami sejarah, identitas, dan budaya orang Mandailing. Selanjutnya, suku Mandailing berdiri sendiri di antara etnis/suku lain dalam menopang janji setia terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, bukan sub etnis manapun.
"Pernyataan dibuat untuk dipahami setiap generasi Mandailing dan pemerintah harus punya sensitivitas sosial  dalam menjaga keberagaman dan memberi perlindungan terhadap hak asasi masyarakat hukum adat Mandailing," demikian cuplikan dalam berita tersebut.
Diketahui, SPO 2020 bisa diakses melalui laman sensus.bps.go.id. Melalui SPO, masyarakat mendapat kemudahan dan kesempatan memeriksa Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) di database BPS sebelum mengisi SPO.
Isu Mandailing bukan Batak ini memang bukan yang pertama. Bahkan pernah sangat heboh menjelang pernikahan Bobby Nasution dengan puteri Jokowi, Kahiyang Ayu. Saat itu, media massa ramai memberitakan bahwa Bobby adalah pria berdarah Batak. Padahal, Bobby adalah orang Mandailing, bukan Batak.
Saya sendiri, seperti dalam tulisan sebelumnya, tidak pernah mempersoalkan kalaupun Mandailing meyakini bukan bagian dari suku Batak. Begitu pula dengan mayoritas bahkan bisa dikatakan seluruhnya masyarakat Batak (Toba), yang sama sekali tidak ada masalah apabila Mandailing mengikrarkan diri sebagai sebuah suku yang berdiri sendiri, tanpa embel-embel Batak. Setidaknya kesimpulan itu bisa diperoleh ketika membaca tanggapan dari banyak masyarakat Batak (Toba) di berbagai jejaring media sosial. Mereka, sama sekali tak ada masalah dengan keyakinan masyarakat Mandailing.