"Kau kerjakan di kantor secepatnya ya," begitulah pesan singkat yang mampir di ponsel saya. Pesan itu dikirimkan Bang Lidson, pimpinan di kantor yang terkenal galak. Perawakannya lumayan tinggi, berkulit gelap, dan berkumis tipis. Maka titah BL, demikian "anak-anak" di kantor biasa menyapanya, wajib dituntaskan tanpa kompromi. Tidak peduli bagaimana dan seperti apa situasinya. Pokoknya harus dikerjakan segera.
Maka dimulailah ritual setiap pagi itu. Mandi, berkostum ala kantoran, menyalakan mesin sepeda motor, lalu geber-geber knalpot sebentar, dan meluncur. Dari mulut gang di belakang terminal Kampung Rambutan, saya pun bergegas menyusuri Jalan TB Simatupang ke arah Lebak Bulus. Ah sial, iring-iringan truk pengangkut sepeda motor sedikit menahan laju roda, hingga terjebak di perempatan lampu merah yang pagi itu berubah dari merah ke merah lagi. "Mungkin, lampunya korslet," pikirku.
Seperti biasa, perjuangan menembus kemacetan Jakarta di pagi hari wajib mengandalkan jurus lama: bermanuver ke kiri lalu ke kanan dan sesekali mengerem mendadak. Beruntung saya bukan termasuk dalam koloni pemotor yang cuek saat memilih jalan pintas dengan menaiki trotoar. Sesekali, ikut juga sih. Jujur itu hebat. Hehehe.
Dan, tibalah saya di kantor usai berjibaku di atas sepeda motor selama lebih dari 60 menit. Seketika itu pula langsung mengerjakan tugas yang diminta BL. Segelas kopi belum habis diseruput, tuntas sudah kewajiban. "Cek dan ricek lagi sebelum kirim ke email saya. Dipertajam dulu," begitu selalu kalimat BL saat memberikan pengarahan di kantor.
Apa lacur, jaringan internet di kantor saat itu sedang ngadat. Jangankan membuka email, menampilkan laman Google yang hanya putih polos saja tak sanggup. Istilah kerennya, buffering melulu. Bola dunianya berputar-putar seolah tak punya tujuan. Kalau sudah begitu ceritanya, "anak-anak" di kantor biasanya hanya berpasrah diri saja. Menantikan BL mengoceh hingga membuat suasana ruangan mendadak hening. Hari itu, ternyata saya kebagian nasib sial itu, dibombardir BL lantaran terlambat berkirim email.
Modem yang Menyelamatkan
Tiga tahun berlalu, kisah pahit akibat terlambat menyetor tugas lewat email itu pun terkubur bersamaan datangnya jaringan teknologi internet yang kian bersahabat. Era milenial memungkinkan komunikasi jarak jauh dengan jaringan tangguh telah menjawab segala kegalauan khas pekerja.
Live Smart, dua kata sederhana yang dengan cepat tak lagi menyoal kebutuhan pekerjaan tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup. Modem bertuliskan ANDROMAX M2Y produksi Smartfren yang saya beli di pertengahan 2016 lalu, berubah menjadi penyelamat guna menghambat dampak kemarahan BL yang kerap berdampak sistemik.
Modem Andromax, benda yang meski mungil tetapi amat canggih. Kecanggihan itu terbukti setiap berkirim email ke BL yang hanya secepat kilat. Betul-betul anti lelet pokoknya. Urusan tugas dan kewajiban kantor pun kini jauh lebih mudah. Bahkan, tak jarang tugas yang diserahkan BL kepada saya hanya dikerjakan di rumah saja. Toh, bagi BL yang penting adalah kewajiban karyawan diselesaikan dengan secepatnya. Tugas selesai, BL senang.
Jangankan berkirim email, mendengarkan lagu-lagu lawas The Mercy's di Youtube sekalipun dengan gampang dipersembahkan modem Andromax. Padahal, itu baru menggunakan modem model lawas. Bagaimana kira-kira kalau menggunakan modem MiFi M5 keluaran terbaru dari Smartfren? Wah, dijamin makin lincah.Â
Sekilas, bentuk Modem MiFi M5 terlihat hampir sama dengan generasi pendahulunya. Namun, soal kecanggihan, menurut informasi yang saya peroleh, seri terbaru ini jauh lebih ciamik. Tak hanya mampu berbagi jaringan hingga 32 pengguna, kecepatan internetnya juga kian melejit. Bahkan, MiFi M5 bisa juga berfungsi sebagai power bank. Ampun deh, kalau begitu ceritanya maka lengkaplah sudah, tugas-tugas kantor yang dikerjakan di rumah kini bisa selesai dengan sempurna, sementara tensi BL tetap dalam posisi normal.