"Dari bandara, saya kemudian menyusuri pembangunan LRT, yang kebetulan satu arah dengan lokasi acara yang hendak saya tuju. Karena tak merasa macet (mungkin juga karena sudah terbiasa bermacet ria di Jakarta), saya mulai menyimpulkan bahwa pembangunan LRT di Palembang rasa-rasanya akan mengalami "mati suri" seusai Asian Games nanti. Kenapa? Ya tak lain karena lalu lintas di Palembang menurut saya belum terlalu macet, sehingga pengguna jalan masih lebih memilih kendaraan pribadi seperti motor dan mobil ketimbang LRT."
Itulah penggalan artikel saya yang kemudian dihadiahi sebagai Headline di Kompasiana, September 2017 lalu. Pada intinya, artikel yang saya tulis berdasarkan pengamatan langsung itu menyampaikan betapa Light Rail Transit (LRT) di Palembang, Sumatera Selatan belum terlalu dibutuhkan.
Belum lagi jalur LRT di Palembang berada di titik luar Kota Palembang. Sementara aktivitas masyarakat di sana lebih banyak di dalam kota. Dengan kata lain, alasan lebih praktis dengan menggunakan LRT hanya berlaku apabila menuju ke bandara saja. Itu pun, bagi masyarakat yang kebetulan tinggal berdekatan dengan jalur yang dilintasi LRT. Berbeda dengan Jakarta, LRT yang juga dibangun menjelang Asian Games 2018, dipastikan akan terus bermanfaat bagi masyarakat mengingat kawasan Jabodetabek yang dihuni oleh jutaan manusia.
Kini prediksi itu pun terbukti. LRT yang dibangga-banggakan itu nasibnya miris. Pendapatan dan biaya operasional tidak sebanding. Akibatnya, pemerintah pusat harus menyuntikkan dana subsidi agar LRT tetap berjalan. Dikutip tribunnews, Kamis (31/1/2019), biaya operasional LRT Palembang mencapai Rp 10 miliar per bulan sementara pendapatannya hanya Rp 1,1 miliar per bulan. Hal inilah yang menyebabkan hingga saat ini, LRT masih mendapat subsidi dari pemerintah pusat berkisar Rp150 miliar per tahun.
Akibat beban subsidi itu, ada usulan dari DPR agar subsidi itu ditanggung Pemprov Sumatera Selatan. Namun usulan itu ditolak mentah-mentah Gubernur Sumsel, Herman Deru. Dengan tegas, Herman mengatakan kalau LRT itu merupakan aset negara bukan aset pemerintah daerah. Karenanya, segala urusan untung-rugi berada di tangan pemerintah pusat. Lagipula, Gubernur mengatakan, jangan ketika LRT merugi lalu diserahkan kepada pemerintah daerah. Tentu saja itu tidak adil.
Dengan kondisi LRT Palembang saat ini di tengah kampanye Pilpres 2019, tentu sangat wajar apabila dimanfaatkan kubu Prabowo-Sandi untuk menyerang kebijakan capres petahana Jokowi. Sebab tak bisa dipungkiri, pembangunan LRT di Palembang memang belum terlalu dibutuhkan.
Ke depan, semoga pemerintah lebih dulu melakukan kajian lebih matang sebelum memutuskan proyek infrastruktur seperti LRT Palembang. Jangan sampai hanya karena ambisi belaka, aspek-aspek lainnya malah terabaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H