Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaknai Perbedaan Main Hakim Sendiri dan Persekusi

4 Juni 2017   22:31 Diperbarui: 4 Juni 2017   23:11 6073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persekusi (bahasa Inggris: persecution) adalah perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai persekusi.”

Begitulah pengertian Persekusi yang saya kutip dari Wikipedia berbahasa Indonesia. Sementara versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah atau ditumpas. Adapun memersekusi (kata kerja persekusi) adalah menyiksa, menganiaya tanpa memikirkan lagi keadilan atau kemanusiaan, mereka (lawan politiknya) bagai iblis.

Ya, Persekusi memang mendadak populer belakangan ini, mengiringi panasnya suhu politik di Pilgub Jakarta dan kini menjalar ke tingkat regional maupun nasional. Belum jelas siapa yang pertama sekali menggunakan istilah ini. Namun yang pasti, persekusi dalam bahasa sehari-hari di masyarakat bermakna “main hakim sendiri”. Istilah “main hakim sendiri” juga sering digunakan media massa saat memberitakan adanya sekelompok orang yang berusaha melukai atau bahkan hingga menimbulkan kehilangan nyawa terhadap pelaku kriminal seperti pencurian sepeda motor.

Meski begitu, persekusi bila merujuk maknanya, sebenarnya berbeda dengan “main hakim sendiri”. Persekusi lebih condong pada perbuatan menghakimi yang dilatarbelakangi perbedaan pandangan politik, sementara main hakim sendiri lebih bersifat umum, walau dalam prakteknya cenderung merujuk pada aksi “ramai-ramai” menghakimi seseorang atau individu yang tertangkap basah melakukan tindak kejahatan.

Dengan demikian, persekusi sepertinya kurang tepat bila dipadankan dengan aksi sekelompok massa yang berusaha menghakimi pelaku kriminal seperti maling motor. Istilah yang tepat untuk aksi tersebut sejauh ini adalah “main hakim sendiri” meski dilakukan secara beramai-ramai.

Lantas, kenapa persekusi mendadak populer? Tentu saja karena istilah ini terus-menerus digunakan media massa. Kemungkinannya, persekusi digunakan media massa untuk meredam ataupun menghindari adanya gejolak yang lebih luas di kalangan masyarakat. Istilah persekusi lebih “soft” ketimbang menggunakan istilah lain yang justru berpotensi menyulut gejolak lanjutan.

Kita berharap, semoga penggunaan istilah “persekusi” segera berlalu.

Damailah Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun