Matahari semakin meninggi, merambat menuju siang di pekan kedua pengujung 2017. Arus lalu-lintas Jakarta terlihat cukup lengang di sepanjang Cawang menuju Blok M. Hanya sedikit tersendat di perempatan Tugu Pancoran sehingga tak perlu berkelahi dengan waktu, meski Si Budi Kecil penjual koran masih setia menanti sore di sana. Demi satu impian, saya akhirnya tiba di sebuah kafe di pojok Jalan Cikatomas II, Jakarta Selatan, usai menempuh perjalanan dua jam dari Depok. Melelahkan? Ya, memang. Yang penting saya tidak dipaksa memecahkan karang, karena jariku mustahil kuat.
"Kapan terakhir kali ke luar negeri dan ke negara mana," Mba Nitia Anisa, seorang presenter Kompas TV, mengawali kalimatnya dari panggung berukuran 4x2 meter, dilengkapi backdrop dengan tulisan utama "WONDERFUL MACAO, EXPRESS YOUR OWN STYLE".
"Hong Kong, Wina, Beograd," seketika menyambut pertanyaan Nitia. Sebagian dari kami yang menghadiri acara bertajuk Kompasiana Nangkring bersama Macao Government Tourism Offfice (MGTO) perwakilan Indonesia, ternyata telah pernah melancong ke luar negeri. "Sungguh siang yang sangat berfaedah," batinku sekadar menghibur diri.
Usai sambutan yang tergolong basa-basi tetapi langsung mengernyitkan dahi itu, Nitia yang tampil modis dengan pakaian kasual dengan gaya bicara mirip artis Cinta Laura, kemudian mempersilakan dua narasumber utama. Sepertinya istilah narasumber utama terlalu kaku, yuk kita ganti dengan penutur cerita saja.
Keindahan demi keindahan Macao pun mulai diungkap Mba Devi. Diawali dengan sejarah Macao yang telah membaur dengan budaya Eropa khususnya Portugis, setelah kembali ke dalam wilayah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sejak 1999. Perpaduan dua budaya yakni Asia dan Eropa itulah yang sebetulnya menjadi simpul keindahan dari Macao hingga mampu menarik minat wisatawan dunia. Bahkan, perpaduan budaya timur dan barat di Macao telah mendapat anugerah sebagai Situs Warisan Duniadari UNESCO, salah satu badan di PBB.
Salah satu bukti adanya perpaduan dua budaya di Macao terlihat dari bahasa yang digunakan penduduk di sana yakni Kantonis, Portugis, dan Mandarin. Plus, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Bukti lainnya adalah kehadiran bangunan bersejarah khas Eropa yang menurut Mba Devi merupakan salah satu daya tarik dari Macao. Tak ketinggalan, lidah orang Indonesia yang doyan menikmati aneka kuliner juga tersedia di Macao. Sehingga, tagline "Thousand Portrait of Macao, A Combination of World, Cultural Heritage and Culinary" memang sangat tepat untuk menggambarkan pesona yang telah terbentuk sejak lama di Macao. Macao adalah perpaduan warisan budaya dan kuliner di dunia.
Apa sih warisan bersejarah yang paling menarik di Macao?
Ruin of Saint Paul. "Ini yang paling have to go place. Minimal 120 selfie-lah ya. Ini sangat ramai sekali. Ini adalah gereja yang terbakar pada tahun 1835 kecuali bagian depannya, sehingga memberikan harapan kehidupan bagi masyarakat kala itu. Di sanalah mereka menemukan kekuatan batinnya," Devi mengungkap alasan di balik keramaian di Ruin of Saint Paul.
Selain reruntuhan Ruin of Saint Paul, dalam buku Macao Guide Book yang diterbitkan MGTO sebetulnya terdapat 30 bangunan bersejarah di Macao. Antara lain, A-Ma Temple, Senado Square, maupun Mandarin's House. Yang jelas, seluruh bangunan bersejarah tersebut menawarkan peninggalan budaya masa lalu yang hingga kini terus menjadi sumber inspirasi bagi para pelancong.
Karenanya, jika Mba Devi harus menjelaskan ketigapuluh gedung bersejarah itu, barangkali Kompasiana Nangkring akan berubah nama menjadi Kompasiana Kering. Sudah pasti lama, bos!
Malam Bermandi Cahaya
Art festival maupun international film festival yang telah memasuki tahun kedua, juga termasuk daya tarik yang kerap menarik minat pelancong luar negeri. Di bulan Desember biasanya selalu ada pameran yang bertema romantis. Istilah kerennya, Macao itu sangat tanggap dengan isu kekinian. "Bagi yang suka foto-foto malam cocok karena di sana banyak imitasi bangunan Eropa seperti Menara Eiffel. Lampu-lampu di menara ini akan menyala dengan warna berbeda setiap saat," kata Arif.
