Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

350 Tahun Dijajah Belanda, Kok Kristen Minoritas di Indonesia?

24 September 2017   14:14 Diperbarui: 24 September 2017   18:33 12826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Belanda (Google Map)

Sebagai gantinya, etika diajarkan di sekolah-sekolah, yang seluruhnya mengandalkan logika akal sehat. Tentang mana perbuatan baik dan mana perbuatan jahat tanpa didasari dalil-dalil agama. Hasilnya, Belanda pun menjadi negara yang sukses melewati perbedaan pandangan terhadap agama hingga sekarang.

Memang, bila merujuk pada sejarah bangsa lain khususnya Irlandia dan Irlandia Utara, pengalaman Belanda yang memisahkan agama dan negara memang cukup masuk akal. Lihat saja, Irlandia yang mayoritas Katolik dan Irlandia Utara yang mayoritas Protestan, sudah sejak lama sering terlibat pertikaian yang tak jarang menimbulkan korban jiwa di kedua belah pihak.

Nah, jawaban pemisahan agama dan negara tersebut, sekaligus menjawab kenapa Belanda tidak terlalu mencampuri urusan agama selama 350 tahun bercokol di Indonesia. Belanda hanya berkepentingan 'mengeruk' kekayaan Indonesia tanpa memaksa adanya perubahan keyakinan beragama.

Setidaknya, hal itu terbukti dari penyebaran Protestan di tanah Batak, yang justru dilakukan oleh IL Nommensen, seorang misionaris Jerman. Padahal, masuknya agama Kristen ke wilayah Batak juga bersamaan dengan berlangsungnya masa penjajahan Belanda.

Terakhir, saya pun bertanya, bagaimana tata cara pemakaman seorang ateis Belanda yang meninggal dunia? "Itu dia masalahnya, hampir 50 persen penduduk kami munafik. Ketika hidup ateis, tetapi saat meninggal dunia, keluarganya memanggil Pastor/Pendeta untuk melakukan prosesi pemakaman," ujar dia yang disambut senyum simpul dari saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun