Minimnya campur tangan Kantor Pusat HKBP juga berkaitan dengan tingginya perpindahan jemaat HKBP ke gereja lain. Banyak jemaat HKBP yang akhirnya berpindah gereja karena memandang pimpinan HKBP sudah cuek terhadap mereka. Bahasa kerennya, "iman saya tidak bertumbuh di HKBP", begitu kira-kira. Jika hal ini dibiarkan, maka potensi HKBP kehilangan jemaatnya akan semakin tinggi pula.
HKBP sejujurnya juga sudah banyak melakukan pembenahan. Misalnya saja, HKBP tidak lagi gereja yang eksklusif, yang hanya menerima jemaat dari suku Batak Toba. Tetapi sudah membuka diri terhadap suku mana saja. Liturgi HKBP juga tak lagi hanya menggunakan bahasa Toba, tetapi sudah melebar ke bahasa Indonesia, terutama untuk gereja HKBP di perkotaan. Fleksibilitas ini tentu saja merupakan sebuah upaya HKBP untuk terus merawat jemaat yang baru bergabung dengan HKBP maupun untuk mengakomodasi jemaat yang lahir di daerah perkotaan.
Bagaimanapun, HKBP harus terus menjaga eksistensinya sebagai gereja yang telah lebih dulu lahir dan berkembang di Indonesia. Jangan sampai HKBP ditinggalkan jemaatnya hanya karena tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman. HKBP sebagai warisan Nommensen, harus terus dijaga dan dirawat. HKBP harus tetap menjadi garam dan terang bagi dunia.
Selamat Ulang Tahun ke-156 HKBP
Horas...Horas...Horas...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H