Walau terkesan sudah sangat terlambat, akhirnya kemarin ada jawaban dari AFF tentang komplain PSSI, yakni dugaan terjadinya "sepak bola gajah" pada pertandingan Vietnam v/s Thailand di Piala AFF U-19 2022. Jawaban AFF adalah tidak ada indikasi pelanggaran sportivitas, hal yang tidak dikehendaki oleh mayoritas pecinta bola tanah air.
Memang, kedua kesebelasan tersebut dituding bermain tanpa menjunjung tinggi nilai sportivitas dan tak berniat menang setelah skor imbang 1-1 dalam laga terakhir fase Grup A Piala AFF U-19 2022. Hasil yang sangat menyesakkan seluruh masyarakat Indonesia karena hal tersebut menjadikan timnas kita tersingkir dari lanjutan kompetisi tersebut.
Gagal Lanjut ke Semifinal Lalu Pindah Federasi Regional?
Selain protes pada pertandingan sangat menentukan tersebut, PSSI -- yang diwakili Ketua Umum dan pelatih Shin Tae-yong -- juga sempat protes pada sistem penghitungan klasemen. "Tidak berlaku lazim", "kuno dan ketinggalan zaman", adalah ungkapan yang disampaikan kepada publik yang sebenarnya adalah lebih pada ungkapan pencarian alasan atas kegagalan. Â
Peraturan pertandingan tentunya sudah disampaikan dan disepakati sejak awal, bahkan sebelum kompetisi dimulai. Jika protes di akhir pertandingan karena merasa dirugikan, bukanlah sikap sportivitas yang layak ditiru.
Ungkapan lainnya adalah niatan pindah dari AFF (Federasi Sepak Bola Asia Tenggara) ke EAFF (Federasi Sepak Bola Asia Timur) sebagaimana menjadi wacana yang didesakan netizen sepakbola tanah air.
Beda AFF dan EAFF
Sesuai rilis CNNI 21/07 Indonesia akan merasakan perubahan besar sebagai konsekwensi pindah berkompetisi di asosiasi EAFF, karena dari sisi jumlah turnamen yang akan diikuti oleh timnas akan jauh berkurang.
Hal ini disebabkan oleh jumlah turnamen yang menjadi program EAFF saat ini sangat sedikit dibanding dengan agenda turnamen yang diselenggarakan oleh AFF. Organisasi EAFF yang baru berdiri pada 28 Mei 2002 kini hanya menyelenggarakan satu turnamen saja yaitu EAFF E-1 Football Championship untuk level timnas senior.
Kompetisi ini diselenggarakan rutin setiap dua tahun sekali dengan diikuti seluruh anggota EAFF, dan EAFF belum memiliki turnamen untuk kelompok usia, seperti U-22, U-19, dan U-16 seperti di AFF.
Secara kuantitas, berbeda jauh dibanding AFF yang memiliki empat tingkatan usia kompetisi yaitu U-16, U-19, U-22, dan senior.
Bukan "Sekadar" Juara ...
Sebenarnya apa yang dicari oleh PSSI? Predikat juara sehingga sakit hati terjegal melangkah ke semi final dan final, lalu protes?
Jangan salah, di EAFF ada beberapa kesebelasan tangguh yang secara historis belum terkalahkan, yakni Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Secara teknis, harus kita akui bahwa kemampuan timnas kita masih di bawah mereka.
Jadi, kalau tujuannya untuk menjadi juara, sepertinya kita harus kubur dulu impian itu dalam-dalam.
Benahi dulu internal (mutu kompetisi, kemampuan pemain).Â
Jangan lupa mental (bertarung dan legawa dengan hasil tanpa mencari "kambing hitam).Â
Dan bertarunglah sesuai klasifikasi tingkat regional (sampai "bosan" jadi juara di asosiasi sepakbola sekarang).Â
Selanjutnya, coba peruntungan di tingkat global. Â
I love tim nasional!
Sunter, 03 Agustus 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI