Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bandara (Internasional) Silangit di Antara Nommensen dan Sisingamangaraja

10 September 2017   19:18 Diperbarui: 10 September 2017   19:31 2620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Datang di Bandara Internasional Silangit.Begitulah nanti bunyi tulisan di Bandara Silangit yang terletak di Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut. Sebuah bandara yang sengaja dipoles pemerintah dengan sangat cepat demi meningkatkan kunjungan wisatawan ke Danau Toba. Ya, Silangit merupakan bandara yang didesain untuk menggantikan peran Bandara Kuala Namu, yang jaraknya ke Danau Toba bisa memakan waktu hingga 5 jam. Sedangkan dari Silangit, hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Kelak, dengan beroperasinya Silangit, tingkat kunjungan wisatawan khususnya dari mancanegara akan mengalami peningkatan. Begitu harapannya.

Dalam rangka mewujudkan impian yang sudah pasti menggerakkan perekonomian lokal di sana, pesawat dari Singapura yang memboyong Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, pun sudah mendarat di Silangit dengan sempurna. Luhut menjajal penerbangan uji coba bertaraf internasional tersebut sebelum diresmikan Presiden Jokowi pada Oktober 2017 nanti. Sebagai putera Tapanuli sekaligus Menko yang membawahi Kementerian Pariwisata, Luhut tentu saja sangat berkeinginan Bandara Silangit menjadi bandara yang mampu menampung penerbangan internasional.

Namun, ada yang sedikit mengganjal. Bukan soal masa depan pariwisata Danau Toba atau sejauh mana kesiapan masyarakat lokal menyambut perubahan baru. Akan tetapi, ini soal bandara Silangit yang diwacanakan akan berganti nama. Silangit, yang merujuk pada nama daerah di sekitar bandara dirasakan kurang pas mengingat masih ada sosok berpengaruh yang bisa dijadikan sebagai nama baru. Penggantian nama bandara dari yang sebelumnya didasarkan pada lokasi bandara (Silangit) menjadi nama sosok yang dianggap berpengaruh memang lazim dilakukan di seluruh dunia.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pilihan masyarakat di sana jatuh pada dua nama, yakni Nommensen atau Sisingamangaraja XII. Perdebatan pemilihan nama ini pun sudah berlangsung alot, meski di permukaan tampak adem-adem saja. Ada yang memilih nama pertama, tetapi ada pula yang lebih setuju menggunakan pilihan nama kedua. Lalu, siapakah sebenarnya kedua sosok yang menjadi rebutan itu? Mari kita simak.

Kalau ditanya, siapa sosok paling berjasa yang telah mengubah paradigma masyarakat tentang pentingnya pendidikan? Jawabannya adalah Ingwer Ludwig Nommensen yang biasa disingkat Nommensen. Ia adalah misionaris Jerman yang sukses menyebarkan ajaran Kristen Protestan sekaligus mengajak masyarakat untuk menekuni pendidikan di wilayah Tapanuli, Sumatera Utara. Itu sebabnya, bagi orang Batak, yang memang mayoritas adalah jemaat gereja HKBP, Nommensen merupakan sosok yang sangat diagungkan, bahkan menyebut Nommensen sebagai Rasul Batak (Apostel Der Batak). Secara singkat, Nommensen tidak hanya menyebarkan Protestan sekaligus mendirikan HKBP, tetapi ia juga menekankan pentingnya pendidikan plus kesehatan sebagai alat menuju kemajuan.

Kalau ditanya lagi, siapa sosok paling berjasa yang ikut memimpin perlawanan mengusir penjajah Belanda dari Tanah Batak? Jawabannya adalah Sisingamangaraja XII. Pahlawan nasional ini bahkan gugur di medan perang setelah berupaya menyelamatkan Lopian, puteri kesayangannya yang lebih dulu tertembak senapan Belanda. Sisingamangaraja XII memang gugur di medan perang, tetapi nama dan perjuangannya masih sangat melekat di hati masyarakat Batak.

Menariknya, Nommensen dan Sisingamangaraja XII hidup di masa yang sama, yakni ketika Belanda masih berupaya menyebarkan area penjajahannya hingga ke Tapanuli. Dengan demikian, kedua tokoh ini memiliki peran yang berbeda di Tanah Batak, tetapi sama-sama membawa perubahan dalam paradigma masyarakat Batak tentang makna pendidikan serta perjuangan. Alhasil, mayoritas orang Batak saat ini masih sering dilabeli sebagai salah satu suku yang berpendidikan sekaligus gigih berjuang demi mewujudkan cita-citanya. Bukan begitu? Hehehe.

Lantas, siapakah di antara Nommensen dan Sisingamangaraja XII yang layak dinobatkan sebagai nama bandara pengganti Silangit? Inilah pertanyaan yang rumit dijawab. Sebab, keduanya sama-sama memiliki nilai kontribusi yang amat besar bagi masyarakat Tapanuli.

Ketimbang harus berdebat panjang, pilihan yang paling mudah adalah kembali ke awal. Yakni tetap menamainya dengan Bandara Internasional Silangit. Masyarakat Tapanuli mungkin sudah bisa memetik pelajaran dari batalnya pembentukan Provinsi Tapanuli beberapa waktu lalu, akibat adanya perbedaan pandangan tentang penentuan ibukota provinsi.

Meski begitu, penentuan pemberian nama berada di tangan Presiden Jokowi. Saya yakin, Presiden dibantu Menko Luhut sudah menyiapkan nama yang terbaik untuk bandara tersebut. Yang jelas, sebagai putera Batak, saya meyakini kehadiran bandara Silangit merupakan salah satu langkah revolusioner Jokowi untuk mewujudkan Tapanuli menjadi lebih baik.

Horas...Horas...Horas... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun