"Kalau cawapresnya bukan saya, Jokowi bisa kalah," begitulah ucapan Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin), beberapa waktu lalu sebelum capres-cawapres ditetapkan oleh KPU. Saat itu, Cak Imin memang sudah berkampanye jauh-jauh hari sebagai cawapres, bukan capres.
Cak Imin tergolong unik, karena biasanya tokoh politik kerap mengincar posisi nomor satu bukan nomor dua. Tetapi itulah Cak Imin, hanya menginginkan kursi cawapres, setidaknya pada Pilpres 2019. Ia seperti ingin mempersiapkan diri untuk bertarung sebagai capres pada Pilpres 2024 mendatang. Tambahan lagi, manuver politiknya lebih condong mendekati Jokowi, bukan Prabowo sang capres penantang.
Tetapi angin politik kemudian berubah, Cak Imin batal dipinang Jokowi, tetapi secara mengejutkan justru menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres. Sebelum Ma'ruf, nama Mahfud MD sempat muncul hingga detik-detik pengumuman. Entah kenapa, mungkin juga akibat adanya akrobat politik Cak Imin, nama Mahfud kemudian dicoret dan digantikan Ma'ruf.
Namun pada masa kampanye Pilpres, mesin politik Jokowi-Ma'ruf harus diakui sedikit timpang. Jokowi sangat dominan sementara Ma'ruf terlihat kurang maksimal menambah pundi-pundi suara. Gerakan politik Ma'ruf seperti terbatas, meski ia memiliki jaringan yang cukup luas dan kuat. Sebagai ulama terkenal, Ma'ruf sejatinya dengan mudah mengamankan suara di basis massa Islam khususnya di Pulau Jawa, terutama Banten dan Jawa Barat. Tetapi Ma'ruf tampaknya kurang menguasai strategi bila dibandingkan misalnya dengan Sandiaga Uno, cawapres Prabowo.
Celah kurang optimalnya mesin politik Ma'ruf itulah yang sepertinya bisa dibaca Cak Imin. Sebagai Ketum PKB dengan basis utama massa NU, Cak Imin kemudian tampil sebagai pemberi harapan kepada Jokowi. Bahwa Cak Imin siap mengamankan kursi presiden bagi Jokowi untuk kedua kalinya. Harapan itu memang tidak berlebihan bila dikaitkan dengan jumlah massa NU khususnya di Jawa Timur yang mencapai puluhan juta. Dengan merebut suara NU di Jawa Timur saja, Pilpres bagi Jokowi setidaknya sudah mencapai level hampir aman.
Namun tentu saja tidak ada yang gratis. Cak Imin yang menilai posisi Jokowi belum aman, terkesan meminta "lebih" dari Jokowi. Yakni berjanji akan menghadiahkan kursi menteri sebanyak-banyaknya bagi PKB. Lihat saja, Cak Imin sudah berani mematok 20 kursi menteri PKB apabila Jokowi berhasil memenangi Pilpres.
Sekilas, permintaan Cak Imin itu mungkin dianggap sebagai gurauan belaka. Apalagi sejauh ini parpol koalisi Jokowi belum pernah membicarakan jatah kursi menteri. Tetapi kenapa Cak Imin sudah berani lebih dulu meminta jatah yang lebih banyak? Bagaimana dengan PDIP, Golkar, NasDem, PPP, dan Hanura? Cak Imin kemungkinan besar menilai mesin politik kelima parpol tersebut belum sanggup melawan parpol koalisi Prabowo-Sandi.
Sehingga permintaan jatah 20 menteri tersebut tak lebih sebagai "kode keras" bahwa Pilpres bagi Jokowi sama sekali belum aman. Di saat bersamaan, Cak Imin memberikan garansi menang Pilpres jika keinginan politiknya dipenuhi Jokowi. Lalu apa yang akan dilakukan Cak Imin seandainya Jokowi memenuhi permintaan itu? Sudah pasti Cak Imin akan lebih getol berkampanye khususnya ke wilayah Jabar dan Banten, dua wilayah yang masih diperebutkan kedua pasangan capres.
Kini, pilihan ada di tangan Jokowi. Ikut kemauan Cak Imin atau bisa kalah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H