Usai bertugas hanya sebagai pengetik ulang kiriman berita, saya kemudian diajak untuk melakukan wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan Batak. Dari anggota DPR, pengusaha, pejabat, termasuk artis Batak. Berita hasil wawancara itu kemudian saya tulis dalam bentuk berita. Ia membacanya dengan sangat hati-hati, lalu mengoreksinya, hingga menjadi sebuah berita yang betul-betul berbeda kualitasnya. Lama-lama, saya semakin memahami gaya menulis Antoni, walau saya akui hingga kini belum sanggup menandinginya.
Karena ikut menyangkut artis Batak, tentu membawa kami juga kerap keluar-masuk cafe Batak yang bertebaran di Jakarta dan sekitarnya. Kalau sudah masuk cafe, jangan harap pulang dengan keadaan normal, pasti sudah "tenggen", usai menyanyikan lagu wajib "Willingly" dan "Don't Forget to Remember Me". Kafe bubar langsung menuju ke parkiran. Nyalakan motor, dan kami pun melambai-lambai di aspal Jakarta menuju Jatibening, Bekasi, pulang ke rumah.
Hari ini, kami kembali bertemu di sebuah pesta, setelah tak lagi bersama. Penampilannya tetap parlente, berkumis dan berjambang yang sudah memutih. Saya sudah siap dengan masukannya, "Kau tampil rapi kek, penampilan itu penting," pesan yang selalu diajarkannya kepada saya. Tapi entah kenapa, saya memang tidak terlalu peduli soal penampilan. Apa adanya saja. Hehehe.
Antoni kini menekuni kebiasaan lamanya: betah di depan komputer (sekarang laptop), membaca buku hingga subuh, dan sesekali masuk Lapo. Antoni adalah seniman tulen, tak peduli berapa sisa uang di kantong, asalkan berita dan ulasan khasnya tersaji dengan sempurna di hadapan pembaca.
Selamat Hari Pers, Kakanda.
Teruslah Berkarya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H