Pendeta pribumi pertama menduduki pos yang ditinggalkan oleh zendeling Yung itu adalah Josua Hutabarat, alumnus angkatan ke-III, tahun 1889-1891. Sehubungan dengan kepedihan hati keluarga pendeta itu karena pembakaran rumah dinasnya pada tahun 1916, tugas pelayanannya kemudian digantikan Pendeta Benoni Simanjuntak, dari tahbisan angkatan ke VII, 1915-1917.
Pendeta Benoni inilah yang kemudian digantikan pendeta Albert, yang lebih junior tiga angkatan, di godung Losungbatu mulai bulan Januari 1926.
Selanjutnya, karena tiadanya pembagian garis wilayah yang resmi antara zendeling Weissenbruch di Sitorang dan Pendeta Albert di Parsambilan, praktis kedua pendeta tersebut sama-sama melakukan pelayanan dalam jurisdiksi yang tidak terikat. Berarti, jemaat yang dilayani kedua pendeta ini secara bersamaan adalah semua jemaat-cabang di kawasan Sitorang, Parsambilan, Parsoburan. sampai ke Borbor.
Kala itu, semua jemaat di Parsoburan sampai ke Borbor masih menyatu dalam satu jemaat-induk besar Losungbatu, dengan kordinator seorang hulp-zendeling saja.
Menurut notasi pelayanan Pendeta Albert, di antara jemaat-jemaat cabang yang pernah turut dilayani olehnya dalam resort maha-luas itu, adalah Sitorang, Silaen, Lumban Lintong, Batugaja, Natolutali, Sibide, Losungbatu, Pintubatu, Simanobak, Parsoburan, Lumban Pinasa, Lintong, Lumban Balik, Batu Manumpak, Dolok Nauli, Lobu Dapdap, Lumban Rau, Natumingka, Tor Ganjang, Lobu Hole, Pangururan, Pintubatu, Siringkiron, Hite Tano, Tangga, Borbor, dan beberapa lainnya.
Barulah pada awal tahun 1930, Parsoburan mulai memiliki pendeta sendiri, yakni Pendeta Jason Simatupang. Ia adalah tahbisan pada angkatan ke-XII, akhir tahun 1929.
Sayangnya, belum ada catatan sejarah tentang kisah pelayanan Pendeta Jason Simatupang di kawasan Parsoburan. Bagaimana dan apa saja yang dialami Pendeta Jason Simatupang saat menyebarkan injil di Parsoburan? Juga belum ada yang tahu apakah Pendeta Jason Simatupang mempunyai keturunan yang masih bisa dilacak saat ini.
Ragam Sejarah HKBP di Parsoburan
Masuknya Pendeta Jason Simatupang ke HKBP Parsoburan sejatinya bukanlah awal penginjilan di tanah yang dihuni mayoritas marga Pardosi ini. Sebab, ada pula literatur yang menyebutkan HKBP Lumban Pinasa sudah berdiri sejak 1906.
Bahkan, lonceng atau giring-giring yang digunakan HKBP Parsoburan saat ini sebelumnya digunakan HKBP Lumban Pinasa. Di Lumban Rau, HKBP yang selanjutnya diberi nama Resort Letare juga sudah berumur seratus tahun pada 2008 lalu. Itu artinya, gereja ini didirikan pada 1908. Selisih dua tahun dari Lumban Pinasa.
Ada pula cerita yang juga menyebutkan sudah hadirnya HKBP di Tornagodang, sejak 1900-an. Terkait hal ini, Profesor Uli Kozok, seorang peneliti Jerman yang banyak menguraikan sejarah HKBP mengatakan, “untuk mengetahui itu harus ke Perpustakaan Wuppertal, Jerman,” tulis Uli Kozok saat diminta untuk meneliti seluk-beluk penginjilan di tanah Parsoburan.