Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Geng Batak di Senayan

4 September 2019   23:06 Diperbarui: 4 September 2019   23:11 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyebutnya 'Geng Batak' karena mereka masih berdarah Batak. Bukan bermaksud sok hebat atau sok keren. Biar enak dibaca dan (tak) perlu saja. Sebagai orang Batak, sangat wajar kalau saya ikut bangga. Sebab puluhan orang Batak lolos ke Senayan. Menjadi wakil rakyat yang terhormat. Di Sumut, mereka disebut anggota DPR Pusat. Sudah DPR pakai Pusat pula. Maksudnya biar lengkap, tegas, dan sebagainya.

Edisi Pemilu 2019 ini, jumlah orang Batak di Senayan mengalami peningkatan walau tak begitu signifikan. Mayoritas adalah wajah lama, sebagian besar sudah bolak-balik dilantik sebagai anggota Dewan. Paling banyak, berasal dari PDI Perjuangan pimpinan Megawati Soekarnoputeri. Partai kaum marhaen alias wong cilik. Sisanya tersebar di parpol nasionalis seperti Gerindra, Demokrat, NasDem, serta Golkar.

Perlu juga digarisbawahi, yang saya maksud 'Geng Batak' di sini adalah mereka yang bersuku Batak Toba dan beragama Kristen. Bukan bermaksud SARA, tetapi agar tulisan ini lebih mengena saja. Tidak melebar ke mana-mana. Nanti malah diprotes: "kami bukan Batak", malah panjang urusannya. Baiklah, mari kita mulai.

Trimedya Panjaitan masih menjadi pentolan di kalangan 'Geng Batak' di parlemen. Dilantik berulangkali sebagai anggota DPR, ditempatkan di Komisi Hukum, dan sering muncul di layar televisi. Kiprahnya sebagai 'Banteng Senayan' sudah cukup panjang. Walau harus jujur, Trimedya masih kurang 'menyeruduk' selama ini. Kurang bertaring.

Effendi Simbolon lain lagi. Ia sejak 2014 terasa berbeda dari sebelumnya. Walau berstatus sebagai kader parpol penguasa, tetapi ia malah kerap mengkritik Jokowi. Effendi berubah rasa menjadi oposisi. Tetapi jangan salah, Effendi tetap saja kokoh sebagai anggota DPR dan bahkan dicalonkan kembali sebagai anggota DPR. Hebatnya, Effendi kembali menang.

Berikutnya adalah Adian Napitupulu, yang dikenal berlatarbelakang aktivis jalanan. Ini adalah kedua kalinya bagi Adian lolos ke Senayan. Adian pernah ditempatkan di Komisi Hukum sebelum ditarik ke Komisi Energi. Namun sama seperti Trimedya, saya menilai Adian selama lima tahun ini masih kurang optimal. Hanya saja, Adian dalam Pilpres kemarin cukup berperan penting dalam menghalau serangan demi serangan dari kubu capres 02.

Masinton Pasaribu juga sama. Prestasinya kurang kinclong meski sempat mencuat namanya saat Pansus Pelindo II digelar. Sebetulnya, Masinton yang juga lama aktif di parlemen jalanan berkarakter kurang lebih sama dengan Adian. Bedanya, gaya komunikasi Masinton masih tergolong kaku sehingga setiap orasinya terasa membosankan. Bandingkan misalnya dengan Adian, atau Fahri Hamzah dari PKS.

Eriko Sotarduga S, yang asli bermarga Sitorus. Tetapi ia jarang menuliskan serta marganya, mungkin karena memang sudah demikian tertulis di akte lahirnya. Pria ini lebih banyak berperan sebagai bendahara, bergerak senyap di belakang layar. Karena memang ditugaskan sebagai pemain belakang, Eriko jarang tampil di media massa.

Lalu ada Junico (Nico) Siahaan yang berlatarbelakang presenter. Sejak terpilih pada 2014 dan terpilih kembali pada 2019, Nico hampir tak pernah muncul ke permukaan. Sebagai artis, Nico tampaknya hanya dipasang sebagai vote getter, pendulang suara dari Jawa Barat. Bukan sebagai anggota Dewan yang hobi 'berantem' di ruang rapat maupun ruang publik.

Kemudian ada Sukur Nababan yang juga sudah tiga kali lolos ke Senayan. Pria ini saya akui memiliki talenta memimpin yang baik dan tampil memukau ketika berbicara di hadapan massa. Saya sendiri pernah melihat langsung orasi Nababan, cukup membius dan berapi-api. Ia paham betul teknik berbicara di depan umum.

Sementara duet Sianipar yakni Effendi Sianipar dan Mindo Sianipar nyaris tak terdengar. Saya tidak tahu kenapa kedua Sianipar ini seperti mengurung diri di Senayan. Tak pernah sekalipun terlibat dalam kehebohan politik. Figuran saja pun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun