Bukan soal siapa yang benar dan siapa yang salah, hanya soal siapa pemenang dan siapa dikalahkan. Nggak enak pula memadankan pemenang dan pecundang, lebih elok menggunakan kata "dikalahkan". Sekali lagi bukan ingin memperdebatkan apakah isi revisi UU KPK malah melemahkan atau justru memperkuat.
Apakah revisi UU KPK baik atau buruk sudah banyak dibahas lengkap dengan polemiknya. Bahkan sukses memantik demonstrasi kaum kampus.
Makanya saya hanya ingin membahasnya dari sisi pemenang saja. Bila sebelumnya Presiden Jokowi berada di atas angin, tampaknya kini berada sejajar dengan angin. Bahkan ada peluang makin turun ke bawah angin.
Peluang itu datang dari Jokowi sendiri. Usai bertemu para tokoh di Istana, Presiden kemudian mengumumkan akan mempertimbangkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang undang alias Perppu KPK. Persis seperti yang pernah dilakukan Presiden SBY saat menerbitkan Perppu Pilkada.
Berubahnya sikap Jokowi terhadap UU KPK ini memang bisa dimaklumi mengingat semakin membesarnya gelombang gerakan mahasiswa. Ketimbang ribut-ribut terus, Jokowi barangkali ingin mengambil jalur cepat dan instan yakni dengan membatalkan "pelemahan" KPK melalui Perppu. Itu berarti, besar kemungkinan KPK yang sempat dikhawatirkan akan loyo, tidak akan pernah terjadi.
Di sinilah bagian menariknya, ketika Jokowi nanti ternyata betul menerbitkan Perppu KPK. Jika itu terjadi maka Jokowi secara politik telah kalah. Sama seperti SBY yang langsung menggugurkan UU Pilkada. Jokowi mau tak mau harus menerima kenyataan tersebut.
Lalu siapa dong pemenangnya? Siapa lagi kalau bukan KPK, yang tentu saja atas bantuan gerakan mahasiswa. Tapi perlu diingat, Jokowi akan kalah bila memang sudah menerbitkan Perppu KPK. Sebelum itu terjadi, Jokowi masih menjadi pemenangnya.
Demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H