Entah apa yang ada di kepala Ferdy Sambo, jenderal polisi mantan Kadiv Propam Polri yang sekarang ini menjadi tersangka selaku pelaku utama pembunuhan Brigadir Yoshua, ajudannya yang konon selama bertugas sangat akrab dengan mengabdi sepenuh hati kepada segenap keluarga sang jenderal.
Jujur, tindakannya menghilangkan nyawa Yoshua sampai sekarang pun belum berhasil meyakinkanku -- dan mungkin juga banyak orang -- dengan seabreg atribut miliknya selaku pejabat tinggi kepolisian dengan kekuasaan luar biasa (over power) sehingga digelari sebagai "Kaisar Sambo".
Bukan level jenderal dengan tindakan gegabah dan skenario penuh kebohongan yang menunjukkan ketidakmatangan emosionalnya. Dan lagi melibatkan banyak polisi -- kombinasi anak buahnya maupun mantan -- dari pangkat jenderal sampai yang paling rendah yang merupakan kombinasi arogansi dan jiwa pengecut alias tidak satria.
Ketidaksatriaannya makin terlihat dengan berbelat-belit pengakuan berubah-ubah dan bertentangan satu sama lain. Berbohong kepada Kapolri dan banyak rekan kerja, bersandiwara kepada berbagai pimpinan lembaga untuk menghindari tanggung jawab adalah tindakannya yang banyak terungkap kemudian.Â
"Saya ambil alih tanggung jawab", adalah ucapan yang tidak pernah terdengar dari mulutnya yang merupakan parameter sikap seorang pemimpin. Â
Edisi terbaru Majalah TEMPO dengan Laporan Utama (https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/166856/para-penyokong-ferdy-sambo-dalam-rekayasa-kematian-brigadir-yosua) mengungkap keterlibatan banyak perwira polisi, baik "sukarela", "terpaksa", maupun "enggak tahu apa-apa".Â
Dan tiga di antaranya adalah Kapolda Metro Jaya (ingat peristiwa "pelukan teletubbies" antara Sambo dan Fadil Imran pasca peristiwa pembunuhan?), Kapolda Jawa Timur, dan Kapolda Sumatera Utara.
Diwartakan, Fadil meneruskan informasi Ferdy Sambo itu kepada Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal R.Z. Panca Putra Simanjuntak. Mereka bertemu di kantor Polda Metro Jaya beberapa hari kemudian.Â
Seorang penyidik mengatakan pertemuan itu atas inisiatif pensiunan pimpinan Polri.
Fadil, Nico, dan Panca berbagi tugas menyebarkan informasi tembak-menembak dan pelecehan seksual oleh Brigadir Yosua itu ke banyak orang. Nico dan Panca bertugas melobi para pejabat utama Polri, seperti Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto.Â