Mohon tunggu...
Pardosa Godang
Pardosa Godang Mohon Tunggu... Dosen - Pelayan, pengajar dan pembelajar

Haus belajar, harus terus sampai aus ...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Outsourcing Company, Tidak Seburuk Gambaran Khalayak

10 Juni 2022   09:35 Diperbarui: 21 Juni 2022   09:55 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang pertama kali muncul di benak Anda begitu mendengar perkataan outsource atau outsourcing? Aku pernah bekerja dan mendapatkan pembayaran dari outsurcing company (OC) (bahasa Indonesianya: perusahaan alih daya). Setelah sebelumnya menjadi pemberi kerja kepada OC tersebut. Bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang masih diminta menjadi konsultan beberapa OC. Ada yang punya jaringan nasional yang berpusat di Jakarta, ada pula yang berpusat di Surabaya, dan satunya lagi di Tangerang. Malah ada yang baru saja go international dengan membuka kantor cabang atau perwakilan di Afrika. Afrika? Iya, seriously ...

Memahami seluk beluk dan sepak terjang OC merupakan salah satu topik yang menarik bagiku untuk mendiskusikannya. Gambaran umum khalayak memang lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Bahkan -- beberapa tahun lalu -- pada salah satu ibadah pernah seorang pengkhotbah dari mimbar menyampaikan hal yang buruk tentang OC ini, misalnya dikatakan sebagai perusahaan pemotong gaji karyawan (persisnya: mengurangi gaji karyawan), tidak ada kepastian (setiap saat bisa diberhentikan), tidak ada masa depan (karena bukan perusahaan yang diwakilinya).

Pokoknya, serba jeleklah! 'Nggak ada disebutkan satu pun hal yang baik, misalnya sebagai solusi dalam mengatasi pengangguran, bahkan tersedia juga karir yang menjanjikan.

Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang benar. Juga kepada karyawan tidak dijelaskan dengan sejelas-jelasnya: hak dan kewajiban, status kekaryawanannya, peluang ke depannya, dan lain-lain. Tidak semua OC adalah perusahaan yang "berani jujur" kepada karyawannya, dan tidak semua juga serius mengurus bisnis "menjual orang" ini. Salah persepsi menjadi sesuatu yang jamak terjadi, padahal ada juga OC yang layak dijadikan pilihan bagi karyawan.

Syaratnya, bekerjalah di OC yang profesional yang dipimpin orang-orang profesional yang melihat reputasi adalah aset utama perusahaan. Jadi, bukan sekadar "menjual" tenaga kerja, melainkan juga mengembangkan karyawan dengan berbagai keahlian untuk meningkatkan kompetensi untuk menaikkan "nilai jual" karyawan kepada user company. Itulah di antaranya yang aku lakukan bersama kawan-kawan di OC yang memang serius mengurus sumber daya manusia berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun