“Martangiang ma hita (Mari kita berdoa),” Ucok memulai.
“Ale Tuhan pasu-pasu ma sipanganon on asa parohon gogo naimbaru tu dagingnami (Berkatilah makanan ini agar menjadi kekuatan baru bagi kami).” Amen!
Ucok lupa ini tahun baru.
****
Sudah hampir sepuluh tahun lamanya Ucok merantau di tanah orang. Kehidupan yang teramat jauh berbeda ketimbang kampung halamannya. Denting suara lonceng gereja di kota hampir tak pernah terdengar, tentu karena situasi sosial yang membuat begitu. Di gereja pun, tak semua jemaat saling mengenal, ada yang hanya tahu muka tetapi tak tahu nama. Hanya beberapa saja yang akhirnya menjadi akrab, mungkin lantaran masih ada pertalian keluarga ataupun teman sekampung.
Ucok rindu kampung halaman, lalu memutuskan untuk mudik walau seminggu duaminggu saja. Lazimnya, seorang perantau yang sedang mudik, selalu rajin ke gereja. Begitupun Ucok, yang ketika hari Minggu tiba, tampak semangat menuju gereja HKBP. Kebiasaannya masih seperti dulu, duduk di bagian paling belakang. “Biar lebih tenang,” Ucok berkelit dalam hati kecilnya.
Kebaktian Minggu pagi itu pun dimulai. Namun, Ucok mendadak galau tak menentu. Ia menyaksikan betapa lagu-lagu gereja kini telah ditampilan di layar proyektor. Musik pengiringnya pun berubah menjadi modern, menggunakan “music box”, keyboard yang telah merekam nada-nada lagu gereja. Ada pula tampil dua orang “singer” yang memandu jemaat saat menyanyikan lagu-lagu pujian.
“Tiada lagi nilai magis dari gereja ini,” begitu batin Ucok walau tetap berusaha mengikuti kebaktian. Dulu, ia masih menyaksikan jemaat bernyanyi bersama hanya dengan dipandu seorang Sintua. Tak ada “Singer” apalagi tampilan proyektor.
Sebuah piano yang akrab disebut “Orgen” dengan cantik dimainkan seorang pianis yang teramat legendaris. Di jemari tangannya, suara orgen terasa menusuk ke sanubari. Mendayu-dayu dan penuh kelembutan.
Ucok pulang dari gereja dalam kehampaan. “Nilai magisnya telah hilang,” ia mengulanginya.
“Teng..teng…teng….” lonceng HKBP berbunyi di sore Ucok menjelang kembali ke tanah rantau. Tetapi suara lonceng yang terbilang singkat itu seperti dianggap biasa saja oleh warga. Ucok makin galau. Padahal, dulu, suara lonceng HKBP yang hanya sebentar itu pasti memacu degup jantung. Kini tak lagi.