Waspada dengan Dompet Anda
Macao juga menawarkan surga belanja dan bersantap. Untuk yang pertama, Mba Nitia menyarankan agar pelancong khususnya wanita untuk berhati-hati terhadap dompetnya. Bukan takut hilang, tetapi takut kehabisan duit saking nikmatnya berbelanja di kawasan Senado Square.
Uniknya lagi, Senado Square juga menawarkan wahana naik gondola yang melintas di pusat perbelanjaan. Jangan khawatir, ini bukan gondola yang sering kita lihat nangkring di bagian luar gedung pencakar langit saat melakukan pembersihan bagian luar gedung. Gondola di sini lebih tepatnya perahu kalau di Indonesia.
Berani terjun bebas dari ketinggian tiga ratusan meter?
"Saya bukan takut lompat, tapi takut bayarnya," celetuk Arif saat ditanyakan Nitia kenapa tidak mencoba wahana uji nyali di Macao Tower, dalam pelesirannya ke Macao. Pelancong yang ingin menguji nyali untuk terjun bebas dari ketinggian 338 meter memang tersedia di Macao Tower. Tentu saja, wahana atraksi itu dilengkapi alat keamanan yang sangat ketat guna menjamin keselamatan para penerjun bebas. "Tahun 2012 itu biaya sekali terjun itu sekitar Rp 3 juta, mungkin sekarang Rp 5 juta. Kalau ada yang mau bayarin, saya siap terjun," Arif mencoba menguatkan jantungnya.
Siap-siap Ucapkan Maknyuss
Egg-Tart adalah kuliner khas Macao yang menurut Mba Devi harus dicicipi. Masakan khas Portugis ini, sesuai namanya, berbahan dasar telur ayam yang diracik dengan bumbu lain sehingga berubah menjadi kuliner spesial. Ternyata, soal kuliner, Macao juga banyak menawarkan masakan perpaduan Eropa dan Asia. Itu sebabnya Macao pada Oktober 2017, kembali mendapatkan penghargaan dari Unesco, sebagai pusat gastronomi atau kuliner yang menggabungkan rasa Eropa dan Asia. Maknyuss, meminjam istilah almarhum Bondan Winarno.
Bebas Visa dan Penerbangan Langsung
"Bagian paling enak adalah bebas visa," Mas Arif bercerita tentang kemudahan melancong ke Macao. Itu artinya, bagi Anda yang ingin bepergian ke Macao, cukup menyiapkan paspor dan tiket pesawat.
Enaknya lagi, penerbangan langsung dari Jakarta-Macao dan sebaliknya juga sudah tersedia setidaknya empat kali dalam seminggu. Tapi kalaupun lewat Hong Kong, boleh juga. "Tinggal naik ferry satu jam dari Hong Kong sudah sampai Macao. Pokoknya asyik deh," lanjut Mas Arif.
Kemudahan transportasi dari dan menuju Macao, timpal Mba Devi, memang sudah menjadi prioritas pemerintah Macao. Ini terbukti dari seluruh sarana transportasi yang saling terhubung sejak dari bandara hingga ke hotel.
Layanan Jasa Kian Akrab Indonesia
Bagaimana perasaan Anda saat berada di luar negeri lalu disapa menggunakan bahasa Indonesia? Bangga dan langsung merasa dekat bukan? "Itulah yang sudah dipraktekkan di Macao. Beberapa servis jasa seperti hotel, taksi, sekuriti sudah bisa menggunakan sedikit bahasa Indonesia seperti mengucapkan apa kabar, terima kasih, dan sampai jumpa. Ini menunjukkan Indonesia sudah menjadi bagian penting bagi Macao," Mba Devi menggambarkan tentang keramahan wisata Macao.
Biaya Serba Terjangkau
Bagi pelancong yang baru pertama kali alias first timer ke Macao, tidak usah khawatir tentang biaya. Yang jelas, berwisata di Macao masih lebih terjangkau ketimbang di Hong Kong. Untuk liburan 3-4 hari, kocek yang mesti dirogoh seorang wisatawan tidak terlalu dalam. "Paling sekitar Rp 3 jutaan, di luar tiket pesawat. Sebab kita bisa mencari penginapan yang terjangkau," Mas Arif memberikan bocoran biaya.
Bagaimana, tertarik melancong ke Macao? Sepertinya perlu diagendakan agar jangan hanya sekadar memotret keindahan Macao dari Pojok Cikatomas. Ayo mas, berangkat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H