TANPA direncanakan, acara jalan-jalan kami ke Solo rupanya disambut pergelaran Solo Batik Carnival (SBC) 2017, yang berlangsung selama tiga hari (14-16 Juli). Dari namanya, kami yang masih pertama kali menginjakkan kaki ke Solo tentu saja berpikir SBC akan menyuguhkan pameran batik terlengkap dengan harga yang terjangkau pula. Kenyataannya, pelataran Benteng Vastenburg, Solo sebagai lokasi pusat acara, hanya dua pedagang yang menjajakan pakaian batik. Sisanya, didominasi pedagang kuliner yang berjejer rapi di kiri-kanan panggung. Uniknya, meski bertemakan batik, pelataran Benteng juga diramaikan oleh stand yang menawarkan hunian rumah. Begitulah suasana hari pertama pegelaran SBC.
Nah, yang ditunggu-tunggu pun tiba, sesuai pengumuman yang kami dengarkan pada hari pertama. Di hari kedua, tepatnya hari Sabtu, sejumlah ruas jalan di Solo pun dialihkan, untuk memberikan akses jalan kepada rombongan dari berbagai daerah di Jawa menampilkan batik terbaiknya. Menariknya, batik yang ditampilkan bukan sekadar batik tetapi dimodifikasi dengan menampilkan sejumlah tokoh pewayangan. Sebenarnya saya tidak tahu persis apakah model pria dan wanita yang didandani mengenakan batik itu mirip tokoh pewayangan atau tidak. Yang jelas, mereka terlihat gagah dan cantik mengenakan batik, lengkap dengan aksesoris tambahan lainnya. Lebih dari setengah jam agar pawai keliling Solo itu tiba dan mengakhiri konvoinya di pelataran Benteng.
Sedangkan hari ketiga, kami tidak lagi menghadiri acara itu. Namun, dari pengumuman yang kami terima, acara hari terakhir akan diisi dengan sejumlah penampilan grup band ataupun sanggar tari yang didominasi pelajar dan mahasiswa di Kota Solo. Tambahannya, SBC 2017 merupakan acara yang kesepuluh kalinya, yang rutin digelar setiap tahunnya. Tetapi itu tadi, SBC bukanlah ajang pameran batik, tetapi lebih kepada kirab budaya yang menampilkan batik sebagai salah satu ciri khas dari Solo. Sementara bila ingin belanja batik, tersedia banyak di Pasar Klewer maupun sentra batik lainnya yang tak jauh dari Benteng.
Soto Ayam Dicampur Nasi
Kota Tanpa Angkot
Tambahannya, bila sedang dari Bandara Adi Soemarmo, saat ini juga sudah tersedia bus Damri yang rutenya cukup panjang. Bedanya, halte Damri di Solo mirip seperti halte TransJakarta. Namun, haltenya berukuruan kecil. Bahkan, di beberapa halte, hanya tersedia tangga kecil untuk memudahkan penumpang menaiki bis. Ajaibnya, tangga kecil yang terbuat dari besi itu aman-aman saja, tidak menghilang di malam hari. Hehehe...
Begitulah sekilas pengamatan dan pengalaman kami selama tiga hari di Solo. Tentu masih banyak lokasi yang belum sempat dijelajahi. Sebuah sisi lain dari Kota Solo, kampungnya Pak Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H