Tajir Melintir, meminjam istilah anak muda. Begitulah kondisi keuangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ini. Dalam setahun ia berhak menerima tunjangan operasional hingga Rp 56 Miliar.Â
Angka itu diperoleh dari hasil hitungan sah, yakni maksimum 0,15 persen dari total pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta. Ini bukan gaji bulanan tapi dana operasional.
Kaget juga saat membaca dasar hukum dan hitungan-hitungan dana yang diterima Anies itu seperti ditayangkan portal berita mediaindonesia.com. Kok bisa sebesar itu ya?
Terdapat dua alasannya. Pertama, PAD Jakarta memang sangat jumbo, paling besar di seluruh Indonesia. Sehingga persentase yang diperoleh Anies otomatis akan besar juga.Â
Kedua, kosongnya jabatan Wakil Gubernur yang ditinggal Sandiaga Uno. Otomatis, dana operasional Wagub akhirnya mengucur ke Gubernur. Itu sah, sesuai aturan.
Karena semua memang sah, Anies sudah pasti tak punya beban. Dia tidak korupsi, kok.
Lalu untuk apa saja sih dana operasional itu digunakan? Terserah Anies, boleh dibawa pulang ke rumah atau boleh juga dibagikan kepada pihak yang membutuhkan. Misalnya, bantuan pendidikan atau kesehatan.
Oke, anggaplah Anies menghemat dana operasionalnya. Semisal menyisihkan Rp 6 miliar saja untuk dibagi-bagikan. Itu artinya Anies bisa membawa pulang Rp 50 miliar pertahun, atau lebih dari Rp 4 miliar perbulan. Jika dikalikan lima tahun, maka Anies mampu meraup Rp 250 miliar.
Tapi hitungan tersebut dengan asumsi tanpa Wagub. Bila nanti posisi Wagub akhirnya terisi, maka penghasilan Anies juga akan berkurang. Lebih tepatnya berkurang sedikit. Anggaplah Wagub nanti mencicipi dana operasional sebanyak Rp 100 miliar hingga akhir periode pada 2022 nanti.
Jadi, Anies Baswedan masih punya celengan sebesar Rp 150 miliar lagi. Dengan kata lain, Anies bisa memasukkan duit ke celengannya sebesar Rp 30 miliar pertahun.
Tak terbayang kalau duit sebanyak itu dimaksukkan ke dalam celengan berbentuk ayam atau ikan. Satu ruko penuh semua. Hehehehe.