Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UAS dan Papua, Waspadai Aksi Pecah Belah Anak Bangsa

19 Agustus 2019   14:30 Diperbarui: 20 Agustus 2019   17:54 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sudah pernah merasakan betapa mencekamnya situasi di Papua Barat. Tepatnya November tahun lalu. Saat itu, saya bersama dua orang kolega berangkat dari Manokwari menuju Kabupaten Teluk Bintuni. Perjalanan yang semestinya menyenangkan itu, maklum saya baru pertama kali ke sana, mendadak mencekam di tengah perjalanan. Blokade jalan terjadi. Oleh warga yang protes karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa penduduk setempat dan satu ekor binatang peliharaan. Itulah pemicu blokade jalan itu.

Dari sebuah hotel di Manokwari, kami meluncur menggunakan Toyota Hilux, mobil bergardan dua. Di sana, alat transportasinya memang seperti itu, bukan angkot ataupun bis. Sehingga penumpangnya terbatas. Di tengah perjalanan, saya lupa nama wilayahnya, terpaksa mobil putar arah. Kembali ke Manokwari. Menunggu kabar selanjutnya dari awak sopir lain dari Teluk Bintuni menuju Manokwari. Selang dua jam, kami mendapat kabar blokade jalan sudah dibuka. Kami kembali bergerak.

Ternyata, blokade jalan belum betul-betul dibuka. Takut terjadi yang tidak diinginkan, para awak sopir Hilux yang punya kekompakan luar biasa itu, akhirnya sepakat meminta bantuan ke Polda Papua Barat. Singkat cerita, aparat Brimbo akhirnya diturunkan ke lokasi blokade. Iring-iringan kendaraan yang sebelumnya tertahan mulai terurai.

Tapi di sinilah puncak ketegangan itu. Saat mobil yang kami tumpangi melintas dari sebuah perkampungan, yang saat itu sebenarnya juga masih dijaga aparat, penduduk setempat terlihat membawa senjata tajam, golok berukuran panjang. Sebagian lagi memegangi kayu balok. Di tengah gerimis kecil menjelang sore hari itu, kami seolah dihadapkan pada pilihan pasrah. Tak punya pilihan lain.

Satu persatu mobil yang melintas "dirazia" warga, di bawah pemandangan golok dan kayu balok. Kini giliran kami. Jantung berdegup kencang, walau saya sendiri berusaha sangat tenang. Toh, tidak ada lagi yang mau diperbuat. Turun dari mobil dan melarikan diri ke hutan, sama saja bunuh diri. Sopir kami menurunkan kaca mobil. Begitu juga dengan kolega yang kebetulan duduk di jok depan, samping supir.

Saya tidak perlu menuliskan dialog yang terjadi antara sopir dan penduduk setempat. Namun yang jelas, dialog itu sangat menyeramkan. Syukurlah, kami akhirnya dipersilakan melintas dengan "tebusan" beberapa uang lembaran rupiah. Tak masalah, asalkan nyawa kami selamat. Saya masih ingat pesan yang disampaikan penduduk tersebut: Jangan kencang-kencang bawa mobil alias jangan mengebut. Tentu saja kami setuju atas nasehat itu.

Kami pun melaju menembus belantara hutan Papua, menyisiri pantai, dan kembali masuk ke belantara. Tanpa lampu penerangan jalan sedikit pun. Menjelang tengah malam, kami akhirnya tiba di Teluk Bintuni, yang dalam waktu normal bisa ditempuh kurang lebih 7 jam dari Manokwari. Kami istirahat di sebuah hotel berbintang dan satu-satunya di Teluk Bintuni.

Kisah di atas hanyalah gambaran betapa mencekamnya Manokwari saat ini. Terutama bagi mereka yang berstatus sebagai pendatang. Saya bisa merasakan bagaimana situasi di sana saat ini. Pendatang mustahil berani melakukan aktivitas seperti biasanya. Kecuali mungkin bagi mereka yang telah lama menetap sehingga rasa persaudaraan mereka sudah cukup baik dengan warga lokal. Semoga saja warga di sana tetap menjaga keharmonisan. Itu harapan kita bersama.

Waspada Aksi Pecah Belah

Namun agaknya ada yang janggal dengan rentetan peristiwa di Papua. Tampaknya ada upaya kelompok tertentu yang ingin kembali mengobok-obok persatuan bangsa. Dimulai dari beredarnya video Ustad Abdul Somad (UAS) yang isinya cenderung memprovokasi antarumat beragama. Terlepas dari konteks dan motif ceramah itu, yang patut dicurigai adalah kenapa baru sekarang video itu beredar luas? Padahal, video itu sudah ada sejak 3 tahun lalu. Hal inilah yang perlu dicermati bersama-sama. Ada apa di balik itu semua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun