Salah satu orang politik yang menjadi sorotan belakangan ini adalah Surya Paloh (SP), Ketua Umum Partai Nasdem yang baru selesai melakukan rakernas di Jakarta minggu lalu. Tak banyak yang bisa diingat selain rekomendasi capresnya yang konon berdasarkan hasil perenungan beliau sebagai pemegang kuasa tertinggi partai dari  semua yang disampaikan oleh masing-masing pengurus wilayah.
Hasil rapat nasional itu yang bisa diingat hanyalah tiga nama usulan, yakni Anies Baswedan (Gubernur DKI), Andika Perkasa (Panglima TNI) dan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Di luar itu, kebanyakan nama "sekenanya" karena ada yang mengusulkan nama penguasa wilayah kepengurusan yang sudah pasti hanya segelintir yang mengenal, menjadi sesuatu yang aneh manakala membicarakan calon pemimpin nasional.
Ada dua kemungkinan. Bisa jadi, pengurus yang mengusulkan kurang serius. Bisa jadi juga, masyarakat umum melihat bahwa pengurus terkesan tidak serius.
Bahkan, bisa jadi (sekali lagi) ketiga nama capres memang sudah dipersiapkan jauh sebelum SP berkontemplasi atau meditasi, atau apalah namanya. Masukan peserta rakernas lebih pada formalitas, mungkin saja. Kalau 'nggak salah, 'nggak satu pun yang menyebutkan nama Prabowo Subianto padahal selalu masuk dua besar capres elektabilitas tertinggi.
Rekomendasi Capres untuk Bermain Aman
Dengan suara 9,05% berarti Nasdem butuh teman berkoalisi. Tentu saja bukan dengan Golkar, PPP, dan PAN karena sudah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Juga dengan Gerindra dan PKB yang hari ini membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Mengingat PDIP sudah bisa jalan sendiri karena sudah punya tiket capres tanpa perlu koalisi dengan parpol lain, maka tinggallah Demokrat (7,77%) dan PKS (8,21%)
Melihat sisa yang ada, sepertinya Nasdem akan bergabung dengan PDIP atau KIB.
Di sinilah SP mencoba kepiawaiannya sebagai politisi. Walau paling banyak yang mengusulkan Anies, namun tetap tidak menjadikannya sebagai calon tunggal. Terlalu beresiko jika harus mempertaruhkan semangat nasionalisme Nasdem yang sangat kontras dengan Anies yang sangat kental dengan politik ayat dan mayat pada pilgub DKI lalu yang dimenangkannya dengan meninggalkan luka yang parah pada semangat persatuan dan kesatuan.
Ganjar yang belum menunjukkan gelagat meninggalkan PDIP tempatnya bernaung sebagai kader partai belum juga menunjukkan sreg dengan rekomendasi Nasdem karena masih berharap pada kelegowoan bu Mega merestuinya jadi capres, bukan mbak Puan selaku putri kesayangan yang elektabilitasnya sangat sulit terdongkrak.
Maka dimunculkanlah Andika sebagai cadangan terakhir jika Ganjar memang kemudian bukan capres dari PDIP yang kemungkinan besar lompat sekoci ke KIB yang konon dipersiapkan Jokowi untuk antisipasi jika harus berseberangan dengan PDIP bila 'ngotot dengan mbak Puan.
Surya Paloh Sebagai King-maker?
Peran ini yang sedang dicoba dibentuk SP dengan cara menjadikan Nasdem sebagai parpol pertama yang memunculkan nama capres (walau masih pakai "cadangan" yang menunjukkan masih adanya keraguan). Sepertinya ingin jadi penyeimbang untuk menandingi Jokowi dan Mega yang nyata-nyata memegang posisi sentral dalam hal pencapresan sekarang ini.
Berharap Jokowi akan melirik, yang sayangnya Jokowi lebih tertarik pada Ganjar yang jelas-jelas bukanlah milik Nasdem. Selain bukan kadernya, Ganjar juga 'nggak kelihatan bangga dengan rekomendasi capres dari Nasdem. Batalnya penggantian menteri-menteri kader Nasdem saat reshuffle jilid terkini walau sudah dipanggil Jokowi ke Istana bisa jadi membuat Jokowi makin tahu siapa dan bagaimana SP dengan Nasdemnya tersebut.
Impiannya menjadi tokoh sentral penentu alias king-maker 2024 sepertinya hanya tinggal mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H