Sebagai gantinya, etika diajarkan di sekolah-sekolah, yang seluruhnya mengandalkan logika akal sehat. Tentang mana perbuatan baik dan mana perbuatan jahat tanpa didasari dalil-dalil agama. Hasilnya, Belanda pun menjadi negara yang sukses melewati perbedaan pandangan terhadap agama hingga sekarang.
Memang, bila merujuk pada sejarah bangsa lain khususnya Irlandia dan Irlandia Utara, pengalaman Belanda yang memisahkan agama dan negara memang cukup masuk akal. Lihat saja, Irlandia yang mayoritas Katolik dan Irlandia Utara yang mayoritas Protestan, sudah sejak lama sering terlibat pertikaian yang tak jarang menimbulkan korban jiwa di kedua belah pihak.
Nah, jawaban pemisahan agama dan negara tersebut, sekaligus menjawab kenapa Belanda tidak terlalu mencampuri urusan agama selama 350 tahun bercokol di Indonesia. Belanda hanya berkepentingan 'mengeruk' kekayaan Indonesia tanpa memaksa adanya perubahan keyakinan beragama.
Setidaknya, hal itu terbukti dari penyebaran Protestan di tanah Batak, yang justru dilakukan oleh IL Nommensen, seorang misionaris Jerman. Padahal, masuknya agama Kristen ke wilayah Batak juga bersamaan dengan berlangsungnya masa penjajahan Belanda.
Terakhir, saya pun bertanya, bagaimana tata cara pemakaman seorang ateis Belanda yang meninggal dunia? "Itu dia masalahnya, hampir 50 persen penduduk kami munafik. Ketika hidup ateis, tetapi saat meninggal dunia, keluarganya memanggil Pastor/Pendeta untuk melakukan prosesi pemakaman," ujar dia yang disambut senyum simpul dari saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H