Terpicu oleh ilustrasi yang dimuat Koran Tempo hari ini tentang otak yang terlontar dari peci dan hendak ditangkap tangan (lihat gambar di atas), membuatku tertarik membaca artikel dimaksud dan menjadi ide penulisan artikel ini.
Pemerkosa Menikahi Korban Perkosa, "Pemerkosaan" Berkelanjutan Bukan?
Disebutkan, seorang perempuan yang adalah tenaga kontrak yang baru bekerja setahun di Kementerian Koperasi dan UKM mengalami perkosaan oleh rekan-rekan kerjanya.Â
Tak tanggung-tanggung, pemerkosanya adalah empat orang yang terdiri dari pegawai golongan 2C, calon PNS, tenaga kontrak, dan satu lagi dari outsourcing. Dilakukan di sebuah hotel tempat berkegiatan Kementerian Koperasi dan UKM setelah dicekoki minuman keras oleh para pelaku.
Setelah diadukan, polisi kemudian mentersangkakan keempat pelaku. Sempat ditahan, lalu kemudian dibebaskan karena dianggap telah terjadi perdamaian.Â
Bentuknya adalah, salah seorang pelaku yang masih lajang menikahi korban (yang tak lama kemudian menggugat cerai). Konon, setelah diintimidasi oleh kerabat pelaku yang juga pejabat tinggi di Kementerian dimaksud, akhirnya keluarga korban luluh dan menerima "perdamaian" tersebut.Â
Pelaku yang menggugat cerai tersebut sekarang lagi studi lanjut pasca sarjana dengan beasiswa setelah mendapat rekomendasi Kementerian. Tiga lainnya? Melenggang bebas karena hanya sekadar mendapat hukuman disiplin.
Restorative Justice Jadi Alasan Kompromistis?
Program mentereng Kapolri berupa penyelesaian hukum secara damai -- restorative justice -- salah dipahami oleh Polresta Bogor, tempat korban melaporkan kasus pemerkosaan  yang dihadapinya.Â
Ketika mengadukan pelaku yang sekaligus penggugat cerai tersebut, keluarga korban terperanjat setelah disodori SP3 alias surat penghentian penyelidikan. Alasannya, ya itu tadi, sudah terjadi perdamaian karena pernikahan.
Tampaknya Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Teten Masduki yang aktivis demokrasi dan pendiri ICW (Indonesia Corruption Watch) perlu turun tangan untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan oleh anak buah ini.Â
Keadilan bagi korban, tentu sangat diinginkan untuk diwujudkan.